JAKARTA, Berita HUKUM - Undang-undang sudah mendelegasikan pengaturan organisasi advokat melalui anggaran dasar. Hal ini termasuk dalam pemilihan pengurus dan/atau ketua. Untuk itu, penyelesaian permasalahan pemilihan ketua umum Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) telah diatur dalam anggaran dasar, sehingga tidak perlu diuji di Mahkamah Konstitusi (MK). Hal ini disampaikan oleh Muhammad Arif Setiawan sebagai ahli yang dihadirkan Peradi dalam sidang uji materiil Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Advokat (UU Advokat) yang digelar oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (1/7), di Ruang Sidang Pleno MK. Perkara No. 32/PUU-XIII/2015 ini dimohonkan oleh Ikhwan Fahrojih dkk, para advokat yang merasa dirugikan dengan berlakunya ketentuan Pasal 28 ayat (1) dan ayat (2) UU Advokat.
Dalam keterangannya, Arif juga mengungkapkan pasal yang diuji oleh Pemohon tidak akan menghalangi hak Pemohon untuk dipilih menjadi ketua umum. Ketentuan tersebut justru memungkinkan terpenuhinya hak Pemohon.
“Perhimpunan Advokat Indonesia dalam pengamatan Ahli, tidak pernah sekalipun menghalangi atau melarang Para Pemohon untuk memilih dan/atau dipilih sebagai Ketua Umum DPN Peradi sepanjang hal tersebut sesuai atau tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 28 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Advokat dan anggaran dasar Peradi. Justru, melalui anggaran dasar itulah hak Para Pemohon nantinya akan terpenuhi,” jelasnya di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin oleh Wakil Ketua MK Anwar Usman.
Untuk itu, menurutnya, Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Advokat tersebut tidak perlu ditafsirkan lagi karena bagian yang dianggap tidak jelas dari pasal itu, sebenarnya hanya menyangkut pengertian mengenai organisasi advokat. Melalui kutipan beberapa putusan MK, maka sudah diperjelas bahwa yang dimaksud organisasi advokat adalah Peradi. “Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Advokat tersebut tidak perlu dikaitkan dengan tata cara pemilihan pengurus pusatnya, karena norma yang dimaksud diatur dan ditentukan dalam Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Advokat,” terang Arif, Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia.
Dalam kesempatan itu, Peradi juga menghadirkan dua orang saksi yakni Shalih Mangara Sitompul dan Thomas E. Tampubolon. Kedua saksi pernah menyaksikan Musyawarah Nasional Pemilihan Ketua Umum Peradi. Pada kesempatan itu, Thomas sebagai salah satu saksi mengungkapkan masalah yang dipersoalkan Pemohon bukanlah masalah yang seharusnya diselesaikan melalui MK. Hal ini karena one man one vote bukanlah objek atau kewenangan MK untuk mengadili.
“Karena pengujian konstitusionalitas tidak mengenai konstitusionalitas. Pengujian terhadap konstitusionalitas undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945 tetapi masalah one man one vote itu jelas diatur di dalam anggaran dasar organisasi dalam hal ini Peradi. Dan masalah one man one vote itu sepenuhnya diserahkan kepada organisasi dalam hal ini Peradi,” paparnya.
Dalam permohonannya, para Pemohon mendalilkan saat ini terdapat dua organisasi advokat yang mengaku sebagai satu-satunya organisasi advokat berdasarkan UU Advokat yaitu PERADI dan Kongres Advokat Indonesia (KAI). Padahal UU Advokat hanya mengamanatkan pembentukan satu-satunya organisasi untuk advokat di Indonesia. Hal ini terjadi karena ketidakpuasan dari sebagian anggota profesi advokat atas proses pemilihan pengurus pusat PERADI yang dilaksanakan tanpa proses yang terbuka dan demokratis, dengan memberikan hak suara yang sama bagi setiap anggota profesi advokat dalam memilih pengurus pusat PERADI.
Menurut Pemohon, sebenarnya dapat dimaklumi apabila proses pemilihan pengurus pada periode awal (2005-2010) dilakukan melalui penunjukkan oleh delapan organisasi advokat yang ada sebelumnya, yaitu Ikadin, AAI, Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI), Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), dan Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM). Oleh karena batas waktu yang diberikan oleh Undang-Undang Advokat dalam membentuk organisasi advokat cukup singkat yaitu dua tahun sejak pengesahan UU Advokat. Namun seharusnya, tidak terjadi untuk proses pemilihan pengurus PERADI periode selanjutnya, dimana telah tersedia banyak waktu untuk mempersiapakan proses pemilihan one man one vote. Sidang berikutnya mengagendakan mendengar keterangan ahli dan saksi dari Pemohon yang akan digelar para 1 Juli mendatang.(LuluAnjarsari/mk/bh/sya) |