JAKARTA-Rapat koordinasi (rakor) jajaran menteri bidang perekonomian hanya membahas ketersediaan pangan dan stabilisasi harga bahan pokok saat Ramadhan dan menjelang Lebaran. Anehnya, pemerintah justru tidak membahas soal penimbunan beras yang marak terjadi beberapa waktu terakhir ini.
“Rakor hanya membahas ketersediaan bahan pokok dan stabilisasi harga bahan pokok. Dari hasil rapat, pemerintah hanya akan terus memantau perkembangan, ketersedian, dan stabilisasi harga di seluruh Tanah Air," kata Menko Perekonomian Hatta Rajasa dalam konferensi pers, usai rakor yang dihadiri Menteri Pertanian, Menteri Perdagangan, Menteri BUMN, dan Kepala BPS, di kantornya, Rabu (3/8).
Hatta dalam kesempatan tersebut juga mengatakan bahwa ketersediaan beras Bulog dalam kondisi aman atau mencukupi. Dirinya juga menegaskan bahwa perlunya peningkatan produksi dalam negeri agar kebutuhan tercukupi.
Di sisi lain, Hatta tidak secara tegas menyebutkan rakor tersebut adalah salah satu langkah yang diambil pemerintah menyikapi maraknya aksi penimbunan beras yang terjadi beberapa waktu terakhir. Hatta justru membantah adanya penimbunan beras.
Dalam rakor juga terungkap, pemerintah hendak mengekspor beras ke Korsel. Jumlah beras ekspor tersebut 50.000 ton sebagai penjajakan awal. Permintaan negara di semenanjung Korea tersebut sebenarnya 200.000 ton. Namun, di saat yang sama, Bulog malah mengimpor beras dengan kuota 1,6 juta ton. Impor tersebut dilakukan guna memastikan adanya cadangan beras pemerintah yang ditargetkan mencapai 2,5 juta ton hingga akhir tahun.
Tak Ganggu Pasar
Dalam kesempatan terpisah, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu memastikan ekspor beras premium ke Korea Selatan sebesar 50.000 ton, tidak akan mengganggu pasar. Sebab, beras tersebut bukan jenis yang dikonsumsi oleh masyarakat banyak di Indonesia.
"Selama itu jenis berasnya itu prenium, tidak dikonsumsi oleh banyak masyrakat. Jadi seharusnya tidak menimbulkan berbagai macam masalah. Jadi kita mengekspor jenis yang sangat lain dari yang kita impor. Kita akan memastikan itu tidak akan mengganggu kecukupan di dalam negeri," papar Mari.
Hal yang sama dijelaskan Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Gunaryo. Menurutnya, ekspor impor merupakan hal yang biasa dilakukan dalam perdagangan. "Kalau demand-nya lebih bagus di luar, kenapa tidak kita ekspor. Itu beras premium yang sangat spesifik. Konsumsi dalam negeri sedikit sekali," katanya.
Menurut Gunaryo, konsumsi beras tersebut di dalam negeri hanya untuk sejumlah kalangan atas. Sulawesi Selatan mengajukan permohonan ekspor. Daerah ini memang mengembangkan jenis beras premium tersebut untuk kelas beras yang sangat baik. "Kami beri apresiasi untuk daerah yang kualitas dan kuantitasnya sudah menghasilkan (beras) untuk luar negeri," ungkapnya.(mic/ind)
|