JAKARTA, Berita HUKUM - Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Muhammad Yusuf, mengaku belum menandatangani kesepakatan dengan para penyelenggara pemilu seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait pemeriksaan keuangaan mereka. Itu sebabnya, dia meminta pimpinan dua lembaga itu berinisiatif menyerahkan rekening pribadi.
"PPATK meminta semua pihak berkontribusi positif untuk melaksanakan pemilu yang jurdil. Tidak cuma peserta, tapi penyelenggara pemilu menyerahkan nomor rekeningnya," kata Muhammad Yusuf, dalam konfensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, Jumat 3 Januari 2013.
Yusuf menegaskan bahwa para penyelenggara pemilu perlu memberi contoh yang baik. Namun, berdasarkan catatan PPATK, belum ada dari mereka di seluruh Indonesia yang berinisiatif melaporkan nomor rekeningnya. "Saya menghimbau mereka supaya bisa memberi contoh," ujarnya.
Yusuf melanjutkan bahwa transaksi keuangan jelang pemilu cenderung meningkat. Temuan itu berdasarkan kajian atau riset yang digelar PPATK yaitu pada periode 2004-2005 meningkat 145 persen dan 2008-2009 meningkat 125 persen.
"Ada kausalitas waktu pelaksanaan pemilu dengan transaksi keuangan. Dilihat dari polanya, ada yang menggunakan uang tunai," terangnya, seperti dikutip viva.co.id.
Namun demikian, dia memastikan peningkatan itu tidak termasuk aktivitas para komisioner KPU. Sebab, kajian baru sebatas pada rekening peserta pemilu.
"Saat calon menjadi pimpinan daerah, transaksi meningkat pada saat dia sudah menjabat, sifatnya tunai. Kalau dia legislatif, peningkatan terjadi satu tahun sebelum dan setahun sesudah terpilih," tuturnya.(vvc/bhc/rby) |