JAKARTA (BeritaHUKUM.com) - Sidang lanjutan perkara gugatan perbuatan melawan hukum antara PT Hendratna Plywood dengan PT Bank Permata kembali digelar Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis, (5/7).
Sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim, Antonius Widyatono, kali ini mengagendakan keterangan dari Saksi Ahli yang diajukan oleh Kuasa Hukum pihak Penggugat.
Yaitu, Profesor bidang investasi, Pasar modal, Keuangan dan Bank Adler Haymans Manurung. Dalam keteranganya, Haymans menyebutkan salah satu faktor yang membuat penurunan penilaian aset adalah penyusutan atas aset yang dinilai.
Tetapi, penyusutan tersebut akan dapat dikonpensasikan dengan nilai kenaikan aset lain seperti tanah. Lebih lanjut Saksi Ahli menguraikan, mengenai penilaian aset yang berupa tanah, nilai tanah akan berubah disebabkan perkembangan pembangunan di daerah tersebut dan juga NJOP yang berubah.
“jadi, harga tanah sangat dimungkinkan harganya tidak akan turun selama dua tahun, harga akan naik, ataupun harganya tetap. Harga tanah akan turun jika ada unsur-unsur tertentu. Seperti, kota wilayah itu yang tadinya ramai menjadi kota mati atau adanya bencana alam,” ujarnya.
Lebih lanjut, Haymans menjelaskan, dalam hal ini seorang appraisal (penilai aset.red) harus mengunakan pendekatan terhadap harga pasar. Karena hal itu, sudah dilakukan oleh appraisal yang lalu.
"Jika pihak debitor, mengunakan appraisal yang berbeda antara tahun 2008 dengan 2010, appraisal pada tahun 2010 harus mengunakan pendekatan yang sama," imbuhnya.
Sebelumnya, Kuasa Hukum tergugat, Hakim Torong, mengatakan, ada itikad tidak baik pada proses pelelangan aset, dimana terjadi penurunan nilai hingga 75% dari tahun 2008 ke tahun 2010.
Hal itu, dinilai Hakim Torang sangat merugikan klienya dan dianggap tidak fair. “Jadi yang paling krusial itu, perbedaan harga sama proses lelangnya,” ungkapnya sebelum persidangan.
Selain itu ia mengungkapkan, kurator yang ditunjuk oleh kuasa pemohon dinilai tidak independen, karena ketahuan masih ada hubungan keluarga (suami-istri) dari pihak pengacara salah satu penggugat.
“Kuasa pemohon itu menunjuk isterinya sebagai kurator, dalam undang undang kepailitan itu tidak boleh. Makanya, kurator itulah kita jadikan tergugat II hari ini,” imbuhnya.
Seperti yang telah diberitakan sebelumnya, sengketa ini mulai bergulir ketika perusahaan PT Hendratna Plywood yang bergerak di bidang kayu lapis itu digugat pailit oleh mitranya, PT Ocean Global Shipping (OGS) dan PT Samudra Naga Global (SNG) di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada awal 2010 lalu.
Gugatan ini dimohonkan karena penggugat menganggap Hendratna memiliki “utang” yang telah jatuh tempo dari kedua perusahaan jasa angkutan tersebut. Padahal, yang dianggap “utang” Hendratna itu berupa tagihan bill of lading (BL) dari OGS ketika mengirim barang dengan tujuan dari Banjarmasin ke Felixstowe (United Kingdom, England) pada 2 Januari 2008 senilai US$20.300.
Sama halnya dengan tagihan BL dari SNG, yakni berupa jasa pengangkutan barang dengan tujuan dari Banjarmasin ke Singapore selama Januari – April 2008 dengan total utang US$2.870.
Di tengah proses persidangan pailit berlangsung tersebut, lanjut, dia, Hendratna, melunasi semua utang SNG sebesar US$2.870. Namun, majelis hakim Pengadilan Niaga tidak mengakui pelunasan itu dan tetap memvonis Hendratna pailit pada 7 April 2010 dan sekaligus menunjuk kurator Endang Srikarti Handayani. Tidak puas putusan pailit itu, Hendratna pun menempuh upaya hukum kasasi namun lagi-lagi permohonannya itu ditolak MA.
Sebelum upaya hukum luar biasa PK yang telah diajukan pada 28 Januari 2011 lalu, Hendratna mengajukan permohonan pergantian kurator Endang Srikarti yang dinilai tidak independen karena ketahuan masih ada hubungan keluarga (suami-istri) dari pihak pengacara salah satu penggugat. Permohonan pergantian kurator ini lantas dikabulkan majelis hakim pengawas dengan menunjuk kurator pengganti Safitri Hariyani Saptogino. (bhc/biz) |