JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji material (judicial review) terhadap UU Nomor 3/1992 tentang Jaminan Sosial dan Tenaga Kerja (Jamsostek). Putusan itu terkait Pasal 6 ayat (1) UU Jamsostek yang dianggap tidak mencakup jaminan pensiunan pekerja.
Putusan tersebut disampaikan Ketua MK Mahfud MD dalam persidangan pengujuan UU tersebut yang berlangsung di gedung MK, Jakarta, Jumat (23/12). Mahkamah dalam amar putusannya, menolak seluruh permohonan yang diajukan pihak pemohon.
Permohonan uji material ini diajukan Mudhofir dan Rosminas Pakpahan, Parulian Sianturi dan Mathias Mehan yang merupakan pengurus Federasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (FSBSI). Para Pemohon menilai, setelah lebih dari lima tahun keberlakuan UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), UU Jamsostek belum disesuaikan dengan ketentuan UU SJSN
Pemohon merasa bahwa UU Jamsostek hanya memberikan empat jenis jaminan, antara lain adalah jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua, dan jaminan pemeliharaan kesehatan. Sedangkan dalam UU SJSN, mengakomosi satu jaminan lagi, yakni jaminan pensiun pekerja.
Sementara dalam amar putusannya, MK menyebutkan bahwa UU SJSN yang dibentuk pada 2004 lalu, telah memiliki penjabaran yang lebih mendekati keadaan pada masanya, dibandingkan dengan penjabaran UU Jamsostek yang dibentuk tahun 1992.
Artinya, hubungan kedua pengaturan dalam dua UU mengenai jaminan sosial tersebut tidak berada dalam posisi yang bertentangan melainkan terdapat perubahan dalam semangat perbaikan, yaitu disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat dan semangat akan suatu kesejahteraan sosial
Penjabaran yang lebih baru tersebut, tidak dapat dimaknai bahwa penjabaran UU Jamsostek bertentangan dengan UUD 1945. "Terlebih lagi terkait dengan dalil para Pemohon mengenai jumlah jenis program jaminan, DPR bersama Presiden telah membentuk UU Nomor 24/2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial," demikian kutipan putusan MK.
Pemohon mendalilkan agar MK memerintahkan Presiden untuk membentuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) dengan memperhatikan badan hukum publik yang nirlaba, kegotong-royongan, dan amanat, serta memasukkan program dana pensiun dan dana tunjangan pengangguran bagi peserta korban PHK.
"Perpu tidak dapat begitu saja dibentuk oleh pemerintah selama masih dimungkinkan dibentuk UU melalui prosedur yang seharusnya. MK berpendapat bahwa Perpu hanya dapat dibentuk kalau ada hal yang bersifat kegentingan yang memaksa," imbuh Mahfud mengutip putusan Mahkamah.
Atas tidak terkabulnya permohonan uji material tersebut, pemohon menyatakan rasa kecewanya. "Kami kecewa dengan putusan ini, karena kami merasa ada yang salah dengan UU Jamsostek ini. Tapi kami menerima putusan ini yang sudah bersifat final dan mengikat," kata kuasa hukum pemohon, Sabinus Moah usai persidangan.(dbs/wmr)
|