JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Sidang perdana uji material (judicial review) terhadap UU Nomor 5/2011 tentang Akuntan Publik (AP) berlangsung di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (16/12). Pihak pemohon mengajukan pengujian atas pasal 55 huruf a dan pasal 56 dari UU tersebut.
Sidang beranggedakan pemeriksaan pendahuluan ini, diketuai hakim konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi dengan anggota Harjono dan Anwar Usman. Permohonan uji material ini diajukan M. Achsin, Anton Silalahi, dan Yanuar Mulyana. Ketiganya didampingi dua kuasa hukum, Aan Eko Widiarto dan Faizin Sulistio.
Menurut kuasa hukum para pemohon, Aan Eko Widiarto, pihaknya merasa dirugikan hak konstitusional atas pemberlakuan kedua pasal tersebut. Pasal dalam UU Akuntan Publik tersebut dianggap bertentangan dengan Pasal 28 UUD 1945.
Selain itu, Pemohon juga menganggap kedua pasal menimbulkan ketidakpastian hukum untuk Pemohon. ”Kata ’manipulasi’ dalam Pasal 55 huruf a UU itu multitafsir. Dalam penjelasan pasal itu, yang membantu melakukan manipulasi juga bisa dipidanakan. Padahal, dalam KUHP pelaku dan yang membantu manipulasi dikenakan hukuman yang berbeda.
Aan menambahkan pasal 55 huruf a UU itu, juga menyebutkan bila melakukan manipulasi akan dikenakan hukuman lima tahun penjara dan dikategorikan sebagai tindak pidana berat. Padahal, dalam pembahasan di DPR sudah disepakati bahwa akuntan publik tidak bisa dikenai pidana seperti itu.
”Ancaman yang diberikan untuk tindakan manipulasi tidak proposional, karena hanya melihat tindakan. Seharusnya untuk tindakan menghilangkan data itu, hanya perlu diancam dengan kode etik akuntan publik, bukan dikriminalisasi. Ini menimbulkan ketakutan dan ketidaknyamanan bagi akuntan publik,” jelas Aan.
Ditambahkan pula, sebenarnya sudah banyak peraturan yang mengatur tentang akuntan publik.Tapi dengan adanya UU ini dirasa berlebihan, karena persoalan akuntan publik diatur sendiri. “Dengan ada ketentuan itu, akuntan publik takkan nyaman melakukan tugasnya,” tutur Aan.
Selanjutnya, panel hakim Harjono memberikan saran kepada pihak pemohon untuk lebih menjelaskan secara rinsi soal dihalang-halangi dengan adanya pasal 55 huruf a dan pasal 56 UU Akuntan Publik itu. Sedangkan Anwar menasihati, agar pemohon memberikan pembanding UU lain yang serupa dengan UU Akuntan Publik ini.
Sedangkan Fadlil mengingatkan agar Pemohon menegaskan kedudukan hukum Para Pemohon. Saran seperti ini bisa diberikan para hakim konstitusi sebagai bagian dari kewajibannya untuk memberikan masukan kepada pemohon.
“Harus jelas, apakah pemohon ini perorangan atau profesi? Soalnya itu berbeda hak-hak konstitusionalnya. Jadi tolong dijelaskan. Silakan mau dipakai atau tidak, mau mengabaikan nasihat kami juga tidak jadi soal. Ini sudah jadi kewajiban kami, itulah yang membedakan MK dengan lembaga peradilan lain,” jelas Fadlil. (mkc/wmr)
|