JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Mahkamah Konstitusi menolak permohonan uji materi atas UU Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan yang diajukan Federasi Serikat Buruh Indonesia (FISBI). Pasalnya, dalil- dalil permohonan yang diajukan pihak pemohon tidak beralasan hukum.
Adapun pasal-pasal yang digugat oleh pihak pemohon adalah Pasal 1 Ayat 22, Pasal 88 Ayat 3 huruf a, Pasal 90 Ayat 2, Pasal 160 Ayat 3, Ayat 6, Pasal 162 Ayat 1, dan Pasal 171. "Mahkamah menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Mahfud MD dalam putusan uji material UU tersebut dalam persidangan yang dibacakan di gedung MK, Senin (14/11).
Sebelumnya, pihak pemohon menilai bahwa Pasal 1 Ayat (22) yang mengatur kewenangan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), dianggap kerap merugikan pekerja dalam setiap putusannya. Pasal 88 ayat (3) huruf a tentang kebijakan pemberian upah oleh perusahaan, dan Pasal 90 ayat (2) tentang ketentuan bagi perusahaan yang tidak mampu membayar upah sesuai dengan ketentuan minimum yang telah disyaratkan.
Sedangkan Pasal 162 ayat (1) mengenai pemberian uang penggantian hak dari perusahaan bagi buruh yang mengundurkan diri, dan Pasal 171 yang mengatur mengenai penyelesaian perselisihan bagi buruh yang tidak mau menerima PHK yang dilakukan oleh perusahaan tempatnya bekerja.
Mahkamah untuk Pasal 171, menilai bahwa waktu satu tahun tersebut justru waktu yang sangat proporsional untuk menyeimbangkan kepentingan bukan hanya bagi pekerja tapi juga pengusaha. Batasan waktu maksimal selama satu tahun ini, justru penting untuk menjamin kepastian hukum yang adil, sehingga permasalahan yang melibatkan pengusaha dan buruhnya dapat diselesaikan secara cepat.
Begitu pula terhadap Pasal 88 ayat (3) yang menyebutkan bahwa kebijakan pengupahan yang melindungi buruh yang meliputi pemberian upah minimum harus dimaknai sama dengan besaran kebutuhan hidup layak, menurut Mahkamah juga sudah terakomodasi semuanya dalam pasal 88 ayat 4 dalam UU yang sama.
“Soal upah minimum sama dengan besaran kebutuhan hidup layak, sudah terakomodasi dalam Pasal 88 ayat 4 UU a quo, meski dalam penetapannya memang perlu diperhatikan produktifitas dan pertumbuhan ekonomi yang menjadi unsur penting untuk terpenuhinya upah minimum dimaksud," kata majelis dalm putusannya.
Sedangkan pasal 160 ayat (3) dan ayat (6) dianggap pemohon mengabaikan asas praduga tak bersalah, menurut Mahkamah, justru aturan tersebut telah memberikan kepastian hukum. Jika seorang buruh masih bekerja dan menjadi tersangka, justru akan mempengaruhi kinerjanya dan mempengaruhi produktivitas perusahaan. Apalagi, proses hukum berjalan lama.
“Tapi jika nantinya buruh yang disangka pidana ternyata tidak bersalah, buruh itu harus kembali dipekerjakan. Sebab, sudah dinyatakan tidak bersalah serta nama baiknya sudah dipulihkan seperti sedia kala,” begitu kutipan putusan hakim konstitusi.
Atas putusan uji material ini, pihak pemohon FISBI yang diwakili Muhammad Hafidz mengatakan, pihaknya sudah bisa menebak keputusan Mahkamah tersebut sejak awal. Tapi dengan putusan ini, dirinya dan pengurus FISBI menghormati putusan itu.
“Tapi kami tetap akan mengupayakan langkah gugatan lain kepada MA dengan menguji material Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 17 Tahun 2005 soal kebutuhan hidup layak itu harus diperbesar," tegas Hafidz.(dbs/wmr)
|