JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan upaya hukum luar biasa peninjauan kembali (PK) atas putusan PK terhadap terpidana kasus cessie Bank Bali, Djoko Soegiarto Tjandra. Bos Mulia Group ini tetap dijatuhi hukuman penjara selama dua tahun.
"Perkara ini diputus pada Senin (20/2 lalu. Majelis menyatakan menolak permohonan PK Djoko. Menyatakan putusan PK 12 Juni 2009 Nomor 12 PK/Pid.sus/2009 tetap berlaku. Membebankan pemohon membayar biaya perkara sebesar Rp 2.500," kata Karo Hukum dan Humas MA, Ridwan Mansyur dalam konferensi pers di gedung MA, Jakarta, Rabu (22/2).
Permohonan PK atas PK yang baru diputus ini, diajukan terpidana Djoko S Tjandra hampir tiga tahun yang lalu. Putusan PK yang diajukan Djoko Tjandra ini dipimpim majelis hakim agung yang diketuai Harifin Andi Tumpa, dengan hakim anggota Hatta Ali, Atja Sondjaja, M Imron Anwari, Abdul Kadir Mapong, Muhammad Zaharuddin Utama dan Rehngena Purba.
Dalam pertimbangan putusannya sendiri majelis hakim PK menyatakan bahwa alasan PK yang diajukan Djoko, antara lain; novum, kekhilafan hakim yang nyata, tidak memenuhi syarat. "Hakim menyatakan syarat novum tidak terpenuhi dan tidak ada kekeliruan nyata dan kekhilafan hakim," kata Ridwan.
Dari tujuh majelis hakim agung itu, jelas dia, dua orang diantaranya mengemukakan pendapat berbeda (dissenting opinion) dalam putusan ini. Mereka adalah Imron dan Mappong. "Secara resume putusan ini, perkara Djoko Tjandra ada dissenting opinion, yakni dari Imron Anwari dan Abdul Kadir Mapong. Untuk jelasnya bisa dilihat dari salinan putusan yang akan dimuat di website MA," jelas dia.
MA segera mengirimkan salinan putusan PK Djoko ini kepada kejaksaan agar bisa segera dieksekusi dan juga pihak Djoko sendiri. Namun, seperti diketahui, Joko Tjandra saat ini sudah masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) dan masuk dalam data Interpol dalam kasus tindak pidana korupsi terkait Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Dalam putusan PK Perkara Pidana Djoko Tjandra yang diajukanJPU Kejaksaan Agung Nomor 12 PK/Pid. Sus/2009 tertanggal 11 Juni 2009, menyebutkan bahwa terpidana Joko Tjandra dihukum pidana dua tahun penjara dan membayar denda sebesar Rp 15 juta subsider tiga bulan kurungan. MA juga menyatakan barang bukti berupa uang rekening di Bank Bali atas nama Joko dan PT Era Giat Prima dengan nomor rekening 999.045.197 sejumlah sekitar Rp 546.466.369.000 dirampas negara.
Pengalihan Tagihan
Seperti diketahui, kasus ini berawal pada 1999, saat itu dibuat pengalihan tagihan piutang antara Bank Bali dengan PT Persada Harum Lestari, mengenai tagihan utang Bank Bali terhadap Bank Tiara sebesar Rp 38 miliar kepada Bank Bali yang selambat-lambatnya dilakukan 11 Juni 1999.
Selain itu, saat itu dibuat pula pengalihan tagihan utang antara Bank Bali dengan Djoko Tjandra selaku Direktur PT Era Giat Prima mengenai tagihan piutang Bank Bali terhadap Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) dan Bank Umum Nasional (BUN). Besaran tagihan ini sendiri mencapai Rp 798 dan akan diputuskan selambat-lambatnya tiga bulan setelah perjanjian ini dibuat.
Saat itu juga dibuat perjanjian bahwa Bank Bali menjual seluruh tagihan penjaman antar banknya di BDNI, BUN, dan Bank Bira senilai hampir Rp 3 triliun kepada PT EGP milik Djoko. Namun, delapan bulan setelah perjanjian itu dibuat, pengalihan hak tagih Bank Bali tersebut diusut oleh Kejagung.
Kejagung menemukan adanya dugaan korupsi dalam pengalihan hak tagih tersebut, lalu melimpahkan kasus tersebut ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Majelis hakim dalam putusan sela, menyatakan dakwaan jaksa terhadap Djoko tidak bisa diterima. Atas putusan itulah jaksa kemudian mengajukan banding kepada Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta.
Banding jaksa itu kemudian dikabulkan PT DKI, sehingga PN Jakarta Selatan harus menyidangkan kasus Djoko kembali. Namun, majelis hakim PN Jakarta Selatan kembali membebaskan Djoko. Atas putusan itulah, tim JPU yang saat itu diketuai Antasari Azhar, mengajukan kasasi. Melalui voting, Majelis Kasasi MA kembali melepaskan Djoko dari segala tuntutan.
Atas putusan jasasi itu, jaksa kemudian mengajukan PK yang kemudian dikabulkan majelis hakim PK MA. Djoko akhirnya divonis dua tahun dan denda Rp 15 juta. Namun, sehari sebelum divonis, Joko keburu kabur ke luar negeri. Dalam pelariannya Djoko tetap melancarkan perlawanan dengan mengajukan PK atas PK yang akhirnya ditolak Hakim MA.(dbs/wmr)
|