Oleh: Arrista Trimaya, S.H., M.H.
BENCANA KEBAKARAN dan kabut asap yang melanda beberapa wilayah di Sumatera dan Kalimantan belum juga dapat dipadamkan hingga saat ini. Asap pekat masih terjadi di sebagian wilayah Provinsi Riau dan Provinsi Sumatera Selatan, serta beberapa wilayah di Kalimantan. Masyarakat sangat menyayangkan penanganan bencana kebakaran dan kabut asap yang lambat.
Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dinilai gagal mengantisipasi kabut asap karena kebakaran hutan dan lahan pada satu tahun kepemimpinannya. Jika benar-benar memperhitungkan dampaknya, mitigasi seharusnya dapat dilakukan sejak dini.(http://nasional.kompas.com/read/2015/10/20/08350891/Pemerintahan.Jokowi-JK.Dinilai.Kecolongan.soal.Kabut.Asap).
Akibatnya banyak penduduk yang menderita berbagai penyakit akibat terpapar kabut asap, misalnya: diare, pneumomia atau radang paru–paru, dan yang terbanyak adalah Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA).
Menteri Kesehatan Nila F Moeloek memerinci jumlah kasus ISPA secara kumulatif sejak 29 Juni sampai dengan 5 Oktober 2015 di 6 (enam) provinsi, tercatat di Riau 24.668 kasus, Jambi 69.734 kasus, Sumatera Selatan 83.276 kasus, Kalimantan Barat 43.477 kasus, Kalimantan Selatan 29.104 kasus, dan Kalimantan Tengah 36.101 kasus. Menkes menambahkan, Status Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) di Palangkaraya dan Palembang dalam kondisi berbahaya, yakni mencapai 442 dan 636. Hanya Jambi yang berstatus baik dengan angka indeks 30, Pekanbaru dan Medan pada posisi tidak sehat, serta Pontianak dan samarinda yang berstatus sedang. (Media Indonesia, Jumat, 9 Oktober 2015).
Definisi ISPA dan Cara Penularannya
ISPA merupakan singkatan dari infeksi saluran pernapasan akut yang diadopsi dari Acute Respiratory Infection (ARI). Istilah ISPA mengandung tiga unsur yaitu infeksi, saluran pernapasan, dan akut. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme kedalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
Adapun saluran pernapasan adalah organ dimulai dari hidung sampai alveoli beserta organ adneksa seperti sinus-sinus, rongga telinga, dan pleura. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 (empat belas) hari. Batas 14 (empat belas) hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 (empat belas) hari.
Penyebab ISPA terdiri dari 300 (tiga ratus) jenis bakteri, virus, dan rikcetsia. Penularannya melalui kontak langsung dengan penderita atau melalui udara pernapasan. Gejala umumnya adalah batuk, kesulitan bernafas, sakit tenggorokan, pilek, sakit telinga, dan demam (Depkes RI, 2006). Salah satu faktor yang mempengaruhi ISPA adalah defisiensi Vitamin A. (http://www.academia.edu/5113721/ISPA)
ISPA yang terjadi akibat kebakaran hutan dan kabut asap dapat dikategorikan sebagai wabah penyakit menular. Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, menyatakan bahwa Wabah Penyakit Menular (wabah) adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi daripada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka.
Lebih lanjut pengaturan khusus tentang pemberantasan penyakit menular dan tidak menular juga diatur dalam Bab X Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Untuk penyakit menular dirumuskan pada bagian pertama Pasal 152 s/d Pasal 157, yang memuat beberapa terminologi yakni: wabah; letusan; dan KLB. Sedangkan ketentuan pada bagian kedua mengatur tentang penyakit tidak menular, dan tidak merumuskannya sebagai wabah.
