MEDAN, Berita HUKUM - Mantan Pelaksana Tugas (PLt) Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pemkab Nias Selatan, Arototona Mendrofa, dalam Pledoinya mengungkap satu persatu secara detil adanya kesilapan maupun kesalahan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam memberikan dakwaan maupun tuntutan terhadap dirinya yang dijadikan terdakwa atas kasus dugaan penyalahgunaan dana tanggap darurat bencana alam Nias Selatan.
Selain itu ia juga mengungkap fakta kalau Wakil Bupati Nias Selatan, Hukuasa Ndruru, telah melakukan penipuan terhadap dirinya atas dana senilai Rp. 400 Juta.
Berikut pledoi yang dibacakan langsung oleh Arototona dihadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan, Senin (12/8), yang membuat hampir seluruh dakwaan JPU terbantahkan sesuai fakta persidangan selama ini.
Pertama, terungkap kesilapan dakwaan JPU soal penetapan jumlah dana untuk penanggulangan bencana senilai Rp. 5 Milyar, yang dakwaan sebelumnya dinyatakan JPU adalah berdasarkan proposal yang diajukan Arototona, namun fakta persidangan menyatakan itu adalah hasil rapat lintas SKPD. Dimana dari hasil rapat tersebut masing-masing dari merekalah (SKPD) yang mengajukan proposal sesuai kebutuhan masing-masing atas kerusakan akibat bencana tersebut dan tertuang dalam Surat Keputusan Bupati Nomor 900/574/K/2011 tentang Penetapan Lokasi Bencana Alam Daerah Kabupaten Nias Selatan Tahun Anggaran 2011.
Kedua, dalam persidangan selama ini terungkap fakta perincian penghitungan kerugian negara yang tidak sesuai dengan dakwaan JPU. Dimulai dari kesaksian Dasarius Zebua sebagai pemilik kapal dan mobil yang disewa, dimana dalam BAP saksi menyebutkan bahwa uang yang diterima hanya sebesar Rp. 20 juta akan dipersidangan ia telah mengakui bahwa telah menerima uang sewa kapal dan sewa mobil dengan total sebesar Rp. 75.800.000. Uang tersebut terdiri dari Pembayaran sewa kapal untuk pencarian dan penjemputan jenazah Rp. 59.000.000 dan sewa mobil Rp. 16.800.000. Adapun alasan Dasarius Zebua mengklarifikasi keterangan sebelumnya adalah karena pada saat pengambilan keterangan tersebut ia belum mengetahui bahwa ternyata ada juga pembayaran sewa yang diterima oleh istrinya pada saat ia tidak berada di tempat.
"Dengan demikian tentunya tuduhan kesalahan saya untuk butir nomor 1 dan 2 ini gugur demi hukum, sekaligus tidak lagi merupakan unsur kerugian negara," tegas Arototona.
Selanjutnya soal pembelian nasi bungkus adalah dilakukan oleh Dr. Henny dengan Antoni Citra Nasution pemilik RM Sibolga Nauli.
"Jadi andaikanpun perbelanjaan ini fiktif, maka yang paling bertanggung jawab sesungguhnya adalah Dr. Heny. Dengan demikian tuntutan ganti kerugian negara juga sesungguhnya bukan ditujukan kepada saya, akan tetapi kepada Dr. Heny," ungkapnya.
Untuk pembelian Komputer, Laptop dan peralatan seperti TV, kipas, dan dispenser, JPU mengatakan unsur kerugian negara hanyalah berdasarkan keterangan saksi Candra pemilik toko Setia Jaya Mulia yang mengatakan transaksi hanya untuk pembelian 2 unit Genset seharga Rp. 3.900.000. Data ini juga berbeda dengan keterangan saksi Candra dipersidangan yang mengatakan bahwa harga 1 unit genset adalah Rp. 3.900.000, sehingga untuk 2 unit Genset menjadi Rp. 7.800.000.
Fakta lain yang membuktikan bahwa pembelian barang ini tidak fiktif, adalah bahwa barang ini telah disita oleh Jaksa sebagaimana yang telah diakuinya pada saat mempertanyakan keberadaan barang ini kepada saksi Harmonis Fa’u plt Kasubag Umum BPBD Nias Selatan.
