JAKARTA, Berita HUKUM - Pancasila merupakan sumber jati diri, kepribadian, moralitas, dan haluan keselamatan bangsa. Sebagai basis moralitas dan haluan kebangsaan-kenegaraan, Pancasila memiliki landasan ontologis, epistemologis, dan aksiologis yang kuat di mana setiap sila memiliki justifikasi historis, rasional dan aktual yang dipahami, dihayati, dipercayai, dan diamalkan secara konsisten sehingga dapat menopang pencapaian-pencapaian agung peradaban bangsa Indonesia.
Hal demikian disampaikan Hakim Konstitusi Patrialis Akbar dalam Kuliah Umum yang berlangsung di Auditorium Perbanas Institute, Jakarta, Jumat (31/10) lalu, bertajuk “Keteladanan Pancasila dalam Pencegahan Korupsi dan Fungsi Mahkamah Konstitusi dalam Negara Demokrasi“. Patrialis menjelaskan secara konstitusional Pembukaan UUD 1945 mendudukkan apa yang terkandung di dalam Pancasila sebagai dasar negara. Sebagai dasar negara, Pancasila secara normatif harus menjadi fundamen penyelenggaraan Pemerintahan Negara Indonesia yang berfungsi memberikan perlindungan, penyejahteraan, pencerdasan, dan berpartisipasi dalam ketertiban dunia.
Selain itu, MK juga selalu diposisikan sebagai lembaga peradilan yang memiliki peranan penting dalam mengawal konstitusi. Dengan fungsi dan kewenangan yang dimilikinya, MK selalu diposisikan sebagai pengawal konstitusi, penafsir akhir konstitusi, pengawal demokrasi, pelindung hak konstitusional warga negara, dan pelindung hak asasi manusia.
“Mahkamah Konstitusi merupakan bagian kekuasaan kehakiman yang mempunyai peranan penting dalam usaha menegakkan dan menjaga konstitusi sesuai tugas dan kewenangannya sebagaimana yang ditentukan dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan dengan UU No 8 tahun 2011,” ujar Patrialis.
Sebelum menutup kuliah umumnya, Patrialis mengatakan dalam sistem demokrasi di Indonesia, dengan kewenangan pengujian undang-undang, MK berperan besar untuk mengikhtiarkan penataan software dan brainware menuju Indonesia yang demokratis. Software berkait dengan rotasi bagi para aktor dan elit politik serta pimpinan negara yang non-demokratis atau non-reformis, tumbuh kembangnya lembaga atau institusi baru pro demokrasi, terjadinya perubahan dan pergantian peraturan berikut mekanisme kerja, serta perubahan kebudayaan ke arah kultur yang lebih demokratis.
Sedangkan terkait penataan brainware, anutan MK dalam penegakan hukum progresif yaitu dengan melakukan berbagai terobosan dengan adanya sumbatan-sumbatan yang ada guna melancarkan perubahan pola dan cara berpikir, perilaku, serta budaya lama yang kurang demokratis ke arah cara-cara baru yang lebih demokratis.
“Sehingga dengan adanya Mahkamah Konstitusi merupakan konsekuensi untuk menjamin tegaknya prinsip negara hukum modern (Moderne Democratische Rechtsstaat) dan memperkuat sistem demokrasi negara modern (Modern Constitutional Democracy). Dengan terbentuknya Mahkamah Konstitusi ini diharapkan dapat terwujudnya penyelenggaraan kekuasaan dan ketatanegaraan yang lebih baik,” tegasnya.
Acara kuliah umum tersebut juga dihadiri oleh Rektor Perbanas Institute Masudi Wahyu Kisworo, dekan, dosen Pendidikan MK dan Kewarganegaraan, serta para mahasiswa Perbanas Institute.(mk/Panji Erawan/mh/bhc/sya) |