JAKARTA, Berita HUKUM - Kasus hilangnya saham Mintarsih A. Latief di PT Blue Bird Taxi masih berproses di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Seperti diketahui setelah pada tahun 1993 Mintarsih, Direktur PT Blue Bird Taxi diputuskan oleh Purnomo, tanpa melalui Rapat Umum Pemegang Saham, bahwa Mintarsih hanya boleh mengelola Gamya, sedangkan Blue Bird dikelola oleh Purnomo dan Alm. Chandra.
Disamping itu laporan keuangan dari CV Lestiani dan PT Blue Bird Taxi tidak pernah diberikan. Karena itu pada bulan April 2001, Mintarsih mengajukan untuk mundur sebagai Wakil Direktur CV Lestiani (CV Lestiani memiliki 45 % saham di PT Blue Bird Taxi), yang dilakukan melalui somasi di Pengadilan.
Somasi ini oleh Purnomo dan Alm. Chandra Suharto dijawab sebagai berikut : ”Bahwa kami tidak keberatan untuk menerima surat yang ditanda tangani oleh Mintarsih Lestiani tertanggal 3 Mei 2001 yaitu perihal pengunduran diri sebagai wakil direksi / Pengurus CV Lestiani”.
Surat ini diikuti oleh surat dari Mintarsih untuk meminta agar dilakukan perubahan Anggaran Dasar, untuk mengubah kedudukan Mintarsih dari Pengurus Pesero (wakil Direktur) menjadi Pesero Komanditer (jadi harta Mintarsih di CV Lestiani tidak dilepas).
Rasanya kedua surat diatas sudah sangat jelas, bahwa Mintarsih tidak melepaskan sahamnya. Disinilah terjadi perdebatan antara Purnomo dan Mintarsih. Entahlah dengan menggunakan pasal berapa, Purnomo berdalih bahwa untuk CV, mundur sebagai pengurus di CV harus juga mundur sebagai pesero (saham Pesero juga dilepas).
Mintarsih menilai bahwa, somasi dari Pengadilan sudah jelas, yaitu bentuk somasi (permintaan) untuk mundur sebagai Wakil Direktur.
Apalagi dengan surat tambahan untuk menjadi pesero komanditer (pemegang saham saja). Seandainya tidak jelas, mengapa tidak bertanya. Apakah Purnomo berhak memutuskan bahwa saham Mintarsih dilepas walaupun ada pernyataan dari Mintarsih bahwa dirinya tetap mempertahankan saham peseronya. Disinilah bentuk ketidakadilan, perlakuan dzolim kepada Mintarsih.
”Secara sepihak keputusan dilakukan Purnomo,” kata Mintarsih kepada Wartawan, Senin (27/1) di Jakarta.
Terjadilah perdebatan di Pengadilan dengan mendatangkan ahli-ahli. Diantara 4 (empat) ahli ada satu ahli dari Purnomo yaitu E, SH dari Universitas Atma Jaya yang mengatakan bahwa, mundur sebagai pengurus harus juga mundur sebagai pesero (saham peseronya juga harus dilepas).
Sedangkan 2 ahli lainya beranggapan bahwa, pengurus dan penyertaan modal (pemilik saham) merupakan 2 (dua) hal yang berbeda.(bhc/mdb)
|