Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Peradilan    
Advokat
Aturan Masa Magang Dua Tahun Bagi Calon Advokat Konstitusional
2018-11-28 10:37:09
 

Ilustrasi. Gedung Mahkamah Konstitusi RI Jl. Merdeka Barat No 6 Jakarta Pusat, DKI Jakarta 10110.(Foto: BH /mnd)
 
JAKARTA, Berita HUKUM - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak untuk seluruhnya uji konstitusionalitas batas waktu magang bagi calon advokat. Mahkamah menilai frasa "terus-menerus" dalam Pasal 3 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat) dimaknai pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh selama proses magang, bukan mengenai masa magang seseorang. Demikian Putusan Nomor 79/PUU-XVI/2018 dibacakan oleh Ketua MK Anwar Usman dengan didampingi oleh hakim konstitusi lainnya pada Senin (26/11) di Ruang Sidang Pleno MK.

Sebelumnya, Rido Pradana dan Nurul Fauzi dari Lembaga Bantuan Hukum Gerakan Pemuda Ansor selaku Pemohon mendalilkan bahwa norma Pasal 3 ayat (1) huruf d Undang-Undang Advokat menimbulkan diskriminasi bagi para Pemohon untuk menjadi seorang advokat dan menghambat para Pemohon untuk memiliki kesempatan yang sama untuk bekerja sebagai seorang advokat, sehingga bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 27 ayat (2), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28I ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

Dalam pendapat Mahkamah yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul, Mahkamah mengurai bahwa secara umum dapat disimpulkan bahwa tujuan proses magang untuk membekali pengetahuan dan keterampilan praktik agar calon advokat mampu menjalankan fungsinya memberikan jasa hukum setelah secara resmi mengucapkan sumpah sebagai advokat. Dengan mengikuti magang, lanjutnya, seorang calon advokat akan memahami manajemen advokasi yang dilakukan di kantor hukum dan memahami pula manajemen operasional kantor advokat.

"Oleh karena pentingnya pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh selama proses magang maka wajar apabila hal demikian harus dilakukan secara berkesinambungan. Dalam konteks itulah frasa 'terus-menerus' harus dipahami supaya pengetahuan dan keterampilan yang didapat tidak terputus," ucap Manahan.

Terkait dalil Pemohon yang menyebut pasal tersebut menyebabkan ketidakpastian dan tidak adanya perlindungan hukum bagi calon advokat yang magang apabila dalam masa magang diberhentikan masa magangnya oleh kantor advokat yang bersangkutan sebelum masa dua tahun, Mahkamah berpendapat sesuai dengan Penjelasan Pasal 3 ayat (1) huruf g UU Advokat, magang tidak harus dilakukan pada satu kantor advokat. Mahkamah menekankan pentingnya bahwa magang tersebut dilakukan secara terus-menerus.

Manahan pun memaparkan mengenai kekhawatiran Pemohon berkenaan dengan tidak dihitungnya masa magang yang telah dijalani sebelumnya di suatu kantor advokat jika yang bersangkutan pindah magang ke kantor advokat yang lain, maka jangka waktu yang telah dijalani masih tetap dihitung sepanjang menurut batas penalaran yang wajar tidak menghilangkan prinsip kesinambungan yang bersifat terus-menerus.

Sementara itu, lanjut Manahan, berkaitan dengan adanya komersialisasi, Mahkamah berpendapat, dalil Pemohon tersebut merupakan kecurigaan maupun kekhawatiran Pemohon yang mungkin terjadi di lapangan. Andaikan memang benar terjadi sebagaimana yang Pemohon dalilkan, maka hal tersebut bukanlah merupakan persoalan konstitusionalitas norma melainkan masalah penerapan norma, karena sejatinya UU Advokat dibuat untuk melindungi para Advokat maupun calon Advokat. "Menimbang berdasarkan seluruh pertimbangan di atas, Mahkamah berpendapat bahwa terhadap dalil para Pemohon mengenai pengujian Pasal 3 ayat (1) huruf g UU Advokat adalah tidak beralasan menurut hukum," tandasnya. (Lulu Anjarsari)

Sementara, Sidang perdana pengujian digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (4/10) siang lalu. Permohonan yang teregistrasi dengan nomor ini diajukan oleh

Menurut para Pemohon, beberapa ketentuan dalam UU Nomor 18/2003 berpotensi merugikan hak-hak para Pemohon. "Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 pernah diajukan judicial review kepada Mahkamah Konstitusi. Namun Pemohon menilai terdapat beberapa perbedaan, membuat permohonan yang kami ajukan ini tidak nebis in idem," jelas Nurul Fauzi salah seorang Pemohon.