Secara umum, wabah disebabkan oleh toksin (kimia dan biologi), dan Infeksi (virus, bakteri, protozoa dan cacing). Perubahan iklim juga turut memberikan andil dalam memicu terjangkitnya sejumlah penyakit. Peru¬bahan cuaca akan menyebabkan diare, Infeksi Sa¬luran Pernapasan Akut (ISPA), malaria, Demam Berdarah De¬ngue (DBD), dan leptospirosis. Menurut Laporan Kajian Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Tahun 2006 mengenai Kebijakan Penanggulangan (Wabah Penyakit Menular (Studi Kasus DBD) menyebutkan bahwa pola penyakit yang diderita oleh masyarakat sebagian besar adalah penyakit infeksi menular seperti tuberkulosis paru, Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), malaria, diare, polio dan penyakit kulit.
Upaya Penanggulangan
Upaya pencegahan, penanggulangan, dan pemberantasan/ penanganan wabah sudah dilakukan sejak lama, terutama dengan diundangkannya Undang-Undang Wabah Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, namun ternyata pengaturan tersebut belum memadai. Perkembangan jenis-jenis penyakit dan media penularan penyakit, perubahan pola dan perilaku sosial masyarakat, serta rendahnya partisipasi masyarakat dan berbagai aspek sosial masyarakat merupakan faktor sosial lain yang turut mempengaruhi keberhasilan dalam upaya penanggulangan wabah.
Lebih lanjut upaya penanggulangan penyakit menular dan tidak menular juga sudah diatur dalam Pasal 152 dan Pasal 156 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 152
(1) Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat bertanggung jawab melakukan upaya pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan penyakit menular serta akibat yang ditimbulkannya.
(2) Upaya pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan penyakit menular sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk melindungi masyarakat dari tertularnya penyakit, menurunkan jumlah yang sakit, cacat dan/atau meninggal dunia, serta untuk mengurangi dampak sosial dan ekonomi akibat penyakit menular.
(3) Upaya pencegahan, pengendalian, dan penanganan penyakit menular sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui kegiatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif bagi individu atau masyarakat.
(4) Pengendalian sumber penyakit menular sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan terhadap lingkungan dan/atau orang dan sumber penularan lainnya.
(5) Upaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan harus berbasis wilayah.
(6) Pelaksanaan upaya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan melalui lintas sector.
(7) Dalam melaksanakan upaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah dapat melakukan kerjasama dengan Negara lain.
(8) Upaya pencegahan pengendalian, dan pemberantasan penyakit menular sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 156
(1) Dalam melaksanakan upaya pencegahan, pengendalian, & pemberantasan penyakit menular sebagaimana dimaksud dlm Pasal 154 ayat (1), Pemerintah dapat menyatakan wilayah dalam keadaan wabah, letusan, atau kejadian luar biasa (KLB).
(2) Penentuan wilayah dlm keadaan wabah, letusan, atau KLB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan berdasarkan hasil penelitian yg diakui keakuratannya.
(3) Pemerintah,Pemda, & masyarakat melakukan upaya penanggulangan keadaan wabah, letusan, atau KLB sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Penentuan wilayah dlm keadaan wabah, letusan, atau KLB & upaya penanggulangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3), dilaksanakan sesuai dg ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan ketentuan tersebut, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat bertanggung jawab melakukan upaya penanggulangan ISPA yang terjadi akibat kebakaran hutan dan kabut asap. Cara penanggulangan meliputi pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan ISPA serta akibat yang ditimbulkannya. Tujuannya adalah untuk melindungi masyarakat yang terpapar kabut asap dari tertularnya penyakit ISPA, menurunkan jumlah penderita yang sudah terkena ISPA, dan/atau meninggal dunia, serta untuk mengurangi dampak sosial dan ekonomi akibat ISPA.
Ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular sudah mengatur langkah-langkah strategis yang dilakukan oleh Pemerintah, yakni penetapan wabah dapat ditentukan apabila ditemukan suatu penyakit yang menimbulkan wabah walaupun penyakit tersebut belum menjalar dan belum menimbulkan malapetaka yang besar dalam masyarakat. Suatu penyakit yang dapat menimbulkan wabah itu adalah penyakit menular pada manusia. Pemerintah harus segera menetapkan daerah yang terpapar kabut asap menjadi daerah wabah dan menetapkannya sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB).
