Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Peradilan    
UU Cipta Kerja
Pemerintah Tanggapi Tudingan Partai Buruh Soal UU P3
2022-08-26 11:03:02
 

 
JAKARTA, Berita HUKUM - Sidang lanjutan pengujian formil Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3) digelar di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (24/8/2022). Sidang permohonan Nomor 69/PUU-XX/2022 dalam perkara pengujian formil UU P3 ini diajukan oleh Partai Buruh dan sejumlah perorangan.

Agenda sidang adalah mendengarkan keterangan Presiden (Pemerintah) dan DPR. Pemerintah diwakili oleh Staf Ahli Bidang Regulasi, Penegakan Hukum, dan Ketahanan Ekonomi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Elen Setiadi. Sedangkan DPR berhalangan hadir.

Kerugian Konstitusional

Elen Setiadi menjelaskan pembentukan peraturan perundang-undangan dalam mendukung tercapainya arah dan tujuan nasional dilaksanakan secara terencana, terpadu, berkelanjutan dengan memperhatikan asas pembentukan peraturan perundang-undangan.

"Guna mewujudkan peraturan perundang-undangan yang terencana, terpadu dan berkelanjutan diperlukan penataan dan perbaikan mekanisme peraturan perundang-undangan sejak perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan hingga pengundangan," jelas Setiadi.

Pemerintah memahami bahwa penilaian atas kedudukan hukum merupakan kewenangan Mahkamah. Namun demikian, memperhatikan dalil-dalil permohonan yang merasa dirugikan hak konstitusionalnya dengan UU P3, bahwa Pemerintah menerbitkan UU P3 justru dalam rangka melaksanakan amanat putusan MK dan memberikan kepastian hukum.

Berdasarkan Putusan MK No. 006/PUU-II/2005 dan Putusan MK No. 11/PUU-V/2007, Pemerintah secara tegas menolak kedudukan hukum para Pemohon karena tiga hal. Pertama, para Pemohon tidak dapat memperlihatkan kerugian konstitusionalnya secara spesifik, faktual atau setidaknya bersifat potensial. Kedua, para Pemohon tidak dapat memperlihatkan hubungan sebab akibat antara kerugian dengan berlakunya undang-undang yang dimohonkan untuk diuji. "Ketiga, para Pemohon tidak dapat menunjukkan kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan, maka kerugian konstitusional yang didalilkan tidak akan terjadi lagi.

Hyper Regulation

Setiadi melanjutkan, pada saat ini terjadi hyper regulation di Indonesia yang menyebabkan peraturan perundang-undangan saling tumpang tindih sehingga tidak menciptakan kepastian hukum. Data Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia per 4 Januari 2022 menyebutkan jumlah peraturan perundang?undangan di Indonesia telah mencapai total 41.086 peraturan perundang?undangan. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 sebagai regulasi pembentukan peraturan perundang?undangan haruslah selaras dengan kebutuhan hukum di masyarakat termasuk mengatasi hyper regulasi tersebut. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 yang sebelumnya telah diubah dengan Undang?Undang Nomor 15 Tahun 2019 dipandang perlu diperbaharui kembali agar tetap relevan di tengah perubahan kebutuhan hukum termasuk mengatasi keadaan hyper regulasi. Urgensi penyempurnaan Undang?Undang 12/2011 juga berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 91/PUU-XVIII/2020 yang mengamanatkan untuk membentuk dasar hukum yang mengakomodasi metode omnibus dan partisipasi masyarakat yang lebih bermakna.

"Dengan demikian, Pemerintah kemudian memandang Perubahan Kedua terhadap Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 menjadi penting dan relevan guna menjawab kebutuhan hukum dan penataan regulasi di Indonesia," jelas Setiadi.

