ACEH, Berita HUKUM - Keberadaan masyarakat atau komunitas adat itu dilindungi dalam UUD' 45, dalam amandemennya negara mengakui dan menghormati kesatuan dan persatuan masyarakat adat serta hak-hak tradisionalnya.
"Sepanjang masih hidup dan sesuai dalam perundang-undangan, dan prinsip negara kesatuan republik Indonesia," demikian kata Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Malikussaleh (Unimal), Fajri M Kasim, M.Soc.Sc, menanggapi tentang munculnya penobatan raja-raja kecil di Aceh pasca lahirnya Qanun No.8/2012 tentang Wali Nanggroe.
Terkait banyak pihak yang mengatakan bahwa, munculnya raja-raja kecil ini ekses dari keberadaan Qanun WN, menurutnya itu bukan. Karena komunitas adat itu sudah ada sejak dari dulu. Namun, soal si pemangku WN ada atau tidaknya garis silsilah raja-raja Aceh, ini tidak menjadi persoalan karena hanya sebatas kepala adat.
"Lahirnya komunitas adat tersebut semisal di Aceh yang memiliki otonomi khusus perlu dipertahankan," ucapnya.
Sambungnya lagi, secara DeFacto dan DeJure di negara RI, itu ada peraturan dan undang-undangnya, akan tetapi dalam satu sisi, negara tidak boleh mengikat habis terkait adat atau masyarakat yang sudah terbangun sejak dari zaman nenek moyangnya dulu, sepanjang masih hidup dan sesuai visi NKRI.
"Yang jangan, muncul negara yang berdaulat selain NKRI," katanya.
Sementara itu menanggapi kontroversi usulan DPRA terkait besarnya anggaran untuk pengukuhan WN, yang mencapai Rp50 miliar, dosen ini menilai penggunaan anggaran tersebut sangat mubazir. Lain halnya semasa prosesi pengukuhan Sulthan Aceh masa itu, tentu sangat wajar karena harus mengundang raja-raja semisal Turki, Arab dan raja-raja lainya itu mungkin sah-sah saja.
Akan tetapi kalau sekarang, ya harus disesuaikan dengan kondisi kekinian apalagi hanya untuk pelantikan kepala adat, kok sampai menggelontorkan uang begitu banyak.
Diharapkan kepada pemerintah Aceh, agar menyesuaikan alokasi anggaran untuk pelantikan WN sesuai yang dibutuhkan, alangkah baiknya dialokasikan sesuai dengan kebutuhannya.
"Pelantikan presiden dan gubernur saja tidak segitu banyak," kata dosen yang mengambil Master of Social Science (M.SSc), di Universitas Kebangsaan Malaysia.(bhc/sul). |