SAMARINDA, Berita HUKUM – Dinilai melakukan Penyidikan kasus Korupsi Kapling Tanah Matang (KTM) dengan sewenang-wenangnya, Mantan Kepala Kejaksaan Samarinda Sugeng Purnomo SH serta Kepala Kejaksaan Negeri Samarinda saat ini Arip SH beserta beberapa penyidik dilaporkan oleh kuasa hukum terdakwa Direktur Utama PT Davindo Jaya Mandiri (DJM) David Efendi, Tumbur Omsunggu SH kepada Komisi Kejaksaan (Komjak) RI di Jakarta.
Tumbur Ompusunggu menilai Direktur Utama PT DJM David Efendi yang selaku kontraktor penyedia Kapling Tanah Matang (KTM) Paket IV Perum Korpri Sambutan, yang pada tanggal 26 Januari 2011 yang lalu ditetapkan oleh Kejari Samarinda sebagai tersangka dinilai kurang cukup bukti, tapi perkara ini tetap disorong ke Pengadilan, ujar Tumbur kepada pewarta BeritaHUKUM.com, Jumat (8/2).
"Kami melakukan langkah ini supaya jajaran Kejari Samarinda tidak asal kejar target menangani kasus, tapi mesti disertai alat bukti yang kuat seperti yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang hati-hati menetapkan seseorang menjadi tersangka minimal dua alat bukti, kami tidak menginginkan seorang yang tidak bersalah tapi dipersalahkan karena hanya mengejar target," ungkap Tumbur.
Laporannya yang dilayangkan ke Komisi Kejaksaan (Komja) pada tanggal 21 Nopember 2011 tersebut jelas Tumbur, ada empat jaksa Kejari Samarinda yang sudah sudah diperiksa pada minggu kedua Januari 2013 termasuk dirinya, namun Tumbur menyesalkan pemeriksaan terhadap para jaksa, Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas) Kejagung mendelegasikan ke Asisten Pengawasan Kejati Kaltim, papar Tumbur.
"Minggu kedua Januari 2013 Jaksa dan saya sudah diperiksa, namun Jamwas mendelegasikan pemeriksaan kepada Aswas Kejati Kaltim," sesal Tumbur.
Jaksa yang telah dipanggail ke Kejati antara lain, Asbach, Andi Dachrim, Sri Rukmini, dan Melva Nurelly. Keempat jaksa tersebut merupakan jaksa penyidik dan penuntut yang menangani perkara David Efendi. "Saya juga mendapat informasi dari pemeriksaan di Kejati bahwa Kajari juga akan dipanggil untuk dimintai penjelasan," jelas Tumbur yang juga dosen pada Fakultas Hukum Universitas Widya Gama Mahakam Samarinda.
Tumbur Ompu Sunggu juga menekankan selama proses Pengadilan setidaknya ada 4 alat bukti yang tidak bisa dihadirkan Jaksa di Pengadilan. Pertama, Kejari hanya berasumsi tentang kerugian negara mencapai Rp 8 miliar dari Rp 18 miliar yang terbayarkan dari nilai keseluruhan paket IV KTM sebesar Rp 43 miliar. Angka Rp 8 miliar tanpa disertai hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau akuntan publik yang ditunjuk pemerintah.
"BPK Perwakilan Kaltim telah mengklarifikasi bahwa BPK tidak pernah menghitung dan menetapkan kerugian negara,” ujar Tumbur sembari menyebut surat BPK perwakilan Kaltim nomor 399/S/XIX.SMD/11/2011 tertanggal 1 November 2011. Surat ini muncul sebut Tumbur, setelah kliennya mengajukan klarifikasi kepada BPK tertanggal 26 September 2011, sebab sempat muncul anggapan bahwa kasus ini diusut kejaksaan buntut temuan indikasi penggelembungan dana proyek KTM.
Dengan demikian dan mengacu pada UU No. 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan khususnya di Pasal 30 tentang tugas dan kewenangan, tak satu pun ayat yang menyebutkan kejaksaan bisa menghitung sendiri kerugian negara. Jadi Kejari seolah-olah mengambil alih tugas lembaga lain untuk menetapkan kerugian negara, tegas Tumbur Penasehat Hukum David Efendi.
Demikian juga Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Kejari Samarinda mengambil sampel NJOP lokasi di RT 6 Kelurahan Pulau Atas sebesar Rp 14 ribu per meter yang berjauhan, sedangkan perjanjian antara Pemkot dengan PT DMJ selaku penyedia lahan mengambil referensi NJOP di Perum Korpri yang masih satu areal blok KTM dengan angka Rp 103 ribu per meter sesuai Surat Pemberitahuan Pajak Tahunan (SPPT) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tahun 2008 dari kantor Pajak Pratama Samarinda, ungkap tumbur.
Alasan ketiga Kejari hanya mengacu pada hitungan tanah mentah Rp 23 ribu/meter. Sementara berdasar perhitungan konsultan teknik Samarinda setelah tanah itu melalui proses pematangan yang siap bangun nilainya mencapai Rp 169 ribu/meter, PT DMJ lalu memberi penawaran atas penyediaan lahan sebesar Rp 150 ribu/meter sebagai tindak lanjut atas proyek KTM sebelumnya pada tahap I, II, dan tahap III, lalu Pemkot menawar hingga disepakati harga Rp 145 ribu/meter, pungkas Tumbur.(bhc/gaj) |