JAKARTA, Berita HUKUM - Direktur Utama (Dirut) PT. Bara Mega Quantum (PT. BMQ), Nurul Awaliyah minta keadilan kepada Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) untuk menindak tegas Kapolda Bengkulu Brigjen Pol Supratman, karena dituding telah mengaburkan masalah hukum dengan diduga melakukan kebohongan publik dalam memberikan klarifikasi keterlibatannya mendukung "Trio Bersaudara", yaitu Dinmar Najamudin, Agusrin Maryono Najamudin, dan Sultan Bachtiar Najamudin.
Trio tersebut diduga telah merampas tambang batu bara milik Nurul yang berada di kabupaten Bengkulu Tengah, provinsi Bengkulu. Dimana sang Kapolda telah menandatangani Surat Perintah Nomor: Sprin/1389/VIII/PAM.3.3./2019 dengan memobilisasi 280 personil polisi ke lokasi tambang milik PT. BMQ.
Sedangkan menurut Kapolda Bengkulu Brigjen Pol Supratman sebagaimana dikutip dari media Tribatabengkulunews.com, ia berdalih kebijakannya itu untuk mencegah terjadinya konflik.
Namun demikian menurut Nurul Awaliyah, tujuan mobilisasi personil Polisi Polda Bengkulu ke lokasi tambang milik PT. BMQ dituding sudah terang benderang. semata-mata untuk kepentingan dan disinyalir mendukung "Trio Bersaudara", mengambil alih lapangan tambang batu bara miliknya, secara melawan hukum.
"Faktanya berdasarkan alat bukti dokumentasi foto, video, dan keterangan saksi. Dimana terdapat enam orang karyawan kelompok Trio Bersaudara ini, yang ikut bersama-sama berada dalam rombongan Polisi, yang turun ke lokasi tambang. Lalu perwakilan karyawan Trio Bersaudara ini memberikan keterangan, kelompoknya siap berkerja melakukan penambangan," ujarnya dalam siaran pers, Senin (26/8).
Ironisnya, kelompok Trio Bersaudara langsung memobilisasi alat berat, dibawah pengawalan Polisi. Menurut Nurul Awaliyah, Polisi juga dituding telah bertindak diskriminatif, dengan menangkap 34 orang karyawannya secara melawan hukum. Karena orang-orang yang ditangkap itu tidak melakukan pelanggaran hukum dan menggangu ketentraman masyarakat, ungkapnya.
"Kapolda Bengkulu "berdusta", memakai dalih usang yang palsu yakni premanisme dan demi menjaga ketertiban. Premanisme itu ada di kota bukan dihutan yang banyak hewannya. Preman itu memeras dan memalak orang. Tindakan Polda Benglulu yang memobilisasi 280 personil diduga membackingi Trio Bersaudara merebut tambang saya, yang justru lebih tepat disebut "premanisme"," ujar Nurul.
Menurut Nurul, dengan menggunakan uang dan fasilitas milik negara, Kapolda Bengkulu diduga telah memobilisasi personilnya dan hanya untuk kepentingan "Trio Bersaudara", yaitu disinyalir merampas tambang batu bara milik dirinya.
"Kapolda Bengkulu, Brigjen Pol Supratman telah berpihak kepada salah satu kelompok yang bersengketa. Bersama-sama bawahannya, Karo ops Kombes Dede Alamsyah, Diduga melakukan penyalahgunaan wewenang (Abuse of Power), karena disinyalir telah menempatkan lembaga kepolisian RI sebagai backing salah satu pihak yang berperkara," ujarnya.
Sementara itu, Branch Manager PT. BMQ, Eka Nurdianty Anwar mengungkapkan bukti mengenai dugaan keterlibatan Kapolda Bengkulu Brigjen Supratman disinyalir dalam memberikan pebantuan kejahatan Trio Bersaudara merebut tambang batu bara milik Nurul Awaliyah berkesesuaian dengan dua petunjuk lainnya.
