BEKASI, Berita HUKUM - Muhammad HS Ketua Perkumpulan Sahabat Muslim Indonesia kembali melaporkan pejabat publik ke Polisi. Kali ini yang dilaporkan adalah Kepala Inspektorat Kota Bekasi Cucu M Syamsudin dan Sekretaris Inspektorat Kota Bekasi Mohamad Jufri. Kalau sebelum-sebelumnya para pejabat publik yang dipolisikan Muhammad HS adalah terkait sangkaan tidak memberikan informasi publik dan diancam pidana satu tahun kurungan sesuai pasal 52 UU KIP, namun untuk kedua pejabat Inspektorat Kota Bekasi itu sangkaannya adalah melakukan indak pidana mengakses, menerima dan/atau memberikan informasi rahasia negara atau informasi yang dikecualikan, sebagaimana dimaksud pasal 54 UU KIP, dengan ancaman pidana dua tahun penjara.
MHS, panggilan pria yang giat mengadvokasi keterbukaan informasi publik di banyak instansi pemerintahan ini menyebutkan, laporan yang dilayangkannya ke Polresta Bekasi Kota tersebut merupakan buntut dari putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung yang menangani kasus banding sengketa informasi publik antara dirinya dengan pihak Inspektorat Kota Bekasi. "Dimana dalam putusannya, PTUN Bandung menyatakan membatalkan hasil putusan Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat yang semula menangani sengketa informasi publik yang memenangkan pihak Pemohon Informasi dan memerintahkan pihak Termohon Inspektorat Kota Bekasi untuk memberikan informasi publik berupa dokumen LHP (Laporan Hasil Pemeriksaan) kepada kami selaku pihak Pemohon," ujar MHS
"Padahal, sebelum melayangkan gugatan atau pengajuan banding/keberatan kepada PTUN Bandung, pihak Inspektorat Kota Bekasi telah melaksanakan perintah amar putusan Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat yaitu memberikan dokumen LHP kepada kami, meskipun yang diberikan baru sebagian saja berupa LHP Reguler, dan belum memberikan sebagian yang lain berupa dokumen LHP Non Reguler atau dokumen Litsus (Penelitian Khusus)," tutur MHS.
Dikatakan lebih lanjut oleh MHS kalau dirinya merasa dibohongi oleh pihak Inspektorat Kota Bekasi. "Dimana pada saat serah terima dokumen di Kantor Inspektorat Kota Bekasi, pihak Inspektorat Kota Bekasi menjanjikan akan memberikan dokumen yang masih kurang dalam waktu beberapa hari lagi karena sedang dikumpulkan," katanya. "Tapi, ternyata secara diam-diam pihak Inspektorat Kota Bekasi juga mengajukan gugatan atau permohonan banding/keberatan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung. Karena kasus hukumnya belum final dan masih dilakukan upaya banding ke PTUN, maka putusan Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat belum dapat dilakukan eksekusi secara keseluruhan dan kami tidak bisa mengambil sisa dokumen yang belum diberikan," ujar MHS.
"Ternyata yang terjadi justru PTUN Bandung memenangkan gugatan pihak Inspektorat sebagai pemohon banding/keberatan dan menjatuhkan putusan yang membatalkan putusan Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat. Kami tidak tahu persis motif pihak Inspektorat Kota Bekasi dengan memberikan sebagian dokumen LHP kepada kami sebagai bentuk pelaksanaan putusan Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat, tetapi di sisi lain mengajukan gugatan atau permohonan banding/keberatan ke PTUN Bandung, yang dalam pokok gugatannya menyatakan tidak menerima putusan Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat, karena informasi publik yang disengketakan adalah termasuk informasi yang dikecualikan atau merupakan informasi rahasia negara yang tidak dapat diakses publik," kata MHS.
"Kita lihat saja nanti hasil penyidikan pihak Kepolisian Resort Kota Bekasi Kota. Yang pasti, pihak kami selaku pelapor memang bermaksud ingin menguji kehandalan UU KIP didalam penerapan sanksi hukum khususnya sanksi pidana yang termuat pada UU KIP. Dan pelaporan dengan menggunakan pasal 54 UU KIP ini merupakan yang pertama kali dan menjadi pasal ketiga yang kita uji petik. Yang sebelumnya kami gunakan adalah pasal 52 terkait tindakan tidak mengumumkan atau tidak memberikan informasi publik, serta pasal 55 terkait tindakan membuat informasi publik yang tidak benar dan/atau menyesatkan," pungkas MHS.(rls/bhc/sya) |