Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Politik    
Bus Transjakarta
Abaikan Korupsi BusWay, Ketua KPK Dianggap Lindungi Jokowi
Thursday 15 May 2014 20:57:11
 

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Dr. Abraham Samad, S.H., M.H.,(Foto: BH/din)
 
JAKARTA, Berita HUKUM - Guru Besar ilmu politik dari Universitas Indonesia, Muhammad Budyatna mengatakan praktek korupsi akan tetap berjalan meskipun Indonesia memiliki 10 institusi pemberantasan korupsi.

Pernyataan Muhammad Buyatna ini untuk menanggapi pertemuan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan calon presiden dari PDIP Joko Widodo. Menurutnya, Indonesia sulit bebas dari korupsi jika pimpinan lembaga antikorupsi ikut bermain politik.

"Andai ada sepuluh lembaga pemberantasan korupsi di negeri ini dan para pimpinannya ikut bermain politik, maka praktek korupsi akan tetap mendera bangsa ini," kata Muhammad Budyatna, saat dihubungi wartawan, Rabu (14/5).

Menurut Budyatna, indikasi bahwa pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi ikut bermain politik terlihat dari penangangan korupsi yang masih diwarnai dengan intrik politik sehingga kasus korupsi besar dikecilkan sementara kasus korupsi kecil, dibesar-besarkan.

Ia kemudian mencotohkan kasus korupsi Hambalang yang melibatkan Anas Urbaningrum. Meski sudah ratusan saksi dipanggil tapi tak kunjung tuntas.

Sementara kasus korupsi busway yang nilainya triliunan rupiah, KPK tidak pegang dan justru diserahkan kepada Kejagung. Lalu, kata dia, kasus e-KTP yang menyebut nama para petinggi Partai Golkar juga tidak jelas.

"Kasus Century pun sama saja. Sementara kasus kecil macam korupsi sapi oleh PKS atau yang terakhir yang menimpa Bupati Bogor Rahmat Yasin yang nilainya hanya Rp 1,5 miliar dibesar-besarkan," ungkap Buyatna di Jakarta, Rabu (14/5).

Lebih lanjut, Budyatna menilai para pimpinan KPK juga memiliki syahwat politik sehingga penangangan korupsi diwarnai oleh kepentingan politik para pimpinan KPK itu sendiri.

"Contohnya, wacana Ketua KPK Abraham Samad yang mau dijadikan wapres Jokowi yang tidak pernah dibantah oleh KPK ataupun Samad. Padahal kasus korupsi Busway seharusnya ditangani KPK dan KPK minimal harus memanggil Jokowi sebagai Gubernur. Ini kan aneh, terkesan Samad ingin melindungi Jokowi sebagai capres dan Samad mau jadi wapresnya," tegasnya.(fas/jpnn/bhc/sya)



 
   Berita Terkait > Bus Transjakarta
 
  Kasus Kecelakaan Bus Transjakarta di Halte Cawang-Ciliwung di SP3, Tersangka Meninggal Dunia
  PT Transjakarta Sediakan Takjil Gratis Saat Berbuka Puasa
  Seluruh Halte Transjakarta Tersedia WIFI Berkecepatan Tinggi Tanpa Bayar
  Mantan Dirut Transjakarta Donny Andy Saragih Akan Dicekal ke Luar Negeri
  Mulai Februari Pengguna Layanan Transjakarta Wajib Tap In Tap Out
 
ads1

  Berita Utama
Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

 

ads2

  Berita Terkini
 
Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

BNNP Kaltim Gagalkan Peredaran 1,5 Kg Sabu di Samarinda dan Balikpapan

Kasus Korupsi PT BKS, Kejati Kaltim Sita Rp2,5 Milyar dari Tersangka SR

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2