JAKARTA, Berita HUKUM - Mahkamah Konstitusi (MK) yang telah mengabulkan sebagian permohonan mengenai Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang DPR, DPRD dan DPD (MD3) serta UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (P3) kewenangan legislasi oleh MK, mendapat apresiasi oleh Ketua DPD RI Irman Gusman yang mengungkapkan pihaknya (DPD RI) akan segera melakukan konsultasi dengan DPR RI dan Presiden.
"Pertama, akan mengadakan konsultasi dengan DPR dan presiden menindaklanjuti putusan MK ini," kata Irman, setelah mendengarkan sidang pembacaan putusan di MK, Rabu (27/3).
Putusan MK yang menyatakan DPD memiliki hak legislasi, baik hak inisiatif mengajukan UU, pembahasan UU, menerima pengajuan UU dari pemerintah dan DPR. Bahkan, DPD memiliki hak keikutsertaan pembahasan program legislasi nasional (prolegnas) UU yang terkait daerah.
Menurut Irman, putusan tersebut merupakan sejarah baru dalam sistem ketatanegaraan karena, dikukuhkannya posisi DPD sejajar dengan DPR, dan Presiden.
"Ini hari bersejarah dalam sistem ketatanegaraan kita sehingga tugas dan fungsi (DPD) memiliki tempat yang sepantasnya," ujar Irman.
Sementara itu Anggota DPD, I Wayan Sudirta menegaskan bahwa dengan adanya putusan MK atas kewenangan legislasi DPD jelas telah mematahkan pandangan yang menyebut DPD merupakan lembaga yang lemah.
"Jangan ada lagi yang mengatakan DPD itu lemah. Minimal setelah ada putusan MK mengenai Pasal 22D UUD 1945," kata Wayan, usai mendengarkan putusan di ruang sidang MK.
MK mengabulkan permohonan DPD yang meminta tafsir akan Pasal 22D ayat 1 yang menyebutkan DPD dapat mengajukan kepada DPR Rancangan Undang-Undang (RUU) dimana MK menyatakan kata "dapat" dalam pasal tersebut dapat dimaknai DPD memiliki hak atau kewenangan mengajukan RUU yang berkaitan dengan daerah.
Sebagaimana diketahui DPD RI mengajukan permohonan uji materi atas UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (MD3), dan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (P3) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), pada September 2012. Hal itu dilakukan untuk mempertegas kewenangan legislasi DPD sebagaimana ketentuan Pasal 22 D Ayat (1) dan Pasal 22D Ayat (2) UUD 1945.
I Wayan Sudirta menegaskan pihaknya sejak awal tidak menginginkan adanya tambahan kewenangan bagi DPD melainkan mempertegas hak konstitusional yang dimiliki DPD.
"Kita bisa membuktikan bahwa kita tidak meminta tambahan kewenangan tapi kami minta tafsir. Ternyata pendapat kita dan ahli yang kita ajukan dan MK mengenai ikut membahas lalu menangani prolegnas itu sama dengan pendapat MK," jelas Wayan kepada Wartawan dan berpandangan dengan adanya putusan MK maka secara konstitusi DPD setara dengan DPR, dan pemerintah.
"Lalu kalau kita lihat posisi DPD dalam pembahasan sama sekali sah, dalam putusan disebutkan seluruh kewenangan DPD itu sama dengan DPR," ujarnya.
Selain itu Anggota tim penasihat hukum DPD RI, Todung Mulya Lubis mengatakan dengan adanya tafsir dari MK atas Pasal 22D UUD 45 akan kewenangan konstitusional DPD maka, ke depan jika DPR dan pemerintah tidak melibatkan DPD dalam membahas UU dan Prolegnas hasilnya dapat dikatakan cacat hukum.
"Cacat hukum kalau tidak melibatkan DPD. Lebih jauh MK memberikan hak kepada DPD, bersama DPR, dan Presiden membahas prolegnas meskipun DPD tidak ikut dalam persetujuan. Ini keputusan bulat, tidak ada dissenting opinion (perbedaan pendapat), respect kita kepada MK dalam mengawal konstitusi," kata Todung.(bhc/mdb) |