JAKARTA, Berita HUKUM - Masa tahanan terdakwa Notaris Theresia Ponto (TP) memasuki hari ke 93 sejak Pengadilan Negeri Jayapura memutuskan Theresia didakwa melakukan penggelapan. Pasal 372 yaitu menggelapkan/merubah isi akta tanah yang telah bersertifikat dan Pasal 374, menghilangkan barang bukti dan melarikan diri, Kitab Undang Hukum Pidana (KUHP).
Sengketa tanah bermula dari rencana pembuatan akta Balik Nama dan Jual Beli Tanah milik Hengky Dawir kepada calon pembeli Rudy Doomputra namun dibatalkan diberikan kepada calon pembeli Syaharudin. Tanah terletak di Kelurahan Entrop Distrik Jayapura Selatan.
Atas kelanjutan sengketa itu, Theresia Pontoh resmi ditahan pada 23 Juli 2014 melalui Surat Perintah Penahanan yang dikeluarkan Kepala Kejaksaan Negeri Jayapura Nomor : PRINT-115/T.1.10/Epp.2/2014.
Ketua Bidang Penegakan Hukum Ikatan Notaris Indonesia, Syafran Sofyan menilai penahanan Notaris TP penuh kriminalisasi dan ada dugaan rekayasa.
“Mengacu pada kronologi kejadian bahwa notaris Theresia Ponto belum dan akan mau membuat akta tanah. Jadi ini contoh secara perdata penetapan sebagai tersangka sudah salah. Kemudian penetapan Pasal 372 dan 374 pada tindak pidana, sama sekali tidak beralasan. Pertama bagaimana mau menggelapkan barang bukti, karena barang bukti atau akta tanah sudah diserahkan kepada PN Jayapura dan dikembalikan kepada pemiliknya Hengki Dawir melalui vonis Van Dading (perdamaian) dengan Nomor 56/Pdt.G/2010/PN Jayapura, sebelum Kejaksaan Tinggi Jayapura menerbitkan surat penahanan dan saudara Theresia digugat oleh calon pembeli dan bukan pemilik tanah. Secara legal standing, si penggugat ini tidak berhak menggugat dan terlebih tidak ada uang yang diterima notaris. Jadi penahanan ibu Theresia Ponto ini sudah kami anggap tindakan kriminal,” papar Syafran Sofyan pada Berita HUKUM, Sab’tu (1/11).
Sebelumnya pada 30 Oktober 2014 telah dilakukan aksi demo simpatik oleh Ikatan Notaris Indonesia terkait dugaan kriminalisasi terhadap status penahanan TP. Syafran beserta 1000 notaris meminta Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung agar meninjau kembali kasus TP tersebut. Aksi dimulai di Bundaharan HI, Mahkamah Agung hingga ke Istana Negara.
“Kami telah bertemu Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA) agar kasus ini ditinjau ulang dan kami minta agar masa tahanan Theresia Ponto ditangguhkan. Dalam pertemuan sebelumya dengan KY, pihak mereka pun sudah melihat bahwa kasus ini secara perdata dan pidana tidak sah,” imbuh Syafran.
Dalam kesempatan yang sama, Penasehat Hukum Notaris Theresia Ponto, Steven Halim melalui kliennya mengucapkan banyak terima kasih atas dukungan moral yang diberikan dari sejumlah pihak yang peduli pada kasusnya.
Steven Halim pun menegaskan agar MA atau pun KY dapat memberi masa penangguhan atas penahanan kliennya terkait sejumlah bukti yang telah dimiliki.
“Sejumlah bukti sudah kami serahkan kepada MA dan KY. Salah satunya adalah Surat Ketetapan Tentang Penghentian Penyidikan terhadap ibu Theresia yang telah dikeluarkan Kepolisian Resor Jayapura Kota. Selain penetapan Pasal 372 dan 374 KUHP yang tidak dapat dibuktikan, tidak dilakukan gelar perkara pun sudah dianggap kasus ini cacat hukum”, tutur Steven Halim menutup pembicaraan dengan BeritaHUKUM.(bhc/mat)
|