Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Peradilan    
UU Migas
Permohonan FSPPB dan KSPMI Uji UU Migas Ditolak Oleh MK
Friday 29 Mar 2013 09:30:08
 

Gedung Mahkamah Konstitusi.(Foto: BeritaHUKUM.com/mdb)
 
JAKARTA, Berita HUKUM - Permohonan Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) dan Konfederasi Serikat Pekerja Migas Indonesia (KSPMI) untuk menguji UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas) ditolak oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada sidang pembacaan putusan, Kamis (28/3).

Permohonan kedua Pemohon yang diwakili Ugan Gandar dan Noviandri selaku Presiden dan Sekretaris FSPPB, dan Faisal Yusra, selaku Presiden KSPMI, karena permohonan Para Pemohon untuk sebagian adalah ne bis in idem (pokok perkara yang sama sudah pernah diputus oleh MK, red), untuk sebagian tidak terdapat objeknya lagi, dan untuk sebagian yang lain tidak beralasan menurut hukum.

“Amar Putusan. Mengadili. Menyatakan: permohonan para Pemohon mengenai konstitusionalitas Pasal 1 angka 19, Pasal 1 angka 23, Pasal 6, Pasal 9, Pasal 10, dan Pasal 44 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4152) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak dapat diterima. Menolak permohonan para Pemohon untuk selain dan selebihnya,” ujar Ketua MK Moh. Mahfud MD saat membacakan putusan didampingi tujuh hakim konstitusi lainnya.

Untuk diketahui, Para Pemohon mengajukan pengujian Pasal 1 angka 19, Pasal 1 angka 23, Pasal 1 angka 24, Pasal 6, Pasal 9 ayat (1), Pasal 10, Pasal 44, Pasal 46, dan Pasal 63 huruf c Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Dari pasal-pasal yang dimohonkan untuk diuji olerh Mahkamah tersebut, dapat ditemukan pokok permasalahan konstitusionalitas dalam pasal-pasal sebagai berikut.

Pertama, soal Kontrak Kerja Sama pada Pasal 1 angka 19 dan Pasal 6 UU Migas, khususnya pada frasa “kontrak kerja sama lain” pada Pasal 1 angka 19 UU Migas. Kedua, soal keberadaan BP Migas sebagai Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi serta BPH Migas sebagai Badan Pengatur Minyak dan Gas Bumi (Pasal 1 angka 23, Pasal 1 angka 24, Pasal 44 dan Pasal 46 UU Migas). Ketiga, soal pengaturan badan pelaksana Kegiatan Usaha Hulu dan Kegiatan Usaha Hilir sektor minyak dan gas bumi [Pasal 9 ayat (1) UU Migas]. Keempat, terkait pemisahan kegiatan usaha hulu dan hilir sektor minyak dan gas bumi (Pasal 10 UU Migas). Dan kelima, terkait jangka waktu berlakunya kontrak pada aturan peralihan (Pasal 63 huruf c UU Migas).

Terhadap dalil-dalil Pemohon terkait pengaturan kontrak kerja sama, konstitusionalitas BP Migas, dan konstitusionalitas mengenai badan-badan yang dapat menjadi badan pelaksana kegiatan hulu dan hilir sektor minyak dan gas bumi, serta konstitusionalitas pemisahan kegiatan usaha hulu dan hilir sektor minyak dan gas bumi, Mahkamah berpendapat sama dengan putusan MK No. 36/PUU-X/2012, bertanggal 13 November 2012. Mahkamah dalam pertimbangan hukumnya menyatakan tidak menemukan adanya syarat-syarat konstitusionalitas alasan yang berbeda dengan Perkara Nomor 36/PUU-X/2012. Selain itu, alasan-alasan permohonan para Pemohon telah pula dipertimbangkan dalam Putusan Nomor 36/PUU-X/2012 bertanggal 13 November 2012, sehingga permohonan para Pemohon khusus mengenai konstitusionalitas Pasal 1 angka 19, Pasal 6, Pasal 9, dan Pasal 10 UU Migas adalah ne bis in idem.

Sementara itu, Pasal 63 UU Migas yang dimohonkan Pemohon untuk diuji dinilai Mahkamah merupakan salah satu pasal peralihan yang berfungsi untuk mencegah kekosongan hukum dan menjamin kepastian hukum yang dapat ditimbulkan dari pembentukan UU Migas. Dalil para Pemohon yang menyatakan bahwa ketentuan tersebut dapat menyebabkan kerugian negara dan membahayakan cadangan kekayaan alam Indonesia merupakan persoalan yang dapat timbul karena ketentuan syarat dan/atau pelaksanaan dari kontrak-kontrak yang dimaksud bukanlah dikarenakan keberadaan Pasal 63 huruf c UU Migas. Dengan kata lain, dalil para Pemohon tersebut merupakan isu penerapan norma, bukan merupakan isu konstitusionalitas norma sehingga dapat dinyatakan tidak beralasan menurut hukum.(yna/mk/bhc/rby)



 
   Berita Terkait > UU Migas
 
  Wakil Ketua BPK: Mendukung UU Sektor Migas Yang Dapat Menguntungkan Negara
  Permohonan FSPPB dan KSPMI Uji UU Migas Ditolak Oleh MK
  MK Sidangkan Uji Materi 10 Pasal UU Migas
 
ads1

  Berita Utama
Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

 

ads2

  Berita Terkini
 
Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

BNNP Kaltim Gagalkan Peredaran 1,5 Kg Sabu di Samarinda dan Balikpapan

Kasus Korupsi PT BKS, Kejati Kaltim Sita Rp2,5 Milyar dari Tersangka SR

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2