Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Peradilan    
UU MD3
Turut Menyetujui, Permohonan Pengujian UU MD3 Anggota F-Hanura dan F-PKB Tidak Dapat Diterima
Friday 23 Jan 2015 06:27:19
 

Ilustrasi. Gedung Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, di Jl. Merdeka Barat no 6 Jakarta Pusat, DKI Jakarta 10110‎.(Foto: BH/mnd)
 
JAKARTA, Berita HUKUM - Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan permohonan dua orang anggota DPRD Provinsi NTT, yaitu Jimmy Willbaldus Sianto (Partai Hanura) dan Yucundianus Lepa (PKB) tidak dapat diterima. Sebab, Mahkamah menilai keduanya tidak memiliki legal standing untuk mengajukan pengujian terhadap ketentuan pengisian pimpinan DPRD. Mahkamah juga menjelaskan permohonan tersebut tidak dapat diterima dengan mempertimbangkan etika politik mengingat UU MD3 juga disahkan atas persetujuan PKB dan Partai Hanura. Sidang pengucapan putusan perkara No. 123/PUU-XII/2014 ini digelar Kamis (22/1) di Ruang Sidang Pleno MK.

Pada sidang pendahuluan yang digelar 19 November 2014 lalu, Pemohon menyampaikan bahwa Pasal 327 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3) telah melanggar hak konstitusional mereka. Pasal a quo mengatur bahwa pimpinan DPRD berasal dari partai politik berdasarkan urutan perolehan kursi terbanyak. Sedangkan untuk kursi ketua DPRD provinsi dipilih dari partai politik yang memperoleh kursi terbanyak pertama di DPRD provinsi.

Menurut Pemohon, ketentuan tersebut tidak sejalan dengan mekanisme pemilihan pimpinan maupun ketua anggota dewan di tingkat pusat (DPR RI) yang menggunakan sistem paket. Selain itu, ketentuan dimaksud dianggap tidak mengakomodasi kepentingan hukum mereka. Akibat ketentuan tersebut, Pemohon yang merupakan anggota DPRD Provinsi NTT menjadi kehilangan kesempatan untuk ikut dalam proses pemilihan alat kelengkapan DPR. Menurut Pemohon adanya perbedaan mekanisme pengisian alat kelengkapan di DPRD dengan DPR juga telah menimbulkan ketidakpastian hukum serta mencederai demokrasi.

Namun, lewat putusannya, Mahkamah menyatakan tidak mempertimbangkan lagi dalil Pemohon. Sebab, Pemohon tidak memiliki legal standing untuk mengajukan permohonan ini. Dengan kata lain, Mahkamah menilai Pemohon tidak memiliki kerugian konstitusional, termasuk kerugian potensial akibat diberlakukannya ketentuan ini. Hal tersebut diatur dengan jelas lewat Pasal 51 UU MK beserta penjelasannya.

Sebelum membuktikan dalilnya, Pemohon seharusnya menjelaskan dan membuktikan terlebih dulu kedudukan Pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) UU MK beserta kerugian konstitusional yang diakibatkan berlakunya ketentuan yang diujikan. Khusus untuk kerugian konstitusional, lewat putusan MK No. 006/PUU-III/2005 dan Putusan MK No. 11/PUU-V/2007, Mahkamah menyatakan kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) UU MK harus memenuhi lima syarat.

Lima syarat dimaksud yaitu sebagai berikut. Pertama, adanya hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon yang diberikan oleh UUD 1945. Kedua, hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut oleh Pemohon dianggap dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian. Ketiga, kerugian konstitusional tersebut harus bersifat spesifik (khusus) dan aktual atau setidak-tidaknya potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi. Keempat, adanya hubungan sebab-akibat (causal verband) antara kerugian dimaksud dan berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian. Kelima, adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka kerugian konstitusional seperti yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi.

Etika Politik

Seperti diketahui, Pemohon merupakan anggota DPRD Provinsi NTT. Jimmy Willbaldus Sianto berasal dari Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura). Sedangkan Yucundianus berasal dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Pada putusan MK No. 51-52-59/PUU-VI/2008, Mahkamah pernah mempertimbangkan soal etika politik.

Ketika itu salah satu Pemohon perkara yang diputus pada 18 Februari 2009 tersebut berasal dari Partai Bulan Bintang (PBB). Mahkamah menilai tindakan kader PBB tersebut tidak etis, karena PBB telah menyetujui pengesahan UU yang digugat kala itu. Berpijak dari putusan kala itu, Mahkamah sejak saat itu menyatakan untuk masa-masa yang akan datang bagi partai politik dan/atau anggota DPR yang sudah ambil bagian dan turut serta dalam pembahasan dan pengambilan keputusan secara institusional atas suatu undang-undang yang dimohonkan pengujian akan dinyatakan tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) melalui pengaturan dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi.

Hal serupa hadir dirasakan oleh Pemohon Perkara No. 123/PUU-XII/2014 yang berasal dari Partai Hanura dan PKB. Kedua partai tersebut lewat fraksinya telah ambil bagian dan turut serta melakukan pembahasan dan pengambilan keputusan atas UU 17/2014 sehingga patut dinyatakan tidak memiliki legal standing.

“Konklusi. Berdasarkan penilaian atas fakta dan hukum sebagaimana diuraikan di atas, Mahkamah berkesimpulan Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo, Para Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan a quo, pokok permohonan tidak dipertimbangkan,” ujar Ketua MK, Arief Hidayat.

“Amar Putusan. Mengadili, menyatakan permohonan para Pemohon tidak dapat diterima,” lanjut Arief mengakhiri pengucapan putusan tersebut dengan didampingi delapan Hakim Konstitusi lainnya.(YustiNurulAgustin/mk/bhc/sya)



 
   Berita Terkait > UU MD3
 
  Pelantikan PAW Dirut TVRI Dinilai Melanggar UU MD3
  DPR dan Pemerintah Sepakat Revisi UU MD3
  Ketua DPR Hormati Keputusan MK Terhadap UU MD3
  UU MD3 Berlaku, Ketua DPR Jamin Tak Akan Kriminalisasi Pengkritik DPR
  Jokowi Mengundang 4 Pakar Hukum Minta Pendapat UU MD3 dan RKUHP
 
ads1

  Berita Utama
Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

 

ads2

  Berita Terkini
 
Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

BNNP Kaltim Gagalkan Peredaran 1,5 Kg Sabu di Samarinda dan Balikpapan

Kasus Korupsi PT BKS, Kejati Kaltim Sita Rp2,5 Milyar dari Tersangka SR

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2