JAKARTA, Berita HUKUM - Tain Komari dan Yudi Saputra yang tergabung dalam LSM “Kelompok Diskusi Anti 86” mengajukan permohonan uji formil sebuah UU No. 44 tahun 2007 tentang Penetapan Perpu No. 1 tahun 2007 tentang Perubahan atas UU No. 36 tahun 2000 tentang Penetapan Perpu No.1 tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Menjadi UU ke Mahkamah Konstitusi pada Kamis (21/3). Tanpa didampingi kuasa hukum, Komari memaparkan masalah inkonstitusionalitas UU tersebut yang telah menyebabkan terjadinya dualisme pemerintahan di Batam.
Dalam permohonannya, Komari mempersoalkan terbitnya UU tersebut yang telah menyalahi aturan. UU No 44 tahun 2007 yang telah dijadikan konsideran terbitnya PP No. 46 Tentang Penetapan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, PP No. 47 tentang Penatapan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan dan PP No. 48 tahun 2007 tentang Penetapan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Karimun, jelas tidak sesuai dengan amanat konstitusi.
Pihaknya mendalilkan UU tersebut telah bertabrakan dengan UU lainnya, yakni UU Pemda, UU Penanaman Modal dan UU Kepabeanan. Konsideransi lahirnya PP No 46,47 dan 48 tahun 2007 tersebut tidak kuat dan tidak benar karena berdasarkan Perpu No. 1 tahun 2007 tentang Perubahan Atas UU No. 36 tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, bahwa PP merupakan penjabaran, juklak dan juknis dari UU bukan Perpu, sehingga semua PP diatas harus dinyatakan gugur demi hukum.
Diwawancarai usai persidangan, Ta’in Komari menyimpulkan UU tersebut telah menyebabkan terjadinya dualisme pemerintahan di Batam. “Jadi ada dua institusi negara di Batam, Pemerintah Kota dan Badan Pengusahaan Kawasan Batam atau BP Batam. Masing-masing mengeluarkan regulasi dan ketentuan yang menimbulkan kebingungan di masyarakat,” urai Komari.
Secara konkrit, pihaknya menilai keberadaan BP Batam lebih terasa seperti perpanjangan tangan pemerintah pusat yang ikut mengendalikan kegiatan ekonomi di Batam. “Kami mencurigai, kenapa harus ada campur tangan pemerintah pusat di Batam. Dari 33 provinsi yang ada di Indonesia, hanya Provinsi Batam yang memiliki dua pemerintahan, Ini maksudnya apa?” ujar Yudi Saputra beretorika.
Hakim Konstitusi Maria Farida yang memimpin sidang panel meminta Para Pemohon untuk mengkonstruksikan kembali permohonannya karena uji formil yang diajukan tidak dapat dilakukan karena telah melewati tenggat waktu yang ditentukan, yakni 45 hari setelah resmi diundangkan. Sementara untuk melakukan uji materi, Para Pemohon belum secara spesifik menyebutkan kerugian konstitusional yang dialami dengan berlakunya UU yang tengah diuji. Para Pemohon memiliki waktu 14 hari untuk memperbaiki permohonan, sebelum MK memutuskan akan menggelar sidang lanjutan.(jlt/mk/bhc/rby) |