Koordinasi Antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota
Dalam upaya penanggulangan penyakit ISPA yang terjadi akibat kebakaran hutan dan kabut asap, masalah koordinasi antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang terpapar asap masih harus segera diselesaikan. Oleh karena itu dibutuhkan suatu landasan yang jelas bagi kebijakan operasional tentang kewenangan dan tanggung jawab masing-masing pihak. Pembagian kewenangan dan tanggung jawab ini harus memperhatikan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Masalah koordinasi antar-instansi di tingkat pusat pun tak kalah pentingnya untuk segera dituntaskan mengingat ISPA yang terjadi akibat kebakaran hutan dan kabut asap merupakan persoalan multidimensional, yang memerlukan penanganan secara terkoordinasi dan integral.
Dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, maka bidang kesehatan menjadi urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota, berkaitan dengan pelayanan dasar. Oleh karena itu, pengaturan terhadap tugas dan tanggung jawab antara Pemerintah, Pemerintah Daerah, serta masyarakat dalam penanggulangan ISPA yang terjadi akibat kebakaran hutan dan kabut asap perlu menyesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tersebut.
Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota juga harus secara tegas membuat kategori skala kejadian wabah, apakah wabah skala lokal (kabupaten/Kota), wilayah (Provinsi) dan skala nasional. Perlu juga dilakukan pengaturan yang memberikan peluang bagi daerah untuk menetapkan kejadian wabah sejalan dengan desentralisasi penyelenggaraan pemerintahan. Dengan demikian diharapkan penanganan wabah dan masalah yang timbul akibat kejadian wabah dapat ditangggulangi secara dini. Demikian pula apabila terjadi pandemi, negara dapat segera mengambil keputusan untuk menjalin kerjasama atau jejaring kerja dengan negara lain dalam konteks bilateral maupun multilateral.
Solusi Yang Diharapkan
Dengan masih bertambahnya penderita ISPA yang terjadi akibat kebakaran hutan dan kabut asap yang melanda beberapa daerah di Sumatera dan Kalimantan, Pemerintah harus segera mengambil tindakan tegas dengan menetapkan status daerah tersebut benjadi daerah wabah atau bukan. Hal ini ditujukan agar dengan adanya kejelasan status daerah dan penetapan wabah, maka upaya penanggulangan akan lebih terarah, cepat dan tepat, efektif, dan efisien.
Ketentuan tersebut sejalan dengan pengaturan dalam Pasal 32 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana bahwa dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, Pemerintah dapat menetapkan daerah rawan bencana, terutama menjadi daerah terlarang untuk ditempati. Dalam hal ini bencana yang dimaksud adalah bencana nonalam, yaitu bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit (Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 2007 tentang Penanggulangan Bencana).
Mengingat situasi wabah adalah “kondisi khusus”, maka pengelolaannya dapat dilakukan dengan cara rutin namun memerlukan penanganan khusus seperti penyusunan perencanaan kontigensi, penanganan emergensi, pembentukan tim gerak cepat, kepastian pembiayaan secara khusus, dan dukungan akselerasi surveilans kesehatan guna mencegah perluasan wilayah dan dampak akibat wabah (dalam hal ini ISPA).
Tindakan antisipasi yang memperhitungkan “gejala” kemungkinan kejadian wabah, baik melalui sistem kewaspadaan dini, evaluasi, maupun pengawasan dan pengendalian pasca kejadian wabah, juga harus diperhitungkan dalam upaya penanggulangan ISPA akibat bencana kebakaran hutan dan kabut asap.(at/bh/sya)
Penulis adalah Perancang Peraturan Perundang-Undangan Bidang Kesra, Pusat Perancangan Undang-Undang, Badan Keahlian DPR RI |