JAKARTA, Berita HUKUM - Ketua Komisi IV DPR RI Sudin menegaskan, alat penangkapan ikan saat ini harus menggunakan teknologi ramah lingkungan (environmental friendly fishing technology). Sehingga usaha penangkapan dapat berkelanjutan, sumber daya ikan terjamin kelestariannya, dan kesejahteraan masyarakat nelayan dapat tercapai.
"Perkembangan teknologi penangkapan ikan dengan beberapa alat yang kurang selektif dan merusak lingkungan harus menjadi perhatian kita bersama. Penggunaan alat yang tidak baik dapat mengancam kelestarian SDI dan habitat perairan laut," kata Sudin dalam keterangan tertulis yang diterima Parlementaria, Kamis (12/11).
Ia menuturkan, alat tangkap yang ramah lingkungan memiliki kriteria penting, yaitu selektivitas tinggi, tidak membahayakan nelayan dan konsumen, serta produksi berkualitas. Sementara berdasarkan Food Agriculture Organization (FAO) dalam Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) menetapkan sembilan kriteria alat tangkap antara lain, memiliki selektivitas yang tinggi, tidak merusak habitat, tempat tinggal dan berkembang biak ikan dan organisme lainnya, tidak membahayakan nelayan (penangkap ikan).
Kriteria lainnya adalah produk tidak membahayakan kesehatan konsumen, hasil tangkapan yang terbuang minimum, alat tangkap yang digunakan harus memberikan dampak minimum terhadap keanekaan sumber daya hayati (biodiversity), tidak menangkap jenis yang dilindungi undang-undang atau terancam punah.
Namun, hingga kini alat tangkap cantrang masih merupakan alat tangkap yang dianggap nelayan skala kecil atau sedang paling efektif dan ekonomis untuk menangkap berbagai jenis komoditi ikan dan udang. Padahal, cantrang hanya memenuhi 3 dari 9 indikator FAO. Karena itu, cantrang sebetulnya termasuk ke dalam alat tangkap yang sangat merusak lingkungan.
Selain itu, menurut Sudin, penggunaan alat tangkap cantrang dengan cara ditarik ditengarai dapat menyapu sumber daya perikanan dan merusak lingkungan perairan tempat cantrang dioperasikan. Permasalahan cantrang yang lain meliputi, permasalahan perizinan yang kurang tertib, praktek IUU fishing, menimbulkan konflik antarnelayan, lemahnya pengawasan dan penegakan hukum, terancamnya kelestarian, dan permasalahan stok ikan yang mulai menurun.
Lebih lanjut, masih kata Sudin, dalam hal memicu konflik antarnelayan, cantrang menyebabkan terjadinya kompetisi daerah penangkapan. "Hal ini karena penangkapan dengan cantrang akan merugikan nelayan skala kecil baik langsung maupun tidak langsung karena sumberdaya perikanan tersapu bersih sebagai akibat alat tangkap tersebut kurang selektif," jelas politisi PDI-Perjuangan itu.
Di samping itu, cantrang juga memiliki selektivitas yang rendah sehingga mendapatkan hasil tangkapan sampingan yang jumlahnya kadangkala lebih besar dibandingkan hasil tangkapan yang ditargetkan.
Mengutip Sekretaris Jenderal Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia, Sudin mengatakan penggunaan cantrang yang tak terkendali selama satu tahun terakhir telah menyengsarakan nelayan kecil. Kapal cantrang dan pukat yang berukuran besar kerap menebar jaring hingga ke perairan dangkal tempat nelayan kecil mencari ikan.
"Dampaknya tangkapan nelayan kecil jadi terganggu. Pernyataan tersebut memang benar adanya dan sesuai dengan fakta lapangan yang terjadi saat ini. Tak hanya nelayan kecil yang mengalami kerugian akibat hal ini tetapi juga ekosistem yang ada di lautan jadi terganggu dengan pengoperasian cantrang yang sudah tak terkendali lagi setahun terakhir ini," ujarnya.
Karena itu, Sudin menilai isu diperbolehkannya kembali cantrang merupakan salah satu permasalahan besar dan kompleks yang akan terjadi kedepannya. Menurut legislator dapil Lampung I itu, Pemerintah harus betul-betul menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan SDI. Pertama, prinsip jaminan kesetaraan akses (skala kecil VS skala industri) melalui pembagian jalur dan pembatasan kapasitas penangkapan.
Kedua, prinsip perlindungan terhadap keanekaragaman hayati (biodiversity) melalui penerapan selektivitas penangkapan dan pengembangan eco-friendly fishing gear. Tujuannya untuk menjaga kelestarian stok yang menjadi target penangkapan, mengurangi tertangkapnya by-catch (reduction by-catch), dan mengurangi kerusakan dasar perairan (reduction seabed destruction).(ann/sf/DPR/bh/sya) |