JAKARTA, Berita HUKUM - Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto minta Pemerintah menurunkan harga BBM bersubsidi agar inflasi tahun 2023 tidak melonjak. Mulyanto menyebut, nilai inflasi yang diumumkan Badan Pusat Statistik (BPS) pekan lalu cukup mengkhawatirkan. Karena itu Pemerintah perlu serius mengendalikan agar daya beli masyarakat tetap terjaga dan roda ekonomi terus berputar.
"BPS menyebut inflasi tahun 2022 sebesar 5.5 persen (y-on-y). Angka ini tertinggi selama delapan tahun terakhir. Sebenarnya lonjakan inflasi ini sudah diprediksi para ahli, menyusul kenaikan harga BBM bersubsidi pada bulan September 2022 lalu," kata Mulyanto dalam keterangan tertulisnya yang dikutip Parlementaria, Selasa, (10/1)
Karena itu, lanjut Mulyanto, untuk menurunkan inflasi Pemerintah wajib menurunkan harga BBM bersubsidi. Apalagi sekarang harga minyak dunia sedang anjlok di kisaran USD75 per barel. "Ini cara mujarab untuk mengendalikan inflasi," tambahnya.
Mulyanto menilai Pemerintah mesti mencermati keputusan operator swasta maupun Pertamina yang menurunkan harga BBM non subsidi lebih dari Rp1.500 per liter. Bahkan BBM sejenis Pertalite yang dijual oleh operator swasta seperti Revvo 90 serta BP 90 juga sudah turun harga.
Hal ini menurutnya, membuat masyarakat bertanya-tanya kenapa pemerintah tidak segera menurunkan harga Pertalite 90. "Kalau pemerintah pro rakyat, agar harga-harga turun, maka saatnya pemerintah menurunkan harga BBM bersubsidi ini," kata Mulyanto.
Diketahui, inflasi Indonesia mengalami kenaikan sepanjang tahun 2022, berhenti di angka 5,51 persen. Kenaikan didorong oleh tarif transportasi hingga inflasi pada harga makanan dan minuman bahkan tembakau.
Data dari BPS yang dirilis pada Senin (2/1) menunjukkan Indeks Harga Konsumen (IHK) pada bulan Desember naik sebesar 0,66 persen. Ini juga menjadi inflasi tahunan tertinggi yang dialami Indonesia dalam sewindu sejak 2014 yang menembus 8,36 persen. Padahal inflasi pada tahun 2021 dan 2020 masing-masing hanya inflasi 1,87 persen dan 1,68 persen.(DPR/we/aha/bh/sya) |