JAKARTA, Berita HUKUM - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang pengujian Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) di Ruang Sidang Panel MK pada Kamis (9/1).
Perkara yang teregistrasi Nomor 84/PUU-XVII/2019 ini dimohonkan oleh dua advokat atas nama Martinus Butarbutar dan Risof Mario. Dalam permohonannya, para Pemohon mendalikan Pasal 12B, Pasal 21 ayat (1) huruf a, Pasal 37B ayat (1) huruf b, Pasal 38, Pasal 47 ayat (1) dan ayat (2) UU KPK bertentangan UUD 1945.
Dalam sidang kedua ini, Risof menyebutkan pihaknya mempertegas uraian Petitum permohonan pihaknya. Para Pemohon memohonkan agar Mahkamah menyatakan Pasal 37C ayat (2) UU KPK bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan menyatakan membatalkan pasal-pasal yang diujikan.
"Memerintahkan tentang ketentuan yang mengatur organ KPK seluruhnya ditentukan dalam undang-undang serta pemuatan putusan Mahkamah Konstitusi atas permohonan a quo dalam Lembaran Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya," urai Risof di hadapan sidang yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat dengan didampingi oleh Hakim Konstitusi Manahan M.P. Sitompul dan Suhartoyo.
Dalam sidang sebelumnya, para Pemohon menilai bahwa telah terjadi pemindahan kewenangan yang justru dilakukan oleh UU KPK. Sehingga pimpinan dan penyidik KPK sudah seharusnya tidak memiliki wewenang dalam pelaksanaan UU KPK yang dimaksud. Oleh karena yang diatur dalam UU KPK adalah kewenangan menjalankan hukum acara pemberantasan tindak pidana korupsi, maka dengan ketentuan yang mengatur hak Dewan Pengawas untuk memberikan izin atau tidak memberikan izin pelaksanaan penyelidikan, penyidikan, penggeledahan, penyadapan, dan lainnya patut dimaknai bahwa kewenangan yang ada tersebut adalah kewenangan Dewan Pengawas saja.
Dengan demikian, pembuat undang-undang telah dengan tidak jujur membangun asumsi seolah-olah Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) adalah lembaga yang merupakan subordinat dari pemerintah. Asumsi ini keliru atau dikelirukan pembuat udang-undang, yang kemudian membangun kesan cukup alasan bagi pemerintah membentuk seolah-olah organ yang disebut Dewan Pengawas. Padahal, pengertian serumpun pada lembaga tersebut seharusnya dimaknai bahwa selain pemerintah ada lembaga eksekutif lainnya yang juga menjalankan sifat dan eksekutifnya di luar pemerintah. Bahwa, lembaga serumpun eksekutif itu tidak saling mengatasi, bukan cabang pemerintah, dan tidak dalam posisi subordinat satu sama lain. Untuk itu, para Pemohon melalui Petitumnya memohonkan agar Mahkamah menyatakan UU KPK bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945.(SriPujianti/LA/mkri/bh/sya) |