JAKARTA, Berita HUKUM - Sidang lanjutan pengujian norma UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah kembali dibuka pada Senin siang (22/7), beragendakan perbaikan permohonan yang telah dimasukkan oleh Para Pemohon langsung melalui Kepaniteraan MK. Gugatan ini dimasukkan oleh sejumlah praktisi hukum dan aktivis, di antaranya Ketua Badan Pengurus Setara Institute Hendardi, mantan anggota KPU Mulyana Wirakusuma, dan Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S. Pane.
Kuasa hukum para Pemohon, Arief Effendi menegaskan, tidak ada perubahan substansi pada permohonan yang diajukan. “Kami hanya memasukkan perubahan kata perkata yang salah saja,” ujar Arif dengan didampingi tim kuasa hukum lainnya. Pada pokoknya, pihaknya berketetapan agar MK menyatakan ketentuan diskriminatif yang terkandung dalam UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah tidak memiliki kekuatan hukum memikat.
Dalam gugatannya, Para Pemohon memprotes dikenakannya pajak ganda pada rokok, sehingga harga jual rokok melambung tinggi. Ditemui Media MK usai persidangan, Arif mengatakan, rokok telah dikenakan 2 kali pungutan yang sangat memberatkan, bahkan cukai rokok bisa mencapai 275%.
“Rokok telah dikenai biaya cukai dan pungutan ini masih ditambah dengan pengenaan pajak. Hal ini jelas menimbulkan diskriminasi karena pada produk lain tidak dikenakan pengenaan pajak ganda. Karena itu kami meminta MK membatalkan ketentuan yang telah kami sebutkan agar tercipta kepastian hukum,” urainya. Tumpang tindihnya pemungutan pajak atas rokok berpotensi membuka peluang penyalahgunaan wewenang sehingga hal ini bertentangan dengan konstitusi.(jle/mk/bhc/opn) |