JAKARTA, Berita HUKUM - Pemerintah yang diwakili Plt Dirjen Peraturan Perundang-undangan Kemenkumham, Mualimin Abdi memberikan keterangan terhadap permohonan Pengujian Undang-Undang Jabatan Notaris yang dimohonkan Tomson Situmeang pada sidang yang digelar Rabu (29/10) di Ruang Pleno MK. Dalam kesempatan itu Mualimin menyampaikan Majelis Kehormatan Notaris seharusnya tidak bertindak sebagai pembela notaris.
Mengawali keterangannya, Mualimin mengatakan bila dilihat sepintas memang Pasal 66 ayat (1), (2), dan (3) tidak mengalami perubahan. Padahal, ketiga ayat tersebut telah mengalami perubahan-perubahan. Mualimin mengatakan, ada perubahan yang menyatakan Majelis Kehormatan Notaris dalam waktu paling lama 30 hari kerja. Sedangkan sebelumnya tidak dicantumkan limitasi waktu tersebut. Setelah diubah, Pasal 66 ayat (3) berbunyi, “Majelis Kehormatan Notaris dalam waktu paling lama 30 hari kerja terhitung sejak diterimanya surat permintaan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memberikan jawaban menerima atau menolak permintaan persetujuan tersebut.”
Pada ayat (4) dalam pasal yang sama dinyatakan bila Majelis Kehormatan Notaris tidak memberikan jawaban dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) maka Majelis Kehormatan Notaris dianggap menerima permintaan persetujuan tersebut. Menurut Pemerintah, seperti yang disampaikan Mualimin, pembentuk sudah memikirkan agar UU No. 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris tidak sama dengan UU sebelumnya, yaitu UU No. 30 Tahun 2004.
Sementara itu, terkait pokok permohonan Pemohon, Mualimin mengatakan bahwa sejatinya UU Jabatan Notaris telah memberikan penghormatan khusus terhadap akta otentik yang memiliki tiga kekuatan pembuktian sempurna. Ketiganya yaitu, kekuatan pembuktian lahiriah, kekuatan pembuktian formil, dan kekuatan pembuktian materiil. Tidak bisa dipungkiri, lanjut Mualimin, sebagian tidak melaksanakan tugas dan jabatannya sebagaimana mestinya. Namun demikian, keadaan seperti itu tidak dapat digunakan sebagai tolak ukur bahwa semua notaris dianggap melakukan pelanggaran, sehingga dapat dipanggil untuk dimintai keterangan setiap saat atau diminta untuk menyerahkan foto kopi minuta akta yang dibuat oleh atau dihadapkannya kepada penyidik, penuntut umum, dan hakim untuk keperluan proses peradilan tanpa melewati proses penyaringan. Namun, hal ini tidak bisa ditarik diartikan bahwa pemberian keterangan maupun penyerahan fotokopi minuta kepada penyidik, penuntut umum, atau hakim tersebut diasumsikan bahwa notaris yang bersangkutan bersalah.
“Oleh karena itu, tidak berlebihan apabila pembentuk undang-undang, DPR bersama presiden mengubah dan selanjutnya menetapkan ketentuan Pasal 66 dan Pasal 66A Undang-Undang Jabatan Notaris. Lebih dari itu yang tidak kalah penting terkait dengan profesionalisme anggota Majelis Kehormatan Notaris yang memang saat ini belum terbentuk, di mana mereka tidak hanya dituntut untuk mengerti mengenai hal ikhwal yang berkenaan dengan pelaksanaan tugas jabatan notaris melainkan harus memahami pula tentang hukum acara,” ujar Mualimin.
Berbicara atas nama Pemerintah, Mualimin mengatakan seharusnya Majelis Kehormatan Notaris harus menyadari bahwa Majelis Kehormatan Notaris bukan sebagai pembela bagi para notaris. Majelis Kehormatan Notaris seharusnya menjadi institusi yang bertugas untuk mendudukan secara proporsional tentang perlu tidaknya fotokopi minuta akta yang dibuat oleh atau dihadapan notaris maupun keterangan notaris diminta oleh penyidik penuntut umum atau hakim untuk keperluan proses peradilan.
Selain itu, Mualimin juga mengatakan bila Majelis Kehormatan Notaris mengabulkan atau menolak permohonan pengambilan fotokopi minuta akta maka harus disertai alasan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan atau hukum yang berlaku.(mk/Yusti Nurul Agustin/mh/bhc/sya) |