Nurul menunjukkan Putusan MK Nomor 19/PUU-I/2003 yang menguraikan permohonan Pemohon. Ketika itu Pemohon mendalilkan Pasal 3 ayat (1) huruf d menimbulkan diskriminasi bagi para lulusan sarjana hukum berusia 21 atau 22 tahun, sehingga bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) juncto Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

"Permohonan kedua, terhadap Undang-Undang Advokat pada 2015, kemudian dikeluarkan Putusan Nomor 84/PUU-VIII/2015. Pemohon saat itu mendalilkan norma Pasal 3 ayat (1) huruf d Undang-Undang Advokat menimbulkan diskriminasi dan ketidakpastian karena tidak terdapat syarat maksimal untuk menjadi seorang advokat." ungkap Nurul kepada Panel Hakim yang dipimpin Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih.

Para Pemohon mendalilkan bahwa norma Pasal 3 ayat (1) huruf d Undang-Undang Advokat menimbulkan diskriminasi bagi para Pemohon untuk menjadi seorang advokat dan menghambat para Pemohon untuk memiliki kesempatan yang sama untuk bekerja sebagai seorang advokat, sehingga bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 27 ayat (2), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28I ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

Selain itu, para Pemohon mendalilkan norma Pasal 3 ayat (1) huruf g Undang-Undang Advokat telah menimbulkan ketidakpastian bagi para Pemohon menjadi seorang advokat, sehingga bertentangan dengan Pasal 28D ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

Sementara itu, Rido Pradana menyampaikan bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 1 dan angka 2 Undang-Undang Advokat dapat disimpulkan advokat adalah salah satu jenis profesi. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan, keahlian, keterampilan, kejuruan, dan sebagainya tertentu. Selain itu advokat juga merupakan profesi luhur yang menuntut nilai moral dari pelakunya, yaitu: a. Berani berbuat dengan tekad untuk bertindak sesuai dengan tuntutan profesi; b. Sadar akan kewajibannya; c. Lalu, memiliki idealisme yang tinggi.

Dikatakan Rido, sebagai profesi hukum, pembatasan umur bukanlah hal mutlak bagi seorang advokat. Adanya ketentuan Pasal 3 ayat (1) huruf d Undang-Undang Advokat yang membatasi umur untuk menjadi advokat harus sekurang-kurangnya berumur 25 tahun, menyebabkan terhambatnya setiap warga negara untuk menjadi advokat yang seharusnya tidak didasarkan atas batasan umur, tetapi didasarkan atas pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman di bidang hukum, sehingga batasan umur minimal tidak relevan lagi bagi profesi advokat karena parameter profesi advokat tidak berdasarkan umur.

Kedudukan Hukum

Terhadap dalil-dalil Pemohon, Hakim Konstitusi Suhartoyo meminta para Pemohon untuk memperbaiki kedudukan hukum. Ia mempertanyakan kerugian konstitusional yang dialami. "Kalau Anda sekarang berusia 23 tahun ditambah magang dua tahun sudah 25 tahun. Ada tidak kerugian konstitusional Anda? Kalau Anda ketika berumur 20 tahun sudah lulus S1, kemudian mau jadi advokat syaratnya harus 25 tahun, sudah magang dua tahun. Masih ada sisa dua tahun, menganggur. Kerugian konstitusional Anda ada. Sekarang sebenarnya Anda mempersoalkan apa?" ucap Suhartoyo.

Sedangkan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menegaskan bahwa Putusan MK itu sebetulnya sudah komprehensif. "Menyatakan bahwa di situ ada persoalan kematangan emosional, ya kan? Kedewasaan itu mengukurnya. Baik kemudian dari sisi akademiknya, dan sebagainya. Karena apa? Tadi sudah disampaikan bahwa seorang advokat itu dia tidak kerja sendirian di tempat yang sepi. Berhadapan kemudian dengan penegak hukum dalam satu proses integrated criminal justice system. Itu harus dipikirkan nanti," kata Enny.(NanoTresnaArfana/LA/MK/bh/sya)



 
   Berita Terkait > Advokat
 
  KIN-RI Melaporkan ke Polisi Oknum Mengaku Advokat yang Diduga Tidak Memiliki Legalitas
  Memakai Toga dan Duduk di Kantin PN Samarinda, Kamto Mengaku sebagai Pengacara
  Aturan Syarat Kewajiban Magang Bagi Calon Advokat Konstitusional
  Advokat Sujiono & Associates Resmikan Kantor Baru di Komplek Ruko Citra Town Samarinda
  VP KAI Henry Indraguna 'Tuding' Pasal 282 RUU KUHP, Melecehkan Advokat
 
ads1

  Berita Utama
Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

 

ads2

  Berita Terkini
 
Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

BNNP Kaltim Gagalkan Peredaran 1,5 Kg Sabu di Samarinda dan Balikpapan

Kasus Korupsi PT BKS, Kejati Kaltim Sita Rp2,5 Milyar dari Tersangka SR

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2