JAKARTA, Berita HUKUM - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyayangkan putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan yang menghukum Mintarsih Latief mantan Direktur PT Blue Bird Taxi untuk mengembalikan uang gaji dan THR yang diterima selama 10 tahun sebesar Rp 40 miliar.
Putusan terkait perkara gugatan perbuatan melawan hukum PT. Blue Bird Taxi (Purnomo Prawiro) terhadap Mintarsih A Latief dan keluarga, dimana Hakim yang diketuai Suprapto dalam putusannya juga mewajibkan Mintarsih membayar kerugian immaterial kepada penggugat Rp 100 miliar. Total yang harus dikembalikan Mintarsih Rp.140 miliar.
"Itu putusan aneh dan patut dipertanyakan. Masa gaji yang sudah dibayarkan diminta kembali," kata Presiden KSPI Said Iqbal, kepada wartawan di Jakarta, Selasa (17/6).
Menurutnya keberanian hakim yang memutus perkara seperti itu jangan sampai terulang pada tenaga kerja lain. "Direktur perusahaan saja bisa diminta gajinya dikembalikan, apalagi office boy yang tidak punya daya. Integritas hakim seperti patut dipertanyakan," ujarnya.
Selain putusan janggal dan aneh, menurutnya juga perlu dipertanyakan mengapa perkara diterima di PN Jakarta Selatan. Sebab, perkara tersebut seharusnya diselesaikan di peradilan hubungan industruial (PHI) jika memang menyangkut perusahaan dengan pegawai atau karyawan.
Dan jika menyangkut perbuatan melawan hukum dan perbuatan tidak menyenangkan (pasal 310 dan 311 KUHP) masuk tindak pidana umum, bukan perkara perdata.
Apalagi tegasnya, pasal-pasal karet seperti pasal 310 dan 311 sudah dihapus oleh MK. "Makanya aneh aja mendengar ada putusan seperti ini. Hakim yang memutus perkara jelas melebihi kewenangannya," ungkap Said.
Dia menilai Hakim yang memutus perkara bertindak arogan dan terlalu berani mengambil resiko. Seharusnya hukum dijadikan sebagai alat untuk mencari keadilan, bukan hukum sebagai alat untuk mengintimidasi.
Sementara itu Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Adami Chazawi kaget mendengar adanya amar putusan agar gaji dan THR pegawai perusahaan dikembalikan kepada penggugat dalam perkara tersebut. "Itu kekeliruan yang nyata dalam pertimbangan putusan. Sehingga layak dikoreksi hakim Pengadilan Tinggi dan MA. Itu putusan aneh," ujar Adami dihubungi wartawan, Selasa (17/6).
Dijelaskannya putusan Majelis Hakim agar gaji dan THR yang diterima tergugat selama bertahun-tahun bekerja di perusahaan penggugat merupakan putusan yang tidak wajar. Apalagi yang menjadi dasar gugatan adalah perbuatan tidak menyenangkan. "Seharusnya kan dibuktikan terlebih dahulu perbuatan tidak menyenangkan yang dimaksud melalui pidana umum. Jadikan amar putusannya sebagai bukti otentik pada gugatan perbuatan melawan hukum," ujarnya.
Selain putusan itu aneh dan patut dipertanyakan, mengapa gaji yang sudah dibayarkan diperintahkan dikembalikan. Pekan lalu Majelis Hakim PN Jakarta Selatan mengabulkan untuk sebagian gugatan sebesar Rp 4,9 triliun yang dilayangkan bos PT Blue Bird Taxi, Purnomo Prawiro terhadap Mintarsih A Latief dan keluarga.
Dalam persidangan yang digelar di PN Jaksel, Majelis Hakim yang diketuai Suprapto SH, menyatakan Mintarsih harus membayar Rp 140 miliar kepada penggugat. Rp 40 miliar berupa pengembalian pembayaran gaji dan THR yang telah diterima oleh tergugat, sedangkan Rp 100 miliar berupa pembayaran kerugian immaterial yang dialami tergugat.
"Mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian, memutuskan tergugat satu Mintarsih, tergugat dua Dudung Abdul Latief telah melakukan perbuatan melawan hukum terhadap penggugat PT Blue Bird Taxi," kata Hakim.
"Menghukum Mintarsih dan tergugat dua Dudung Abdul Latief untuk secara tanggung renteng mengganti kerugian materil dan imateril terhadap PT Blue Bird Taxi Rp 140 miliar," sambungnya.
Sementara itu kuasa hukum Mintarsih, Petrus Selestinus menyatakan putusan PN Jaksel dalam perkara gugatan perbuatan melawan hukum PT. Blue Bird Taxi (Purnomo Prawiro) terhadap Mintarsih A Latif, dkk. berupa mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian, mengandung banyak kejanggalan dan kecurigaaan. Oleh karena semua bukti para tergugat tidak dipertimbangkan oleh Majelis Hakim, sementara seluruh bukti penggugat dipertimbangkan secara berulang-ulang. Selain dari pada itu gaji para tergugat yang telah dibayar oleh penggugat telah diperintahkan untuk dikembalikan kepada penggugat sebesar Rp. 140 Miliar dari gugatan Rp 4,9 triliun.
"Kejanggalan ini menjadi indikator telah terjadi perilaku menyimpang dari majelis hakim yang bisa diadukan ke KY, sementara terhadap keberatan terhadap isi putusan yang janggal tersebut akan dilakukan upaya banding," pungkasnya.(bhc/coy) |