JAKARTA, Berita HUKUM - Situasi arus bongkar muat (dwelling time) yang hingga kini tidak kunjung membaik di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, mendorong pemerintah memikirkan alternatif untuk merencanakan pengenaan pajak progresif bagi kontainer atau peti kemas yang parkir lama di pelabuhan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan hukuman (punishment) bagi pengusaha yang lama memarkir kontainer di pelabuhan. Demikian disampaikan oleh Menko Perekonomian Hatta Rajasa dalam rapat koordinasi di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (19/7).
“Ke depan, akan ada penalti bagi importir maupun eksportir. Terutama importir yang menempatkan barangnya di dalam pelabuhan dan tidak segera mengambil kembali, maka akan dikenakan pajak progresif,” ungkap Hatta.
Menko Perekonomian menegaskan, bahwa diterapkannya sistem penalti itu bukan karena pemerintah ingin mencari tambahan pajak dari hal ini, namun hal ini semata-mata untuk memberikan hukuman bagi pengusaha yang lama memarkir kontainernya.
Pemeritah juga akan memberikan penghargaan (reward) khususnya bagi pengusaha yang langsung mengambil kontainernya di pelabuhan. Namun, pemerintah masih membahas aturan ini. “Jadi kalau perlu satu hari tidak ada bea. Nanti baru dua hari ada pengenaan pajaknya,” kata Hatta.
Selama ini, masalah dwelling time belum dapat terurai karena makin banyaknya kontainer yang bertahan di pelabuhan. Hatta menjelaskan bahwa ada 4.000 kontainer yang parkir di Tanjung Priok, yang akhirnya harus pindah ke pelabuhan Cikarang. “Nantinya, kontainer ini juga harus dipindah ke pelabuhan baru, yaitu Cimalaya. Tapi ini kajiannya masih belum selesai, masih terkendala lahan,” jelasnya.
Sementara itu Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Mahendra Siregar yang juga hadir di rapat koordinasi itu mengemukakan, skenario awal untuk mengatasi penumpukan peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok adalah dengan memindahkannya ke Marunda, Jakarta Utara, dan Cikarang, Bekasi. Namun, ternyata untuk memindahkan dari Tanjung Priok ke Marunda saja tidak mudah. “Jalanannya macet. Jadi, untuk bisa menurunkan rasio okupansi tidak mudah kalau begini terus,” kata Mahendra.
Untuk memindahkan peti kemas dari Tanjung Priok ke Marunda, ujar Mahendra, diperlukan waktu satu hari untuk satu perjalanan. Padahal antar Tanjung Priok dan Marunda lokasinya relatif dekat, masih sama-sama di Jakarta Utara.
Wamenkeu Mahendra Siregar berharap pada para pemangku kepentingan terkait untuk mencari lahan di dalam Pelabuhan Tanjung Priok yang masih bisa dimanfaatkan. Dengan demikian, waktu pemindahan ribuan container bisa lebih cepat daripada mengeluarkannya ke Marunda atau Cikarang.
Ia menyebutkan, ada beberapa lokasi yang mungkin bisa digunakan sebagai tempat pemindahan sementara, di antaranya di Pelindo, Jakarta International Container Terminal (JITC), dan Koja.
“Ini solusi jangka pendek. Untuk jangka menengah dan panjang mesti ada terobosan,” papar Mahendra.
Rapat koordinasi tentang pemangkasan dwelling time Pelabuhan Tanjung Priok itu dihadiri antara lain oleh Menteri Perindustrian MS. Hidayat, Dirjen Pajak Fuad Rahmani, dan Ketua Umum Apindo Sofyan Wanandi.(hkk/skb/bhc/rby) |