Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Lingkungan    
Pemanasan Global
Men LHK Teken Perjanjian Paris tentang Perubahan Iklim
2016-04-24 03:22:23
 

Menteri LHK Dr.Siti Nurbaya menandatangani Perjanjian Paris tentang Perubahan Iklim pada high-level Signature Ceremony for the Paris Agreement di Markas Besar PBB, New York, Amerika Serikat, Jumat, (22/4).(Foto: Istimewa)
 
NEW YORK, Berita HUKUM - Mewakili Presiden Joko Widodo, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Men LHK) Dr.Siti Nurbaya menandatangani Perjanjian Paris tentang Perubahan Iklim pada Upacara Tingkat Tinggi Penandatanganan Perjanjian Paris (high-level Signature Ceremony for the Paris Agreement) yang berlangsung di Markas Besar PBB, New York, Amerika Serikat, Jumat, (22/4).

Acara ini dibuka oleh Sekjen PBB, Ban Ki Moon, yang menyelenggarakan upacara tersebut sesuai mandat dari Konferensi Perubahan Iklim (UNFCCC COP-21) bulan Desember 2015. Memenuhi permintaan Sekretariat PBB, Menteri LHK Siti Nurbaya bertindak sebagai Co-Chair sesi terakhir penyampaian national statement.

Perjanjian Paris merupakan kesepakatan global yang monumental untuk menghadapi perubahan iklim. Komitmen negara-negara dinyatakan melalui Nationally Determined Contribution (NDC) untuk periode 2020-2030, ditambah aksi pra-2020. Perjanjian Paris didukung 195 negara, berbeda dengan periode pra-2015, yang ditandai absennya negara-negara kunci seperti AS dan Australia.

Perjanjian Paris akan berlaku apabila diratifikasi oleh minimal 55 negara yang menyumbangkan setidaknya 55 % emisi gas rumah kaca. Diharapkan batas tersebut dapat terpenuhi dalam waktu tidak terlalu lama, melihat tingginya tingkat partisipasi dalam Upacara Penandatanganan Perjanjian, yaitu 171 negara menandatangani dan 13 negara (terutama small island developing countries) langsung mendepositkan instrumen ratifikasi. Negara-negara dengan tingkat emisi tinggi seperti AS, Cina, UE, Rusia, Jepang, dan India juga menandatangani Perjanjian Paris.

Dalam pidato tersebut ditegaskan bahwa Indonesia dapat bergabung menjadi salah satu dari 55 negara pertama yang melakukan ratifikasi. Hal ini atas pertimbangan pentingnya subyek lingkungan sesuai UUD 1945 untuk perlunya menyediakan lingkungan yang baik bagi warga negara, serta pentingnya dukungan dari DPR RI.

Indonesia menyadari bahwa kehutanan dan pemanfaatan lahan adalah sektor yang paling signifikan dalam pengendalian perubahan iklim, terutama karena kawasan hutan yang luasnya mencapai 65% dari luas wilayah negara Indonesia 187 juta km2 yang juga merupakan tempat yang kaya akan keanekaragaman hayati.

Dalam pidato yang mendapat sambutan sangat positif tersebut, diungkapkan langkah-langkah konsisten yang telah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dalam rangka pengendalian perubahan iklim.

Indonesia membentuk Badan Restorasi Gambut pada Januari 2016, sebagai langkah cepat Indonesia merespon pasca kebakaran lahan dan hutan 2015. Indonesia juga melanjutkan kebijakan moratorium perizinan pada hutan primer dan lahan gambut. Presiden Indonesia baru-baru ini telah menyatakan moratorium perizinan sawit dan tambang.

Pemerintah daerah telah merespon positif arahan Presiden ini, yakni Gubernur Aceh memberlakukan moratorium sawit dan tambang di Ekosistem Leuser, dan Gubernur Kalimantan Timur memberlakukan moratorium tambang batu bara.

Indonesia juga telah melibatkan segenap komponen masyarakat (swasta, kampus, pemerintah daerah, dan berbagai kelompok masyarakat) untuk berpartisipasi dalam aksi terkait iklim, mencakup aspek mitigasi dan adaptasi. Termasuk melalui program nasional yang disebut PROKLIM (program kampung iklim).

"Sejarah telah mencatat, adalah mungkin untuk mencapai pengurangan emisi gas rumah kaca sejalan dengan mencapai pertumbuhan ekonomi, seperti yang telah ditunjukkan oleh sejumlah negara maju. Indonesia mendorong negara-negara maju untuk menunjukkan kepemimpinan dalam meningkatkan ambisi sebelum dan setelah 2020, baik dalam mengurangi emisi maupun dalam memberikan dukungan kepada negara-negara berkembang dalam bentuk keuangan, teknologi dan peningkatan kapasitas, dalam rangka memenuhi target menahan peningkatan suhu global di bawah 2ºC," tegas Siti Nurbaya di akhir pidatonya.(hms/sitinurbaya/bh/sya)



 
   Berita Terkait > Pemanasan Global
 
  Greta Thunberg Jadi 'Person of The Year' Versi Majalah Time
  Rahmawati Husein, Wakili Asia Tenggara dalam Sidang Dewan Pengarah PBB
  DKI Jakarta Jadi Tuan Rumah Kick Off C40 Climate Action Planning Program
  5 Hal yang Bisa Anda Lakukan Membantu Mengurangi Pemanasan Global
  Donald Trump Tuduh Para Ilmuwan 'Memiliki Agenda Politik' Namun Akui Perubahan Iklim Bukan Hoax
 
ads1

  Berita Utama
Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

 

ads2

  Berita Terkini
 
Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

BNNP Kaltim Gagalkan Peredaran 1,5 Kg Sabu di Samarinda dan Balikpapan

Kasus Korupsi PT BKS, Kejati Kaltim Sita Rp2,5 Milyar dari Tersangka SR

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2