JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Masyarakat hukum adat di Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung menuntut atas hutan adat dan tanah ulayat yang diserobot PT. Sugar Group Companies and Co (SGC). Pejabat di daerah tidak mampu menyelesaikannya.
Sejumlah tokoh setempat menandatangani tuntutan kepada PT SGC adalah A Syukri Isa, Rajou Kuasou, HM Tayib. Petakou Ratu, M. Husin, Pukuk Ratu, H Asmaja, dan Pusaka akan memberikan surat itu kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. "Kami mencatat ada 30-an ribu hektare hutan adat yang belum dikompensasi oleh perusahaan kepada masyarakat adat kami," kata Sarbini kepada wartawan di Jakarta, Jumat (17/2).
Menurut dia, nilai dari hutan adat yang belum dikompensasi PT SGC ke masyarakat adat senilai Rp 100,8 miliar, jika nilai satu haktare tanah adat dipatok Rp 3 juta. Hutan adat seluas lebih dari 30 ribu hektare itu, sekarang belum dikompensasi oleh perusahaan PT SGC, sehingga meresahkan penduduk setempat.
"Kami tidak ingin daerah kami bergejolak terus, karena masyarakat adat berdemo menuntut hak-hak mereka kepada perusahaan. Kami hanya ingin Bapak Presiden SBY lewat Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi turun tangan ke daerah kami untuk selesaikan sengketa ini,” tegasnya.
Sementara itu, komunitas masyarakat perantau Lampung di Jakarta meminta Gubernur Sjachroedin ZP bijaksana dan mengayomi semua elemen masyarakat di daerahnya, agar tercipta situasi aman dan damai. "Perdamaian di Lampung hanya bisa dicapai, kalau kepala daerah itu mengayomi semua elemen,” kata juru bicara komunitas tersebut, Pujo Waluyo.
Pujo mengungkapkan, gejolak yang dipicu sengketa lahan antara penduduk dan perusahaan di Lampung, pasti ada penyebabnya. Gubernur Lampung Sjachroedin ZP dituntut mencari jalan keluarnya yang saling menguntungkan pihak-pihak bersengketa. "Gubernur tidak boleh menuduh penduduk salah, sehingga mereka harus ditembak bila perlu," tutur dia.
Di sisi lain, menurut Pujo, gubernur juga tidak boleh terlalu berpihak kepada rakyat. Sebab, perusahaan juga harus hidup dan dilindungi karena perusahaan adalah aset nasional, apalagi sebesar PT SGC menyumbang 20 persen produksi gula nasional. "Tetapi, kalau gubernur hanya berpihak pada perusahaan atau penduduk adat semata, berarti dia gagal membangun komunikasi damai,"imbuhnya.(inc/wmr)
|