JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Anggota Komisi II DPR RI, Nurul Arifin menyatakan kecewa atas hasil UU Pemilihan Umum. Menurutnya UU ini sarat akan kepentingan,pasalnya ambang batas parlemen atau parliamentary treshold (PT) yang diubah dari sebelumnya 2,5 persen menjadi 3,5 persen, tidak sesuai dengan semangat penyederhanaan Partai dan semangat memperkuat sistem Presidensial.
“Angka ideal PT, adalah lima persen seperti yang ditawarkan Partai Golkar. Itu kalau mau pararel dengan sistem Presidensial yang kita anut," kata mantan Anggota Pansus RUU Pemilu ini saat diskusi publik bertema "UU Pemilu", di Jakarta, Jumat (13/4).
Lebih lanjut Nurul menjelaskan, menilai PT yang berlaku sekarang, tidak adil bagi Partai-partai lokal. Selain itu, pemberlakukan angka 3,5 persen tidak sesuai dengan Hukum atau aturan yang seharusnya berlaku secara nasional, bukan parsial.
“Karena itulah, Golkar mengusulkan sistem Pemilu campuran yang terdiri dari 70 persen sistem pemilu daftar terbuka dan 30 persen sistem tertutup agar bisa mengakomodir kepentingan pasar dan Partai,” lanjutnya.
Selain itu, Nurul menilai metode penghitungan suara kuota murni yang dipilih DPR, merupakan salah satu bentuk ketidakadilan dalam sistem Pemilu bagi Partai besar besar terhadap partai kecil. Karena dengan metode tersebut, Partai-partai kecil dan menengah yang tidak mendapatkan suara tidak sama seperti Partai-partai besar masih bisa mendapatkan kursi di Parlemen.
”Ini adalah sebuah Korupsi dalam sistem Pemilu dan Politik. Caleg Parpol menduduki kursi yang bukan haknya. Mereka hanya tunggu limpahan kursi,” ujarnya
Karena itulah, dirinya kecewa dengan Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera yang pada awalnya mengusung metode penghitungan suara divisor webster, malah berbalik mengusung kuota murni. “ Dan pembahasan RUU Pemilu yang dibahas selama 1,5 tahun, hanya membuang-buang waktu dan tidak sesuai harapan," jelas Nurul.
Seperti diketahui, pada saat rapat Paripurna DPR, PKS mengusulkan metode divisor varian webster, dan langsung didukung Golkar mengusulkan nilai ambang batas Parlemen 4 persen yang kemudian turun ke 3,5 persen.
Demokrat pun berpendapat yang sama, walapun beberapa fraksi ngotot dengan metode kuota murni. Tetapi saat pengambilan keputusan PKS dan Demokrat malah memilih perhitungan suara dengan metode kuota murni. (dbs/rob)
|