Misalnya pertama, sebelumnya Kapolda Bengkulu Brigjen Pol Supratman, bersama-sama Dirreskrimum Polda Bengkulu, Kombes Pasma R, diduga melakukan pembiaran terhadap penyidiknya dengan tidak melakukan pengawasan, atas terjadinya praktek kriminalisasi terhadap Nurul Awaliyah atas Laporan Polisi nomor: LP-B/218/2018/II/2018/Siaga SPKT III.
"Tanpa alat bukti yang sah menurut hukum, Nurul Awaliyah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Dirreskrimum Polda Bengkulu, diduga dengan tujuan mempermudah pelapor merebut tambang batu bara PT. BMQ milik terlapor. Kini perkaranya tengah dieksaminasi oleh Plt Jampidum untuk dihentikan penuntutannya," ujarnya.
Petunjuk lainnya, menurut Eka, Kapolda Bengkulu bersama Dirreskrimum, Kombes Pasma R, dinilai melakukan perbuatan agar tidak berjalannya penyidikan, atau diduga menghalang-halangi penydikan perkara pidana yang dilaporkan pihak Nurul Awaliyah, sesuai Tanda Bukti Lapor Nomor Pol: LP-B/231/II/2018/SIAGA SPKT II, tanggal 26 Februari 2018, di Direktorat Dirkimum Polda Bengkulu, terhadap dugaan pidana yang dilakukan Dinmar Najamudin dan kawan-kawan.
Padahal sesuai rekomendasi hasil Gelar Perkara, pada 6 Juni 2018 lalu, di Karo Wassidik Bareskrim, menurut Eka statusnya dapat ditingkatkan ke tahap penyidikan. Sebab diduga ada grand strategi yang direncanakan kelompok Trio Bersaudara, untuk mementahkan pelaporan pidana yang dilakukan Nurul Awaliyah Dengan mencoba memenjarakan Nurul Awaliyah, dan merebut tambang miliknya.
"Ini sebuah demonstrasi praktek "mafia hukum" yang kejam dan brutal," ujar Eka seraya mengatakan dalam skandal ini, Kepala Dinas ESDM Provinsi Bengkulu, Ahyan Endu, sebagai penyelenggara negara diduga melakukan serangkaian perbuatan melawan hukum. Dengan modus mengakui surat palsu SK No. 267 tahun 2011, yang seolah-olah diterbitkan oleh Pemda Kabupaten Bengkulu Tengah untuk kepentingan pihak Dinmar Najamudin dan kawan-kawan.
Sebab SK No 267 tersebut tidak tercatat di Dirjen Minerba Kementerian ESDM, SK itu tidak pernah dikeluarkan oleh Pemda Kabupaten Bengkulu Tengah. Lalu berdasarkan SK fiktif itu, Kadis ESDM memberikan legalitas kepada pihak yang tidak memiliki hak yakni Dinmar Najamudin dan kawan-kawan untuk menambang dan menjual batu bara mlik PT. BMQ di kabupaten Bengkulu Tengah, provinsi Bengkulu.
"SK No. 267 itu fiktip," tegas Eka, sambil bertanya tanya, bagaimana mau digugat ke PTUN seperti anjuran Kaploda Bengkulu bila SK No. 267 itu itu tidak pernah diterbitkan, ungkapnya.
"Dalam konteks ini diduga Kapolda Bengkulu dikelabui anak buahnya sendiri, yang menginformasikan seolah-olah ini perkara Tata Usaha Negara. Padahal akar permasalahan perkara ini tidak berada di wilayah PTUN. Tapi masuk dalam ranah hukum pidana. Distorsi informasi membuat Kapolda Bengkulu gagal paham dan "sesat pikir"," ujarnya.
