JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Mahkamah Konstitusi (MK) takkan bisa memberikan pendapat hukum (fatwa) terkait kisruh pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) Aceh. Alasannya, lembaga penegak konstitusi tersebut tidak memiliki kewenangan untuk mengeluarkan pendapat hukum. Sebaliknya, MK hanya berwenang memutus perkara yang terkait sengketa pemilukada.
“MK tidak bisa memberikan pendapat hukum, karena MK hanya bertugas memutus perkara yang disengketakan,” kata Ketua MK Mahfud MD di gedung MK, Selasa (10/1). Hal itu diungkapkan Mahfud, usai menerima kunjungan Menko Polhukam Djoko Suyanto, Mendagri Gamawan Fauzi, Ketua KPU Hafidz Anshary, dan Ketua Bawaslu Bambang Eka Cahya Widodo.
Pertemuan dengan Ketua MK, yang berlangsung selama kurang lebih satu jam ini, dimaksudkan untuk membahas persoalan kisruh Pemilukada Aceh. Selain itu, MK juga diminta mengeluarkan pendapat terkait pelaksanaan Pemilukada Aceh yang akan digelar pada Febuari mendatang. Masalah pelaksanaan di lapangan itu, terserah pemerintah dan KPU.
Menurut Mahfud, kisruh Pilkada Aceh tersebut, bukan suatu perkara yang disengketakan di MK. Hal itu menjadi dasar hukum bagi MK untuk tidak mengeluarkan pendapat hukum. Namun, bila sudah dilaksanakan dan ternyata ada yang memperkarakan, MK baru bisa menjatuhkan putusan. “Jika sengketa pemilukada masuk ke MK, barulah kami bisa memutuskan,” tandasnya.
Konflik pemilukada Aceh, jelas dia, karena Partai Aceh pecah kongsi dan ada perdebatan soal calon perseorangan diperbolehkan atau tidak ikut pemilihan. MK pun menegaskan bahwa calon perseorangan dalam pemilukada adalah tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak melanggar butir 1.2.2 memorandum of understanding (MoU) antara Pemerintah RI dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
"Saya sudah sampaikan kepada (Menko Polhukam) Pak Djoko (Suyanto), MK tidak boleh memberi pendapat hukum. Apakah harus diteruskan atau tidak (pemilukada Aceh), terserah pemerintah dan KPU. MK itu hanya boleh memutus kalau ada perkara itu masuk di sini," imbuh Mahfud.(dbs/wmr)
|