JAKARTA, Berita HUKUM - Sidang lanjutan perkara dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan dengan terdakwa mantan Direktur Utama PT Cisadane Raya Chemicals (PT CRC), Diana Tjhang kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Selasa (7/5).
Dalam agenda penyampaian eksepsi atau keberatan atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum, kuasa hukum terdakwa yang dalam hal ini terdiri dari Rizky Hariyo Wibowo, Raja Amrizali Nasution, Samuel Partogi dan Windra Sanusta, menegaskan bahwa unsur-unsur pidana dalam dakwaan Jaksa yang dikenakan pada kliennya itu sangat tidak tepat.
"Dakwaan Jaksa kita anggap tidak jelas, tidak lengkap, tidak cermat karena tidak banyak unsur yang memenuhi daripada dakwaan tersebut," kata salah seorang kuasa hukum terdakwa, Rizky Hariyo Wibowo, saat ditemui usai persidangan.
Menurut dia, tidak tepatnya dakwaan Jaksa tersebut bukan tanpa alasan. Sebab, yang dialami kliennya itu merupakan ranah keperdataan bukan pidana. "Jadi lebih kepada uraiannya layaknya seperti gugatan. Karena memang secara prinsip bagi kami ini tidak layak untuk dimuat di persidangan pidana karena materinya lebih kepada perdata. Ini merupakan utang piutang yang belum selesai. Jadi pertanyaan bagi kami, kenapa utang piutang bisa sampai pidana. Itu yang menjadi konsen dalam membela klien kami," jelasnya.
Dia menjelaskan, kliennya itu diduga melakukan penipuan dan penggelapan, bermula saat kliennya menjabat Dirut PT CRC. Pada saat itu, PT CRC mengadakan hubungan keperdataan dengan PT Palmas Asri, berupa hutang piutang. Namun, PT CRC belum sanggup melunasinya secara keseluruhan. Lalu, PT Palmas melaporkan kliennya tersebut ke Polsek Penjaringan, Jakarta Utara.
"Klien kami semula Dirut di PT Cisadane Raya Chemicals, kemudian pinjam uang Rp 16 Miliar tapi di tengah jalan tidak tuntas dan membayarnya baru dibayar Rp 7-8 Miliar sehingga kekurangan pembayaran tersebut pada saat itu klien kita sudah diberhentikan dari perusahaan jadi sudah tidak ada lagi tanggung jawab klien kita terhadap perusahaan dan sudah ada akta pemberhentiannya. Jadi sudah jelas klien kita tak ada urusan lagi dengan PT Cisadane tapi tiba-tiba klien kita dituduh melakukan tindak pidana penipuan dan penggelapan. Padahal ini kan utang yang belum tuntas kok bisa dijadikan tuduhan tindak pidana," papar Rizky.
"Yang juga menjadi pertanyaan bagi saya, yang melapor ini bukan bagian dari perusahaan tempat klien kami pernah bekerja. Tapi PT Palmas Asri, kreditur dari PT CRC. Jadi yang melaporkan ini krediturnya. Jadi PT Palmas ini yang melaporkan penggelapan dan kita juga bingung padahal dari dakwaannya pun sudah jelas, uang tersebut tidak digelapkan melainkan diproduksi sesuai dengan kebutuhan perusahaan," imbuh Rizky.
Padahal, lanjut Rizky, berdasarkan audit serta laporan keuangan, kliennya ketika diberhentikan dari jabatannya, sudah tuntas pertanggungjawabannya selama menjabat dan tidak ada permasalahan. "Itu sudah jelas dibuktikan dalam laporan keuangan perusahaan. Bahkan ketika klien kami diberhentikan dari perusahaan, itu sudah dinyatakan tidak ada lagi pertanggungjawaban perdata, sudah clear dan tuntas. Sudah ada di klausul pemberhentian klien kita," pungkasnya.
Oleh karena itu, pihaknya mendesak pihak terkait untuk memantau kasus tersebut, guna memastikan keadilan dan penegakkan hukum dapat berlangsung dengan baik dan optimal. "Setelah ini kita akan meminta perlindungan kepada beberapa institusi agar jalannya persidangan bisa dikontrol, agar ada upaya kontrol fungsional dari masing-masing institusi. Yang pasti kita akan minta perkara ini diawasi. Kita meminta kontrol dari pemerintah, baik KY, Bawas MA, Jamwas Kejagung," ucapnya.
Sebagai informasi, soal hutang piutang tersebut tertuang dalam perjanjian hutang piutang antara kedua perusahaan Nomor 01/PMA-CRC/KEUANGAN/XI/2016 tanggal 22 November 2016, dimana telah dilakukan pembayaran kepada PT sebesar Rp 8,32 miliar dengan cara transfer pada 31 Juli 2017 melalui bilyet giro sebesar Rp 1 miliar.
Sementara, ketika diminta tanggapannya mengenai eksepsi yang disampaikan oleh pihak terdakwa, Iwan Max selaku Jaksa yang menangani perkara ini, enggan berbicara lebih jauh. "Kita lihat saja dalam persidangan selanjutnya," kata Iwan.(bh/amp) |