JAKARTA, Berita HUKUM - Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian (UU Perkoperasioan) kembali diajukan untuk diuji ke Mahkamah Konstitusi (MK). Kali ini yang mengajukan pengujian UU Perkoperasian adalah sebelas Pemohon yang terdiri dari enam Pemohon berbadan hukum dan empat Pemohon perseorangan. Kesebelas Pemohon dimaksud antara lain, Yayasan Bina Desa Sadajiwa, Koperasi Karya Insani, Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Koperasi, Wigatiningsih, dan Chaerul Umum. Pada persidangan perdana perkara ini yang digelar, Senin (24/6) di Ruang Sidang Pleno MK, hadir Prinsipal Pemohon dari Lembaga Pengkajian Dan Pengembangan Koperasi, Suroto dan Wgatiningsih selaku Pemohon perseorangan.
Edi Halomoan Gurning selaku Kuasa Hukum para Pemohon menyampaikan pokok permohonan kliennya yang merasa frasa “badan hukum” dalam Pasal 1 Angka 1 UU Perkoperasian telah menimbulkan ketidakpastian hukum. Sebab, dalam kenyataannya banyak koperasi yang tidak berbadan hukum namun menjalankan prinsip-prinsip koperasi dengan benar, tetap tidak dianggap sebagai suatu organisasi bernama koperasi. Padahal, lanjut Edi, dari aspek historisnya koperasi adalah kumpulan orang, bukan suatu badan hukum. Dengan begitu, aturan mengenai koperasi harus berbadan hukum bertentangan dengan prinsip kemandirian sebagai visi koperasi.
“Secara internasional, koperasi juga dimaknai sebagai kumpulan orang, bukan suatu badan hukum. Hal itu bertentangan dengan prinsip kemandirian,” jelas Edi yang juga mengatakan kliennya menolak mengenai aturan modal penyertaan dalam koperasi. Edi mengungkapkan banyak koperasi yang hancur dengan adanya aturan modal penyertaan itu.
Hal lain yang diujikan oleh Para Pemohon, yaitu aturan mengenai didirikannya Dewan Koperasi Indonesia yang berfungsi sebagai wadah untuk memperjuangkan kepentingan dan bertindak sebagai pembawa aspirasi koperasi dalam rangka pemberdayaan koperasi. Menurut Edi pembentukan Dewan Koperasi Indonesia sama sekali tidak diperlukan. Hal itu, lanjut Edi, melanggar prinsip kemandirian koperasi.
Hal senada juga diungkapkan Suroto selaku Prinsipal Pemohon dari Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Koperasi. Ia juga mengatakan UU PerKoperasian telah melanggar jati diri koperasi dan bertentangan dengan UUD 1945. Aturan mengenai koperasi harus berbadan hukum menurut Suroto menyebabkan banyak lahirnya badan hukum yang mengaku koperasi padahal berlaku sebagai rentenir dan menyebabkan banyaknya koperasi fiktif. Sedangkan koperasi yang benar-benar menerapkan prinsip-prinsip koperasi justru tidak dianggap sebagai organisasi koperasi hanya karena tidak memiliki badan hukum.
“Menurut penelitian kami, hanya sedikit koperasi yang berbadan hukum dan benar-benar menjalankan prinsip koperasi. Sisanya koperasi yang berbadan hukum tapi mati suri dan paling banyak koperasi berbadan hukum namun fiktif,” terang Suroto dalam sesi wawancara.
Pada sidang kali ini, Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati selaku Ketua Panel Hakim memberikan saran agar Pemohon melihat permohonan Pengujian Undang-Undang Perkoperasian yang sudah masuk dan disidangkan di MK. Sebab, dari pengujian UU Perkoperasian yang sudah masuk dan disidangkan tersebut ada beberapa pasal yang sama sudah diajukan untuk diuji. Karena itu, bila Para Pemohon kali ini masih ingin mengajukan pengujian pasal yang sama, harus mengubah batu ujinya atau mengubah argumentasi permohonan. Terakhir, Maria mengingatkan agar Para Pemohon segera menyerahkan perbaikan permohonan, paling lambat 14 hari kerja setelah hari ini dan bila tidak menyerahkan perbaikan permohonan sesuai waktu yang ditentukan tersebut, Para Pemohon dianggap tidak menyerahkan perbaikan permohonan.(yna/mk/bhc/opn) |