Menurut Eka, pemilik atas 90% saham pada PT. BMQ adalah Nurul Awaliyah, berdasarkan Akta Pernyataan Keputusan RUPS Luar Biasa Terbatas PT. BMQ yang termuat dalam Akta No. 12 tanggal 27 September 2010, dan Akte Nomor: 35, tertanggal 21 Februari 2011 yang dibuat dihadapan Mufti Nokhman, SH, Notaris di Kota Bengkulu. Dan mendapatkan legalitas untuk menambang, berdasarkan IUP Operasi Produksi Nomor: 339/tahun 2010, tanggal 01 Desember 2010, yang ditandatangani Drs. H. Asnawi A. Lamat, M.Si, selaku Bupati Bengkulu Tengah, perusahaan tambang batu bara PT. BMQ adalah milik Nurul ALawiyah.
"Biar nanti penyidik KPK yang akan memeriksa terhadap kemungkinan adanya dugaan unsur pemberian suap dibalik keberanian Ir. H. Ahyan Endu melakukan perbuatan melawan hukum dengan melegalisasikan praktek illegal mining tersebut," ujar Eka..
Apalagi menurut Eka, berdasarkan tindak lanjut rekomendasi KPK, berupa hasil Berita Acara Rekonsiliasi tanggal 28 Juli 2016 Dinas ESDM provinsi Bengkulu; di era Hermsyah Burhan, pemiliki dan Dirut PT. BMQ yang diakui adalah Nurul Alawiyah.
Selang beberapa waktu kemudian, setelah Kadis ESDM rovinsi Bengkulu dijabat Ahyan Endu legalitas menambang dimanipulasi, dan berubah menjadi Dinmar Najamudin. Karena Mufti Nokhman, SH selaku notaris, bersama-sama Yuan Rasugi Sang, SH dan Dinmar Najamudin melakukan dugaan tindak pidana Pemalsuan dan Memberikan Keterangan Palsu ke dalam Akta Otentik, sebagaimana yang dimaksud Pasal 263 KUHP dan 266 KUHP.
Hal ini berdasarkan alat bukti surat berupa Akte yang diterbitkan oleh notaris Mufti Nokhman, SH, terdapat keterangan palsu yang dituangkan, seolah-olah telah terjadi peralihan hak dan pemberian hibah sebanyak 1.800 atau seluruh saham milik PT. Borneo Suktan Mining, yang ada pada PT. BMQ kepada Yuan Rasugi Sang, SH.
"Sudah barang tentu pembuatan Akte Nomor: 17 tanggal 13 Agustus 2011 dan Akte Nomor: 27 tanggal 19 Agustus 2011 tersebut, merupakan perbuatan melawan hukum perdata dan pidana, karena dibuat tanpa adanya kehendak, keinginan dan persetujuan Nurul Awaliyah sebagai pemilik saham yang sah," ujarnya.
Atas terjadinya dugaan tindak pidana yang dilakukan secara bersama-sama oleh Notaris Mufti Nokhman, SH, Yuan Sarugi Sang, SH dan Dinmar, Najamudin, lalu Nurul Awaliyah pada 12 September 2011, melaporkan hal itu ke Bareskrim Mabes Polri, berdasarkan Tanda Bukti Lapor Nomor: TBL/360/IX/2011/BARESKRIM, dan menggugat secara perdata melalui Pengadilan Negeri Bengkulu pada12 Oktober 2011, dengan Register Perkara Nomor: 23/Pdt.G/2011/PN.Bkl.
Namun demikian, pada saat pemeriksaan perkara pidana di Bareskrim Polri dan perkara perdata di pengadilan berjalan, pihak Dinmar Najamudin dan kawan-kawan meminta perdamaian. Akhirnya pada 21 Juni 2013, Nurul Awaliyah, Mufti Nokhman, SH, dan Dinmar Najamudin sepakat dan setuju dengan itikad baik untuk berdamai secara pidana maupun perdata, dengan menandatangani Perjanjian Perdamaian, Akte Nomor: 105..
Berdasarkan akte perdamaian tersebut, para pihak setuju dan bersedia untuk menghentikan perkara pengadilan yang masih berjalan dalam proses ke Mahkamah Agung dan Pencabutan Laporan Polisi di Bareskim Polri.
