JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD membantah tudingan soal jual-beli pasal dalam pembahasan UU di DPR itu, hanya untuk mencari sensasi. Pernyataannya ini disampaikannya dalam makalahnya pada sebuah seminar.
"Isu itu merupakan bagian ilustrasi dari ceramah saya, ketika menjadi keynote speaker dalam sebuah seminar. Ilustrasi ini merupakan kondisi penegakan hukum di Indonesia yang menurur saya menjadi penyebab buruknya produk legislasi DPR,” kata Mahfud kepada wartawanb di gedung MK, Jakarta, Rabu, (16/11).
Menurut dia, ada tiga hal yang menjadi penyebab buruknya produk legislasi DPR itu. Akibat kualitas legislasi yang buruk, faktor lainnya adalah kerap terjadinya tukar-menukar dalam penentuan pembuatan pasal UU. "Nah, jual beli-pasal itulah yang dikutip oleh pers secara meluas,” ucap Mahfud.
Mahfud sendiri mengakui bahwa praktik jual-beli pasal dalam penyusunan UU mnejadi hal yang lumrah di DPR. Bahkan, untuk menggolkan satu undang-undang, suatu instansi rela mengelontorkan dana hingga Rp 100 miliar kepada Dewan untuk mengamankankan kepentingannya itu.
"Mereka yang menjadi penghuni penjara itu contohnya. Tidak usah saya sebutkan, tapi itu sempat ramai. Mereka menggunakan dana kantor sampai Rp 100 miliar untuk menggolkan satu UU," papar dia.
Bahkan, imbuh Mahfud, ketika pembahasan RUU Jamsostek juga diketahui bahwa pemerintah memboyong sejumlah anggota DPR untuk menggolkan UU tersebut. Padahal, pembahasan RUU tersebut tidak masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR. Hal ini pun sudah pernah ramai diberikana media massa.
Mahfud pun menceritakan pengalamannya sewaktu menjadi Ketua Baleg DPR RI. Menurutnya, ada menteri yang memanggil 13 anggota DPR untuk menandatangani usulan pembuatan suatu RUU. Hal ini sengaja dilakukan, agar seolah-olah UU itu atas inisiatif DPR.
"Menteri itu ngotot, agar UU itu lolos. Padahal, UU itu pernah mentok di presiden. Menteri itu berusaha masuk melalui DPR dengan meminta bantuan 13 anggota DPR menandatangani usulan pembuatan UU. Saat UU masuk DPR, kami minta menteri pengusul itu untuk presentasi, tapi dia tidak tahu,” tuturnya yang secara tindak langsung wartawan menilainya sendiri soal praktik jual-beli pasal itu.(tnc/wmr)
|