JAKARTA, Berita HUKUM - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdananya untuk pengujian Pasal 55 ayat (2), (3) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang diajukan oleh seorang nasabah Bank Muamalat, Dadang Achmad.
Menurut Rudi, Pasal 55 ayat (1) dan ayat (2)-nya kontradiktif karena ayat (1) secara tegas mengatur jika terjadi sengketa dalam praktik perbankan syariah harus merupakan kewenangan pengadilan agama.
"Pasal 55 ayat (1) dan ayat (2) UU Perbankan Syariah kontradiktif, sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum bagi pemohon," kata kuasa hukum pemohon, Rudi Hernawan, saat membacakan permohonannya di Jakarta, Jumat.
Pasal 55 ayat (1) UU Perbankan Syariah berbunyi, "Penyelesaian sengketa perbankan syariah dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan agama".
Sedangkan ayat (2) berbunyi, "Dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi akad".
Ayat (3) "Penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah".
Sementara dalam ayat (2)-nya membuka ruang para pihak yang terikat akad untuk memilih peradilan manapun jika terjadi sengketa praktik perbankan syariah.
"Itu sangat jelas sekali, Pasal 55 ayat (2) tidak ada kepastian hukum yang bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945," katanya.
Rudi mengatakan, Pasal 55 ayat (3) UU Perbankan Syariah tidak perlu ada apabila tidak ada ayat (2)-nya, karena mencerminkan adanya kepastian hukum, maka seharusnya Pasal 55 ayat (2) harus dinyatakan bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 dan harus dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Kuasa hukum ini mengungkapkan bahwa pemohon adalah nasabah Bank Muamalat Cabang Bogor yang mengalami kredit macet.
Perjanjian kredit antara pemohon dan Bank Muamalat tertuang dalam Akta Notaris No 34 tertanggal 09 Juli 2009 dan diperbarui Akta Notaris No 14 tertanggal 8 Maret 2010.
Dalam akad itu, disebutkan jika terjadi sengketa mereka telah sepakat untuk menyelesaikan sengketa yang timbul di Pengadilan Negeri Bogor.
Menurut pemohon dipilihnya peradilan umum untuk menyelesaikan sengketa perbankan syariah belum memenuhi prinsip-prinsip syariah seperti diamanatkan Pasal 55 ayat (3) UU Perbankan Syariah.
Majelis panel yang memeriksa perkara ini adalah Muhammad Ali sebagai ketua yang didampingi oleh Harjono dan Fadlil Sumadi sebagai anggota.
Menanggapi permohonan tersebut, Fadli Sumadi menilai pokok permohonan ini belum begitu jelas karena belum menggambarkan pertentangan norma.
"Permohonan Anda belum belum menggambarkan bentuk pertentangannya. Ini harus diuraikan," katanya.
Sedangkan Harjono meminta pemohon mengubah dan memperbaiki struktur permohonan sesuai standar yang berlaku di MK.
"Saudara bisa lihat contoh-contoh permohonan di Kepaniteraan MK, perbaikannya maksimal 14 hari," kata Harjono, Demikian seperti yang dikutip dari antaranews.com, pada Jum'at (5/10).(rr/ant/bhc/rby) |