JAKARTA-Majelis Ulama Indonesia (MUI) kembali mengeluarkan fatwa. Kali ini, menyangkut usaha bidang Pertambangan. Lembaga tersebut mengharamkan Pertambangan tak ramah lingkungan. Fatwa ini bertujuan, agar tidak ada kerusakan lingkungan dan adanya upaya rehabilitasi terhadap lingkungan.
"Eksplorasi yang berlebihan akan menimbulkan kerusakan. Demi kepentingan pihak tertentu jangan sampai merugikan kepentingan umat," kata Koordinator Ketua MUI Ma'ruf Amin dalam jumpa pers di Hotel Sultan, Jakarta, Rabu (27/7).
Menurut dia, jika alam dirusak dan masyarakat menderita, maka hukumnya akan menjadi haram. Untuk itu, kerusakan-kerusakan harus dicegah dengan peraturan-peraturan. Pasalnya, kerusakan alam yang terjadi ini disebabkan kerusakan moral politik dan etika manusianya.
Dijelaskan, agama Islam mengajarkan manusia mencari solusi terhadap persoalan yang berkembang di kalangan masyarakat. Menghindari kerusakan harus lebih dikedepankan untuk membangun kemaslahatan umat demi kebaikan dan meminimalkan kerusakan. Fatwa ini dapat dijadikan pijakan bagi pemerintah, legislatif dan masyarakat luas dalam mengelola pertambangan sehingga akan berkelanjutan dan demi menjamin keselamatan dan kesejahteraan bersama.
"Fatwa ini bukan pesanan. Ini wujud keprihatinan Ulama pada lingkungan. Fatwa ini berdasar pada verifikasi dan penelitian keadaan lingkungan," kata Ma'ruf Amin yang dalam kesempatan itu menyerahkan buku fatwa MUI mengenai sosialisasi pertambangan ramah lingkungan kepada Meneg Lingkungan Hidup Gusti Muhammad Hatta.(sya/dbs)
Fatwa MUI bernomor 22 Tahun 2011 tentang Pertambangan Ramah Lingkungan yang ditetapkan tertanggal 5 Juni 2011 bertepatan dengan Hari Lingkungan Hidup Sedunia. Fatwa itu berisi antara lain:
1. Pertambangan boleh dilakukan sepanjang untuk kepentingan kemaslahatan umum, tidak mendatangkan kerusakan dan ramah lingkungan.
2. Pelaksanaan pertambangan sebagaimana dimaksud angka 1 harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Harus sesuai dengan perencanaan tata ruang dan mekanisme perizinan yang berkeadilan,
b. Harus dilakukan uji kelayakan yang melibatkan masyarakat pemangku kepentingan,
c. Pelaksanaan harus ramah lingkungan,
d. Tidak menimbulkan kerusakan dan pencemaran lingkungan melalui pengawasan berkelanjutan,
e. Melakukan reklamasi, restorasi dan rehabilitasi pasca pertambangan,
f. Pemanfaaatan hasil tambang harus mendukung ketahanan nasional dan pewujudan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan amanat UUD,
g. Memperhatikan tata guna lahan dan kedaulatan teritorial.
3. Pelaksanaan pertambangan sebagaimana dimaksud angka 1 wajib menghindari kerusakan antara lain,
a. Menimbulkan kerusakan ekosistem darat dan laut,
b. menimbulkan pencemaran air serta rusaknya daur hidrologi,
c. Menyebabkan kepunahan atau terganggunya keanekaragaman hayati yang berada di sekitarnya,
d. Menyebabkan polusi udara dan ikut serta mempercepat pemanasan global,
e. Mendorong proses pemiskinan masyarakat sekitar,
f. Mengancam kesehatan masyarakat.
4. Kegiatan pertambangan yang tidak sesuai dengan persyaratan sebagaimana angka 2 dan 3 serta tidak mendatangkan kesejahteraan bagi masyarakat sekitar hukumnya haram.
5. Dalam hal pertambangan yang menimbulkan dampak buruk sebagaimana angka 3 penambang wajib melakukan perbaikan dalam rangka menjamin kesejahteraan masyarakat dan kelestarian lingkungan hidup.
6. Menaati seluruh peraturan perundang-undangan untuk mewujudkan pertambangan ramah lingkungan hukumnya wajib.
|