Oleh: Salamuddin Daeng
'Mulai dari gugatan pemerintah akibat tumpahan minyak, hingga masalah keuangan yang sangat berat'.
DI PENGHUJUNG periode pertama pemerintahan Jokowi, masalah bertubi ribu menimpa Pertamina. Pertamina hadapi gugatan pencemaran lingkungan tumpahan minyak Balikpapan dan menghadapi gugatan Menteri Lingkungan hidup senilai Rp. 10 triliun.
Pada saat yang sama Pertamina menghadapi masalah tumpahan minyak di Blok ONWJ pantai utara Kerawang. Blok yang baru setahun ditinggal oleh British Petroleum (BP) dan masih dalam masa transisi. Blok yang diserahkan pengelolaannya oleh pemerintah sebagai uji coba terhadap sistem gross split pertama di Indonesia. Namun apa yang terjadi? Upaya pertamina menggenjot produksi dari blok ONWJ ini telah membawa petaka bagi perusahaan.
Semua masalah Pertamina akan sedikit mudah teratasi jika pertamina punya keleluasaan keuangan. Namun salah satu kesulitan paling besar yang dihadapi BUMN pertamina saat adalah kesulitan keuangan, bukan akibat dari dalam, tapi dari luar perusahaan. Sementara untuk membiayai seluruh masalah yang dihadapi Pertamina butuh uang sangat besar dan tak dapat ditunda.
Beberapa sebab Pertamina mengalami kesulitan keuangan adalah sebagai berikut :
1. Utang BBM pemerintah, BUMN dan swasta kepada pertamina sangat besar, tidak jelas kapan akan dibayar ke Pertamina. Utang pemrintah saja nilainya mencapai USD 8,8 miliar atau mencapai Rp. 126 triliun.
2. Pada sisi lainnya Utang pertamina dalam bentuk global Bond sangat besar mencapai 8,7 miliar dolar. Utang tersebut digunakan untuk membiayai penugasan yang diberikan oleh PEMERIINTAH.
3. Kewajiban keuangan (Liabilitas) pertamina yang sangat besar, mencapai 35 miliar dolar, sebagian besar adalah liabilitas jangka panjang 21 miliar dolar. Dengan kewajiban keuangan sebesar ini pertamina terbeban bunga, kurs dll.
4. Beban investasi awal pertamina untuk mengambil alih kontrak karya yang expired, beban untuk memgambil alihan rokan blok mencapai 780 juta dolar, sekitar Rp. 11 triliun.
5. Beban bunga pinjaman pertamina pada bank bank nasional juga sangat besar. Sehingga menyulitkan pertamina expansi hulu dan melaksanakan pembiayaan penugasan pemerintah.
Jadi jalan keluar bagi perbaikan kinerja pertamina adalah :
1. Urusan paling penting dari segala urusan sekarang adalah bagaimana Pertamina punya uang cukup. Maka caranya pemerintah bayar utang senilai Rp. 126 triliun. Pembayaran harus dilakukan dengan segera. Mengingat banyak blok blok migas yang expired yang dapat diambil alih dan butuh uang.
2. Setelah itu pemerintah harus menyerahkan blok blok migas asing dan swasta yang expired secara otomatis tanpa biaya tanda tangan (signature bonus).
3. Bebaskan pertamina dari tanggung jawab melakukan membiayai distribusi BBM penugasan dan BBM satu harga kecuali dengan subsidi. Semua kebijakan subsidi harus diatur dalam APBN. Subsidi harus ditanggung penuh oleh pemerintah.
4. Pertamina membutuhkan insentif fiskal, dukungan perbankkan dengan suku bunga serendah rendahnya melalui subsidi bunga, dan insentif kebijakan lainnya.
Dalam keadaan sebagaimana digambarkan di atas merupakan masalah besar yang bisa saja membuat Pertamina bangkrut.
Apalagi dalam kasus tumpahan minyak, pihak pihak yang ikut menyerang Pertamina justru kalangan pemerintahan sendiri. Belum lagi nanti Pertamina akan menghadapi tuntutan masyarakat, gugatan LSM dan mungkin juga gugatan internasional. Semua beban itu sekarang harus dipikul Pertamina sendiri.
Penulis adalah Peneliti senior dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI).(bh/mnd)
|