Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Peradilan    
Kasus PHK Luviana
Putusan Majelis Hakim Tak Memenuhi Rasa Keadilan
Thursday 07 Nov 2013 11:20:54
 

Tim Aliansi Metro dan Aliansi Sovi bersama Luviana dkk melaporkan kasus maladministrasi ke Ombudsman RI.(Foto: @ulinyusron)
 
JAKARTA, Berita HUKUM - Sudah hampir dua tahun, Luviana (jurnalis perempuan Metro TV) bersama Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, Aliansi Metro (Aliansi Melawan Topeng Restorasi) dan Aliansi Sovi (Solidaritas untuk Luviana) memperjuangkan hak untuk bekerja kembali di Metro TV. Dalam putusan yang dibacakan, Senin siang (4/11), Hakim mengabulkan permohonan Metro TV untuk mem-PHK Luviana.

Putusan tersebut dibuat oleh Majelis Hakim tanpa dasar pertimbangan yang dibenarkan oleh hukum. Hakim mengakui argument Metro TV mem-PHK Luvianan tidak dapat dibenarkan, namun Hakim mengatakan bahwa PHK tetap dapat dilakukan karena hubungan industrial yang sudah tidak harmonis. “Putusan ini memiliki dasar hukum yang lemah, karena tidak mempertimbangkan kronologis dan bukti-bukti yang diajukan Luviana,” tutur Sholeh Ali, Kuasa hukum Luviana dari Lembaga Bantuan Hukum Pers (LBH Pers).

Argumentasi Majelis Hakim bahwa, tindakan Luviana berunjuk rasa dan menyuarakan kasusnya di media massa sebagai tindakan yang memperuncing persoalan adalah argumentasi yang bertentangan dengan keadilan. Sebab buruh berhak untuk berunjuk rasa dan menyuarakan ketidakadilan yang dialaminya di tempat kerja. Hak ini dijamin dalam Pasal 28 D ayat 2UUD 1945 serta UU No 9 Tahun 1998 Tentang Kebebasan Menyatakan Pendapat di Muka Umum.

Ali dan berbagai organisasi pendukung perjuangan Luviana sedang mempertimbangkan untuk mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung. Selain itu, para pendukung Luviana akan mengajukan Hakim yang menyidang perkara ini ke Komisi Yudisial. “Putusan ini terbilang aneh, sehingga kami akan mengadukan masalah ini ke Komisi Yudisial,” tutur Ali.

Luviana, pemenang penghargaan Suardi Tasrif Award dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, tengah memperjuangkan haknya untuk bekerja kembali di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Jakarta. Metro TV menggugat Luviana ke PHI karena Luviana dianggap melakukan pencemaran nama baik perusahaan, berinisiatif mereformasi manajemen dan mengajak karyawan lain mempertanyakan kesejahteraan.

Selain melakukan audiensi pada Komisi IX DPR RI, Aliansi Metro juga melakukan audiensi pada Kemenakertrans, Muhaimin Iskandar namun pertemuan dengan Menakertrans ini, tidak ada hasilnya hingga kini.

Upaya untuk melaporkan secara pidana Direktur Metro TV, Adrianto Machribie ke Polda Metro Jaya juga berakhir begitu saja ketika dalam suratnya tertanggal 1 Oktober 2013 Polda Metro Jaya menghentikan penyelidikan kasus pidana upah ini.

Kami melihat, inilah bukti bahwa MetroTV sebagai salah satu media di Indonesia telah melakukan kesewenang-wenangan pada para jurnalisnya. Jurnalis tak boleh kritis, tak boleh berpendapat, apalagi membangun Serikat Pekerja. Ini merupakan anomali pada masa kebebasan pers saat ini, karena seharusnya Metro TV memberikan hak pada karyawan untuk berserikat, berbicara dan berorganisasi, bukan justru malah melakukan gugatan pencemaran nama baik. Tindakan ini mencoreng fungsi media dan pers yang seharusnya melindungi setiap orang untuk melakukan kebebasan berekpresi, berpendapat dan berserikat.

Setelah diminta mundur tanpa alasan pada 31 Januari 2012 dan di PHK pada Juni 2012, hingga hari ini Metro TV tak membayarkan upah sebagaimana diamanatkan dalam UU Ketenagakerjaan. Upaya untuk mengkritisi manajemen Metro TV, memperjuangkan kesejahteraan karyawan dan berinisiatif membangun Serikat Pekerja, menemukan jalan merintang. Kini, kasus Luviana memasuki babak akhir dalam persidangan di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Jakarta dengan agenda putusan.

Setelah diminta mundur tanpa alasan pada Januari 2012, Surya Paloh sebagai pemilik Metro TV pada Mei 2012 berjanji untuk mempekerjakan kembali Luviana. Namun ternyata janji tinggal janji. Manajemen Metro TV justru mem-PHK dan tidak memberikan upah pada Luviana hingga sekarang.

Aksi untuk menagih janji pada Surya Paloh juga berakhir dengan kekerasan. Kader Partai Nasdem melakukan pemukulan pada jurnalis dan aktivis yang tergabung dalam Aliansi Metro dan Aliansi Sovi (Solidaritas Untuk Luviana) ketika melakukan aksi di kantor Surya Paloh di jl. Gondangdia, Jakarta pada Januari 2013. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Mei 2013 memutuskan bahwa Kader Partai Nasdem bersalah karena telah melakukan perusakan barang pada saat aksi berlangsung dan Pengadilan menjatuhi hukuman 5 bulan penjara pada para kader Partai Nasdem.(bhc/rat)



 
   Berita Terkait >
 
 
 
ads1

  Berita Utama
Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

 

ads2

  Berita Terkini
 
Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

BNNP Kaltim Gagalkan Peredaran 1,5 Kg Sabu di Samarinda dan Balikpapan

Kasus Korupsi PT BKS, Kejati Kaltim Sita Rp2,5 Milyar dari Tersangka SR

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2