JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Kegundahan Antasari Azhar atas tudingan pembunuhan terhadap Nasruddin Zulkarnaen dituangkannya dalam sebuah buku. Buku yang berjudul 'Testimoni Antasari Azhar untuk Hukum dan Keadilan' ini diluncurkannya di Jakarta, Kamis (15/9).
Namun, istri Antasari, Ida Laksmiwati kepada wartawan menyatakan bahwa buku itu merupakan rasa keprihatinan suaminya terhadap keadilan dan sistem hukum yang terjadi di Indonesia saat ini. "Buku ini menggambarkan keprihatinan bapak (Antasari Azhar)," jelas dia.
Dalam buku ini juga diceritakan perjalanan Antasari Azhar dalam menggeluti bidang hukum. Ida menyampaikan bahwa sudah lama suaminya memang ingin berbagi kisah perjalanannya ke dalam buku. Tapi baru punya kesempatan menggarapnya, saat di dalam bui. “Niat bikin buku sudah lama, tapi baru sekarang bisa diwujudkan. Banyak hikmah dalam kasus yang menimpa bapak,” selorohnya.
Buku tersebut, tidak seluruhnya digarap Antasari. Ada seorang penulis yang ikut membantunya, yakni Servas Pandur. Ia yang membantu Antasari menuangkan ide-ide dan saksi empiris yang pernah dialaminya tersebut.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshidiqie merupakan salah seorang yang ikut memberikan komentar tentang buku yang merupakan buah pikiran Antasari Azhar sendiri itu. Ia menilah bahwa buku Antasari ini menjadi hal yang penting dan berguna untuk membenahi kekacauan hukum yang terjadi di Indonesia sekarang ini.
Dalam salah satu bagian isi bukunya di Bab 26 yang bersubjudul 'Menyelidiki IT KPU Tahun 2009’ itu, Antasari sempat menyatakan kebingungnya soal kerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam rekapitulasi suara pemilu 2009 lalu. “Bingung saya, kok jadi begini." Itulah sepenggal komentar Antasari Azhar yang menonton dari layar televise mengenai pernyataan KPU menjelang 10 hari lagi batas akhir perhitungan suara pemilu selesai, tapi suara yang masuk baru 10 sampai 20 persen.
Kabar ini menggugah pikirannya untuk memantau gerakan internal KPU itu. Satu dari empat tugas KPK, memonitor jalannya pemerintahan. Ini yang mendorong Antasari menanyakan kesiapan KPU, membenahi Daftar Pemilih Tetap (DPT).
Hebat dan Canggih
Sebelumnya, seluruh komisioner KPU mendatangi KPK dan mengungkapkan telah mengadakan alat baru IT KPU dengan menggunakan sistem ICR (Identity Character Recognition). Sistem ini dipakai 9 April 2009. Komisioner KPU meyakinkan KPK bahwa alat IT KPU hebat dan canggih.
ICR tahun itu bertujuan dan bermanfaat mempercepat proses perhitungan suara, memperoleh tabulasi yang akurat, memperoleh salinan dokumen elektronik yang otentik dan teramankan, dan transparansi pelaksanaan pemilu sehingga memudahkan pengawasan pelaksaan pemilu.
Penggunaan teknologi ICR pada pemilu 2009 menelan biaya Rp 170 miliar. ICR masih menanggung risiko, karena belum teruji akurasinya dan rawan keamanannya. Terbukti, IT KPU dibobol hacker. Ini yang kemudian mendorong Antasari menyelidiki IT ICR.
Antasari meresponnya. Ia berkomentar, "Kemarin bilang sama saya saya, alatnya canggih, kecepatan hampir sama Quick Count, sistem ICR, lho kok begini?"
Anatasari pun merasa bertanggungjawab sebagai Ketua KPK yang memiliki tugas untuk memonitor dan mencegah orang dan sistem menjadi korup. Esok harinya, Antasari meminta Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan Haryono Umar untuk meneliti dan berkoordinasi dengan KPU soal ini.
Pada 21 April 2009, Antasari mengungkapkan kepada publik, KPK sedang mengumpulkan data tentang pengadaan IT KPU pemilu 2009. Secara tegas, Antasari menggarisbawahi bahwa pengumpulan dana dan pengecekan untuk mengetahui adakah indikasi korupsi di dalamnya.
"Selama 10 hari kemudian perhitungan ternyata tidak terselesaikan. Nah, dalam proses inilah, kemudian saya masuk tahanan. Pada waktu itu, saya tidak pernah berpikir si A dan si B ataupun siapapun yang melakukan pengadaan. Kalau kemudian orang mengatakan si A, si B belakangan baru saya tahu setelah saya ditahan," ungkap Antasari.(tnc/irw)
|