Menurut Pemerintah, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 telah memenuhi ketentuan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 juncto Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 dimana muatan substansi pembentukan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 telah memberikan kepastian hukum sebagai berikut: pengaturan metode omnibus untuk menjamin kepastian hukum; Perbaikan kesalahan teknis nonsubstansial setelah persetujuan bersama antara DPR dan Presiden dalam rapat Paripurna dari sebelum pengesahan dan pengundangan; Memperkuat keterlibatan dan partisipasi masyarakat yang bermakna, meaningful participation, yaitu rights to be heard, rights to be considered, dan rights to be explained; Proses pembentukan peraturan perundang-undangan yang dapat dilakukan secara elektronik; Mengubah sistem pendukung dari peneliti menjadi analis legislatif dan menambah sistem pendukung, yaitu analis hukum yang ruang lingkup tugasnya terkait pembentukan peraturan perundang-undangan; Penyempurnaan teknik penyusunan naskah akademik; Penyempurnaan teknik pembentukan peraturan perundang?undangan, sehingga melalui Undang-Undang 13/2022, Pemerintah melakukan penyempurnaan terhadap Undang-Undang 12/2011 juncto Undang-Undang 15/2019 sebagai bagian dari pelaksanaan atas putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020.

Sebagai tambahan informasi, permohonan Nomor 69/PUU-XX/2022 dalam perkara pengujian formil UU P3 diajukan oleh Partai Buruh yang diwakili Said Iqbal dan Ferri Nuzarli, serta para Pemohon perorangan yaitu, Ramidi, Riden Hatam Aziz, R. Abdullah, Agus Ruli Ardiansyah, Ilhamsyah, Sunandar, Didi Suprijadi, serta Hendrik Hutagalung.

Said Iqbal dalam sidang pemeriksaan pendahuluan yang digelar di MK pada Kamis (14/7/2022) menyebutkan pengesahan UU P3 dapat 'menghidupkan kembali' Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) yang telah diputus cacat formil oleh MK.

"Undang-Undang P3 dalam pandangan kami adalah pintu masuk untuk membahas kembali Undang-Undang Cipta Kerja yang secara keputusan Mahkamah dinyatakan inkonstitusional bersyarat dan cacat formil. Oleh karena itu, kami berkepentingan untuk memastikan Undang-Undang P3 yang akan dijadikan pintu masuk untuk membahas kembali Undang-Undang Cipta Kerja tersebut agar diputuskan oleh Yang Mulia Hakim Mahkamah secara formil maupun materiil dinyatakan tidak berlaku atau tidak sah," tegas Said Iqbal.

Sementara itu, kuasa hukum para Pemohon, Said Salahudin mengatakan bahwa pada pokoknya untuk pengujian formil dalam permohonan para Pemohon telah tegas menyatakan bahwa objectum litis dalam permohonan Pemohon adalah pengujian formil UU P3 terhadap UUD 1945. Pada pokoknya, permohonan diajukan oleh Pemohon masih dalam tenggat waktu 45 hari untuk pengujian formil, UU P3 diundangkan pada tanggal 16 Juni 2022 dan diajukan Pemohon kepada Mahkamah pada 27 Juni 2022 atau artinya masih 12 hari dari 45 hari tenggat waktu. Berdasarkan uraian di atas, maka Mahkamah Konstitusi berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara a quo.

Sedangkan dalam pengujian materiil, kata Said Salahudin, ada tambahan satu norma yaitu Pasal 2 ayat (4) PMK. Pada pokoknya Pemohon tegas menyatakan bahwa objectum litis permohonan Pemohon adalah pengujian materiil Pasal 64 ayat (1b), Pasal 72 ayat (1a), ayat (1b), dan ayat (2), serta Pasal 73 ayat (1), ayat (2) UU P3 yang menurut para Pemohon bertentangan dengan UUD 1945. Untuk itu, dalam petitumnya, Pemohon meminta agar Mahkamah menyatakan Pasal 64 ayat (1b); Pasal 72 ayat (1a), ayat (1b), ayat (2), serta Pasal 73 ayat (1) dan ayat (2) bertentangan dengan UUD 1945.(MK/bh/sya)



 
   Berita Terkait >
 
 
 
ads1

  Berita Utama
Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

 

ads2

  Berita Terkini
 
Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

BNNP Kaltim Gagalkan Peredaran 1,5 Kg Sabu di Samarinda dan Balikpapan

Kasus Korupsi PT BKS, Kejati Kaltim Sita Rp2,5 Milyar dari Tersangka SR

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2