JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Kebijakan pemerintahan SBY-Boediono menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi dalam kondisi seperti ini merupakan upaya memiskinkan rakyat dua kali. Pasalnya, kenaikan BBM selalu didahului dengan naiknya harga-harga kebutuhan bahan pokok. Bahkan, setelah kenaikan tersebut, harga-harga juga kembali naik.
“Baru rencana saja, (harga kebutuhan pokok) sudah naik. Setelah harga BBM naik, pasti satu-dua bulan kemudian (harga kebutuhan pokok) naik lagi dua kali lipat. Ini bentuk pemiskinan masyarakat melalui dua tahapan," kata Ketua Umum Hanura Wiranto dalam acara diskusi di gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (8/3).
Menurut dia, imbas dari kenaikan harga minyak mentah dunia, pemerintah selalu mencari jalan cepat dan mudah dalam mengatasi defisit anggaran. Satu di antaranya adalah menaikkan harga BBM dalam negeri. Padahal, kebijakan itu dampaknya sangat luas. “Sudah waktunya berpikir menggunakan energi alternatif dan penghematan. Tetapi semuanya memang butuh proses. Tapi masalahnya sekarang ini sudah kepepet," imbuh mantan Menhankam/Pangab ini.
Beberapa hal yang sebenarnya bisa dilakukan pemerintah sebagai alternatif yaitu dengan melakukan renegosiasi gas. Kemudian menyangkut 'recovery cost', proses jual beli minyak tak perlu lagi menggunakan jasa perantara. “Pemerintah bisa melakukan pembelian langsung ke produsen, jangan pakai perantara lagi,” tandasnya.
Wiranto juga memperkirakan takkan ada aksi unjuk rasa besar-besaran terkait rencana kenaikan BBM per 1 April mendatang. "Saya memperingatkan bahwa ini beda dengan tahun 1998. Dulu chaos secara nasional, dapat diselesaikan dua hari. Sekarang lain, justru saya menduga ada intervensi asing. Pemerintah harus mencari penyelesaian yang cerdas, jangan cari musuh," kata dia.
Dalam kondisi seperti ini, pemerintah harus berkepala dingin dan berpikir keras untuk tidak melukai dan merugikan rakyat. Bahkan, jangan juga mendorong terjadinya antipati terhadap pemerintah. Hal ini yang harus dijaga, agar tidak terjebak definisi makar. "Kalau Hanura sama-sama menentang kenaikan BBM bersama rakyat, jangan konotasikan kami merekayasa,” tegasnya.
Tidak ada hubungannya antara kenaikan BBM dengan makar sebagaimana yang ditudingkan pihak tertentu. "Saya kira demonstrasi yang mengarah pada penjatuhan pemerintah yang sah dapat dieliminasi. Ketimbang melakukan tujuan ke sana-ke mari tidak ada artinya, sebaiknya pemerintah mencari solusi yang tepat,” jelas mantan Cawapres yang bersapangan dengan Capres Jusuf Kalla ini.(dbs/rob)
|