JAKARTA, Berita HUKUM - Gugatan pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra, terhadap uji materi Undang - Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang di ajukannya ditolak Mahkamah Konstitusi.
Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji materi UU Pilpres yang diajukan Yusril Ihza Mahendra. Dengan demikian, ambang batas pencapresan atau Presidential Threshold (PT) tetap 20 persen kursi DPR atau 25 persen hasil suara pemilih Nasional.
"Mahkamah memutuskan permohonan pemohon untuk menafsirkan pasal 4 ayat 1 dan pasal 7c dikaitkan dengan pasal 22e ayat 1, ayat 2, dan ayat 3, dan penafsiran pasal 6a ayat 2 UU UUD 1945 tidak dapat diterima," kata Ketua MK Hamdan Zoelva membacakan putusan di Gedung MK, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta, Kamis (20/3).
Seperti diketahui Yusril berharap MK membatalkan Presidential Threshold (PT) yang diatur di UU Pilpres, yang menurutnya bertentangan dengan UUD 1945. Namun keinginan Yusril ini kandas.
"Menolak permohonan pemohon untuk selain dan selebihnya," ujar Hakim Ketua MK.
Sedangkan mantan Menteri Kehakiman dan HAM ini, tidak dapat menutupi raut kekecewaanya terhadap putusan MK ini. Bahkan menurut dia pasca putusan hari ini, MK layak untuk dibubarkan. Yusril menganggap MK tidak mampu menafsirkan perkara putusan.
Seharusnya, sebagai lembaga penafsir segala putusan, MK bisa memutuskan uji materi Pasal 3 ayat (5), Pasal 9, Pasal 14 ayat (2) dan Pasal 112 UU Pilpres terhadap Pasal 4 ayat (1), Pasal 6A ayat (2), Pasal 7C, Pasal 22E ayat (1) ayat (2) ayat (3) UUD 1945. Poin penting yang diprioritaskan Yusril adalah keterkaitan antara Pasal 6A (2) dengan Pasal 22E.
Dia meminta MK mengabulkan permohonannya agar pencalonan presiden dan wakil presiden dapat diajukan setiap partai sebelum pemilihan umum legislatif.
Acuannya menurut Yusril karena terdapat dalam Pasal 6A UUD 1945 yang menyebut pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan partai politik, atau gabungan parpol peserta pemilu, sebelum pelaksanaan pemilu.
"Kalau tidak bisa menafsirkan putusan konstitusi, MK bubarkan saja. Buat apa ada MK kalau tidak berwenang menafsirkan keputusan. Ini ganjil kan," tegas Yusril.(bhc/dtk/bar) |