JAKARTA, Berita HUKUM - Perpu MK dapat disalahgunakan terkait status presiden yang masih menjadi ketua partai politik saat mengeluarkan Perpu tersebut. Hal demikian menjadi poin perbaikan Kairul Alwan yang mewakili delapan orang advokat yang tergabung dalam Masyarakat Konstitusi Indonesia (MKI) dalam permohonan uji konstitusionalitas Perpu Mahkamah Konstitusi pada sidang yang digelar MK, Selasa (26/11) lalu.
Kairul dalam kesempatan ini menyatakan memperbaiki beberapa poin permohonan menyangkut kewenangan Mahkamah, legal standing Pemohon, dan argumentasi permohonan. Kemudian ia menyampaikan ada hal-hal yang menurutnya bisa disalahgunakan dalam Perpu MK dengan kedudukan presiden tersebut.. “Pasalnya, ada muatan politis di dalamnya karena kita melihat presiden masih merangkap sebagai Ketua Umum Partai, sehingga kita masih bisa menerjemahkan Perpu bisa saja menjadi manuver politik,” ujar Kairul.
Sementara itu, Muhammad Joni yang juga menjadi Pemohon menegaskan Perpu perlu diuji karena dapat timbul hilangnya kedudukan MK sebagai pengawal konstitusi. “Pengujian ini terhadap Perpu ini dimaksudkan adalah untuk memastikan tidak adanya kekosongan hukum. Karena kalau tidak dilakukan pengujian, maka kedudukan Mahkamah Konstitusi sebagai pengawal konstitusi yang dimaksudkan untuk memastikan terciptanya kebenaran dan pencarian kebenaran, konstitusi itu sendiri akan berhenti kalau pengujian Perpu itu tidak dianggap sebagai yurisdiksi atau kompetensi daripada Mahkamah Konstitusi,” jelas Joni menjelaskan argumentasi permohonannya.
Joni meminta alasan dibentuknya Perpu MK sebaiknya tidak hanya untuk menyelamatkan demokrasi, melainkan juga untuk menyelamatkan prinsip negara hukum. Terkait dengan isi Perpu MK yang memberikan kewenangan kepada Komisi Yudisial (KY) untuk pengawasan terhadap hakim konstitusi, Joni pun meminta MK untuk menyatakan hal itu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.
Pemohon lainnya, Fakhrurrozi menambahkan bahwa Perpu MK tidak memenuhi satu unsur pun yang menjadi syarat lahirnya suatu Perpu. Salah satu unsur yang tidak dipenuhi yakni tentang adanya ancaman yang membahayakan.Fakhrurrozi justru mengatakan narkoba lebih membahayakan dan perlu dikeluarkan Perpu untuk memperluas kewenangan Badan Narkotika Nasional (BNN). “Sebagaimana ditulis oleh Pak Jimly Asshiddiqie, unsur memaksa (mengeluarkan Perpu, red) ada tiga unsur. Dan saya lihat Perpu ini tidak memenuhi satu pun syarat dari tiga unsur ini. Justru sebenarnya kalau mau jujur, ada suatu ancaman yang membahayakan negeri ini adalah narkoba. Kenapa Presiden tidak bikin Perpu tentang bagaimana peran BNN yang lebih luas? Karena 2015 Indonesia harus bebas narkoba sesuai kesepakatan ASEAN,” tegas Fakhrurrozi menambahkan.
Pada sidang perkara nomor 93/PUU-XI/2013 kali ini, sepuluh bukti yang diajukan Pemohon disahkan oleh Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi selaku ketua panel hakim.(yus/mh/mk/bhc/sya) |