"Jadi dalam butir ini sudah tidak ada lagi perbelanjaan fiktif, dan secara otomatis butir ini juga sudah tidak lagi menjadi kerugian negara," jelas Arototona lagi.
Sementara, untuk tuduhan lainnya seperti pembelian selimut, penyewaan truk dan pembelian jerigen pihak JPU tidak mampu menghadirkan para saksi yaitu Petra Nelma, Beriman Sarumaha dan Andreas Baharui Sarumaha.
Untuk hal itu, secara hukum keterangan saksi yang hanya tertera dalam BAP seperti ini tidak dapat dijadikan alat bukti, sebab keterangan tersebut diberikan tidak dibawah sumpah, sehingga tuntutan ganti kerugian atas ini tidak cukup kuat.
"Apalagi semua transaksi untuk itu dilakukan oleh Dr. Heny, maka yang seharusnya bertanggung jawab untuk hal ini adalah Dr. Heny, bukan saya," ujarnya.
Sementara itu, untuk tindakan Wakil Bupati Nias Selatan, Hukuasa Ndruru, diceritakan oleh Arototona bahwa pada tanggal 6 Desember, ia diperintahkan oleh Wakil Bupati agar segera menemui Kepala Keuangan untuk melengkapi administrasi proses pencairan dana tanggap darurat yang telah disepakati dalam rapat tanggal 2 Desember.
“Setibanya di kantor Kepala Keuangan, saya tidak lagi disuruh untuk melengkapi administrasi, akan tetapi saya langsung disodorkan berkas administrasi untuk saya tanda tangani, yaitu berupa Surat Perintah Membayar (SPM) dengan nominal sebesar Rp. 4,6 milyar serta kwitansi tanda terima sebesar Rp. 400 juta.
Selanjutnya dari Kepala Keuangan, saya menerima SP2D untuk Dana Penanggulangan bencana dengan nominal Rp. 4,6 milyar untuk saya bawa ke Bank Sumut,” jelasnya.
Mengenai kwitansi tanda terima dana sebesar Rp. 400 juta yang terpisah dari dana yang tertera dalam SP2D ini, Kepala keuangan menjelaskan kepada dirinya bahwa uang tersebut masih dalam proses pencairan.
“Atas penjelasan ini saya tidak menaruh curiga sehingga biaya pemulihan di lapangan masih tetap saya upayakan dengan cara memakai uang pribadi, meminjam kepada keluarga terdekat maupun pihak ketiga dengan keyakinan bahwa uang ini semua akan digantikan apabila dana sebesar Rp. 400 juta telah dicairkan sesuai dengan janji Kepala Keuangan," lanjutnya.
Selanjutnya, pada tanggal 9 Desember, setelah uang Rp. 4,6 Milyar dapat dicairkan dari Bank Sumut, dirinya menarik tunai uang sebesar Rp. 1 Milyar, dan langsung didistribusikan kepada SKPD yang telah ditetapkan sebagai penerima dana pemulihan sesuai hasil rapat tanggal 2 Desember di ruang kerja Wakil Bupati.
“Sedangkan jatah dinas PU sebesar Rp. 3,3 Milyar tidak saya serahkan tunai, akan tetapi melalui transfer ke rekening Dinas PU. Masing-masing penyerahan uang dan transfer ini kami lengkapi dengan bukti kwitansi tanda terima masing-masing SKPD penerima, dan fakta di persidangan masing masing kepala SKPD telah mengakui menerima uang tersebut sesuai dengan jumlah yang tertera di kwitansi,” ungkapnya.
Setelah pendistribusian uang ini barulah ada dana masuk untuk kas BPBD sebesar Rp. 237.200.000,- dan pada saat itu langsung dibayarkannya kepada tagihan-tagihan yang belum terbayarkan, serta membayar sebagian hutang pinjaman dana yang digunakan selama masa tanggap darurat. Akan tetapi dari uang sejumlah ini masih belum bisa menutupi seluruh hutang-hutang tersebut, sehingga ia masih menunggu cairnya dana yang Rp. 400 juta, sebagaimana penjelasan dari Kepala Keuangan.
