JAKARTA, Berita HUKUM – Sebuah pengakuan yang mengkhawatirkan dari ketua Komite Penataan Ruang Pemerintah Aceh adalah memicu keprihatinan serius atas hilangnya ilegal potensi 1,2 juta hektar hutan lindung di Aceh, seperti yang dijelaskan secara rinci pada konferensi pers Cikini Rabu (13/3) di Jakarta Pusat.
Pengawasan hukum dari Rencana Tata Ruang Aceh yang baru dan proses promosi sampai saat ini juga menunjukkan bahwa cara pintas telah dibuat dan orang-orang yang disesatkan, sehingga sangat mungkin bahwa sejumlah undang-undang nasional telah dilanggar.
Jika ditemukan untuk menjadi kenyataan, "hal ini akan menempatkan Aceh Gubernur Zaini Abdullah dan lain-lain dalam pemerintahannya beresiko tuntutan hukum. Masyarakat lokal Aceh Tamiang telah sebenarnya sudah menyatakan alarm mereka dan mengeluarkan surat peringatan hukum, atau 'SOMASI',” ujar Dr Ian Singleton, dari Program Konservasi Orangutan Sumatera.
Mengancam tindakan hukum jika rencana diperbolehkan untuk terus maju. Hal ini menggambarkan dengan sangat jelas bahwa rencana baru tidak mendapat dukungan dari rakyat Aceh.
Ditambahkanya Dr Ian Singleton, keprihatinannya, "Meskipun tindakan hukum yang sedang berlangsung terhadap perusahaan kelapa sawit yang dibawa oleh LSM, Kementerian Lingkungan Hidup dan Polri, sekarang sedang mengusulkan bahwa Tripa kehilangan statusnya saat ini dilindungi sama sekali, dan untuk ini ekosistem rawa gambut yang unik dan semua keanekaragaman hayati dan berpotensi sangat berharga stok karbon yang akan diserahkan kepada perusahaan kelapa sawit untuk akhir, pemusnahan total. Dan sekarang yang tidak hanya Tripa dan orangutan baik. Rencana tata ruang yang baru bahkan tidak mengakui keberadaan kawasan Ekosistem Leuser dunia terkenal dilindungi atau fakta bahwa hutan mereka berniat untuk "proteksi" adalah harapan utama terakhir untuk kelangsungan hidup jangka panjang dari ikon spesies endemik Sumatera seperti sumatera harimau, gajah dan badak,” ujarnya.
Masa depan dari masing-masing spesies, dan lain-lain yang tak terhitung jumlahnya, akan ditempatkan dalam bahaya langsung jika rencana yang diizinkan untuk melanjutkan. Ekosistem Leuser yang dilindungi oleh hukum Perencanaan Tata Ruang Nasional sebagai Kawasan Strategis Nasional Fungsi Lingkungan itu. Mengabaikan Ekosistem Leuser dan habitat spesies ini 'tidak masuk akal, dan pasti harus ditolak oleh Departemen Kehutanan, yang telah memberikan pujian tersebut kepada Rencana Tata Ruang sebelumnya untuk Aceh, yang kontras dengan yang baru didasarkan pada ilmiah dan masyarakat dampak sosial. Its ironis bahwa hutan Aceh telah menerima puluhan juta dolar dari negara-negara donor selama beberapa dekade terakhir untuk perlindungan mereka, termasuk dana besar dari Multi Donor Fund setelah tsunami tahun 2004, namun setelah semua bahwa Pemerintah Provinsi kini berencana untuk sampah mereka untuk jalan , tambang baru, kayu dan konsesi kelapa sawit.
Sementara itu Graham Usher, mengaku kecewa dengan pemerintahan Aceh saat ini, setelah di landa badai tsunami pada tahun 2004 dan mendapatakan batuan dana dari luar negeri ADB, dan puluhan donasi dari asing dan uni eropa, mengapa pemerintahan Aceh tidak tau berterima kasih, dan ingin menghancurkan hutanya sendiri.
"Saya heran Aceh begitu pesat dan maju dalam pembangunan paska Tsunami setelah mendapatakan bantuan dana dari donatur luar negeri, sekarang malah melupakan dan seperti ingin merusak dan menghancurkan hutanya, ingat Zaini Abdullah akan di cap sebagai orang yang tidak tau terima kasih dan sebagai perusak hutan Aceh, bila ini terus di lakukan, dia akan di cap buruk lima tahun mendatang,” ujar Graham Usher.
Sedangkan Rudi Putra, warga negara Indonesia asal Aceh pertama yang memenangkan penghargaan internasional utama dalam 30 tahun sejarah itu, telah bekerja sama dengan masyarakat Aceh Tamiang dan polisi setempat pada kegiatan penegakan hukum untuk merebut dan menghancurkan kelapa sawit ilegal ditanam di Ekosistem Leuser yang dilindungi.
Rudi mengatakan, "jika alasan pemerintah Aceh ingin memajukan perekonomian rakyat Aceh, namun bila perusakan ligkungan, dan hutan dilakukan, ini sama saja kebohongan, apa lagi di masa kampanye Zaini dan Muzakir berjanji akan memerikan bantuan 1 juta per/keluarga miskin Aceh, ini juga bohong dan mustahil,” ujar aktivis lingkungan ini yang mengaku LSM-nya di bubarkan Gubernur Aceh.
Ditambahkannya, "Dalam 3 tahun terakhir kita telah menutup 24 perkebunan kelapa sawit ilegal, dan menebang pohon ilegal sendiri dan memulihkan dan regenerasi hutan alam, untuk mengembalikan fungsi alami dari hutan untuk melindungi masyarakat, dengan sukses besar. Masyarakat memahami dengan baik dari banjir bandang dahsyat sebelumnya di daerah tersebut, terutama pada tahun 2006, yang membersihkan hutan hulu memiliki dampak langsung pada aliran sungai dan hilir mereka sendiri keamanan,” ujarnya
Sedangkan Efendi dari Koalaisi Masyarakat Peduli Hutan Aceh, mengatakan, “DPR Aceh sama saja dengan pemerintahan Aceh satu gerbong, sepakat ingin menghancurkan hutan dan masyarakat Aceh, susah kami untuk bertemu dan berdialok dengan mereka,” ujarnya.
Kami akan terus melakukan dialok dan upaya agar, rencana program pemerintahan Aceh tata kelola kawasan hutan wilayah saat ini, di batalkan dan kami akan berjuang terus.(bhc/put)
|