“Tanggal 20 Desember, saya kembali mendatangi Kepala Keuangan dan Bapak Sekda untuk mempertanyakan tentang dana Rp. 400 juta, dan mereka memberikan penjelasan bahwa uang tersebut sebenarnya telah diserahkan kepada Bapak Wakil Bupati Hukuasa Ndruru pada tanggal 1 Desember sewaktu saya masih berada di Medan. Disini baru saya ketahui bahwa ternyata sudah ada dana yang dikeluarkan Pemkab Nias Selatan dalam menyikapi tanggap darurat bencana tersebut, akan tetapi sedikitpun tidak ada digunakan untuk membayar biaya tanggap darurat sejak kejadian bencana hingga saat ini. Sehingga semua tagihan pembelian alat/barang keperluan penanggulangan bencana di lapangan diarahkan kepada saya selaku kepala BPBD, sementara uangnya sudah diterima Bapak Wakil Bupati,” paparnya.
Tanggal 27 Desember, Arototona menghadap Wakil Bupati untuk mempertanyakan tentang uang Rp. 400 juta tersebut, akan tetapi Wabup Nisel mengatakan lengkapi dulu pertanggung jawaban (SPJ)-nya, baru uangnya diserahkan. Mendengar perintah ini, sekitar bulan Februari 2012, SPJ sudah disiapkan dan ditunjukkan kepada Bapak Wakil Bupati.
“Atas kedatangan saya, beliau menunjukkan sikap tidak enak, dan mengatakan dana tersebut telah beliau gunakan untuk kepentingan lain, dan untuk pembayaran dana penanggulangan bencana ini, nanti akan dianggarkan di PAPBD tahun 2012,” ujarnya.
Meski Arototona mengatakan bahwa ia sudah tidak sanggup lagi selalu didatangi oleh orang-orang yang ia pinjami uangnya untuk menutupi terlebih dahulu dana tanggap darurat sebelum dana dicairkan pada saat menanggulangi bencana dulu, namun Wakil Bupati Nisel itu malah marah dan mengeluarkan kata-kata yang cukup kasar kepada Arototona dan langsung mengusirnya dari ruangan.
“Pada saat saya meninggalkan ruangannya, beliau masih mengancam saya dengan kata-kata akan mencopot jabatan saya, jika inipun tidak bisa saya amankan,” terangnya.
Tambahnya, sebenarnya perbelanjaan semua yang sudah terlaksana adalah sebelum tanggal 27 Desember 2011. Adapun transaksi pembayaran yang dilakukan diatas tanggal 27 Desember, adalah hanya tinggal pembayaran, sementara perbelanjaannya telah dilakukan sebelum tanggal 27 Desember 2011.
“Maksud saya mengutarakan ini adalah untuk menjelaskan bahwa sesungguhnya saya dalam kondisi terjebak dengan kebohongan Kepala Keuangan tanggal 6 Desember 2011 yang mengatakan bahwa, uang yang Rp. 400 juta masih dalam pengurusan, dan juga penipuan yang dilakukan oleh Bapak Wakil Bupati,” jelasnya.
Ia juga mengakui, pada saat diperiksa oleh penyidik Kejaksaan, Arototona mengaku telah menerima dana Rp. 400.000.000, walaupun sesungguhnya dana tersebut tidak ada dia terima.
“Ini saya lakukan adalah karena janji dari Bapak Wakil Bupati yang mengatakan bahwa dana ini akan dianggarkan kembali pada APBDP tahun 2012, dan akan dibayarkan sama saya. Dengan janjinya ini saya masih berharap agar uang tersebut bisa saya dapatkan untuk dapat menutupi hutang-hutang saya. Pada saat itu saya berpikir, jika benar uang tersebut bisa saya dapatkan, biarlah saya di penjara asalkan keluarga saya tidak dikejar-kejar oleh penagih utang. Toh juga kalaupun saya bebas di luar, pasti saya dan keluarga akan terancam oleh orang-orang yang punya piutang, atau mungkin juga mereka memenjarakan saya dengan tuduhan penipuan,” keluhnya.
Dengan semua fakta itu, ia meminta agar Majelis Hakim membebaskan dirinya dari semua tuntutan Jaksa, baik tuntutan pidana penjara, denda maupun tuntutan uang pengganti. Ia juga meminta JPU untuk menuntut Wakil Bupati Hukuasa Ndruru mengembalikan uang sebesar Rp. 400 juta dan dari uang tersebut dikembalikan kepada dirinya Rp. 399 juta lebih untuk menutupi semua hutang-hutangnya.(bhc/and) |