Sesuai kesepakatan yang tertuang dalam isi Perjanjian Perdamaian, pihak Dinmar Najamudin setuju dan bersedia membayar, memberikan, atau mengembalikan uang sebesar Rp. 17 milyar kepada Nurul Awaliyah, sebagai kompensasi atau uang pengganti yang telah dikeluarkan. Mengenai saham PT. BMQ sepanjang belum ada RUPS tetap milik Nurul Awaliyah hingga kini.
"Sementara itu berdasarkan Laporan Hasil Gelar Perkara di Karo Wassidik Bareskrim Polri, atas LP No. TBL.360/IX/2011/BARESKRIM tertanggal 12 September 2011 tersebut, terhadap para terlapor, Dinmar Najamudin dan kawan-kawan dinyatakan potential suspect untuk ditetapkan sebagai tersangka, mengingat seluruh unsur pidana yang dipersangkan telah terpenuhi. ujar Eka.
Ingkar Janji
Namun pada tanggal 21 Februari 2018, alih-alih melaksanakan isi Perjanjian Perdamaian sesuai Akte Nomor: 105, yang diterbitkan oleh kantor Notaris Hasbullah Abdul Rasyid, SH, M.Kn, selain ingkar janji dengan tidak melaksanakan kesepakatan, melakukan kembali pidana pemalsuan, Dinmar Najamudin dan kawan-kawan malah mengkriminalisasi Nurul Awaliyah, dengan membuat laporan Polisi ke Polda Bengkulu, sesuai LP Nomor: LP-B/218/II/2018/Siaga SPKT III, memakai persangkaan palsu yakni penipuan dan penggelapan, yang ironisnya diduga mendapatkan pebantuan dari oknum penyidik dan JPU Kejati Bengkulu.
Persangkaan palsu yang direkayasa oleh Dinmar Najamudin dalam laporannya, pada intinya Nurul Awaliyah dituduh melakukan penipuan dan penggelapan, terkait penerimaan uang sebesar dua milyar, padahal hal itu merupakan pengejawantahan dari kesepakatan yang tertuang dalam Perjanjian Perdamaian, sesuai Akte Nomor: 105, halaman 12, yang diterbitkan oleh kantor Notaris Hasbullah Abdul Rasyid, yang telah mendapat kekuatan dalam putusan Kasasi Mahkamah Agung RI Nomor: 1607 K/Pdt/2013.
"Berdasarkan fakta hukum tersebut, penetapan Nurul Awaliyah sebagai tersangka bertentangan hukum, karena tindakan yang semena-mena (obuse of power) dan kesesatan dalam menjalankan hukum acara pidana (misbruik van rect process) oleh karena itu menjadi tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum serta tidak ada bukti permulaan yang kuat," tandasnya.
Menurutnya Eka perbuatan melawan hukum pidana dalam upaya merampas dan menguasai tambang batu bara PT. BMQ milik Nurul Awaliyah oleh Dinmar Najamudin diulangi kembali, dan telah dilaporkan pula ke Polda Bengkulu, berdasarkan Tanda Bukti Lapor Nomor Pol: LP-B/231/II/2018/SIAGA SPKT II, tanggal 26 Februari 2018.
Terhadap LP- tersebut, berdasarkan Laporan Hasil Gelar Perkara tanggal 6 Juni 2018, peserta gelar merekomendasikan agar perkara ditingkatkan ke tahap penyidikan.
"Hal ini didukung oleh pendapat hukum Ekawaty Kristianingsih, SH, MH, seorang ahli dari STIK yang menjadi salah seorang peserta gelar perkara. Namun pemeriksaan di Dirkrimum Polda Bengkulu hingga hari ini jalan ditempat. Kami juga sudah laporkannya ke Kabareskrim Polri dan Karo Wassidik Bareskrim, dan kepada siapapun yang melakukan illegal mining di areal PT. BMQ secara melawan hukum dan tanpa hak, akan kami pidanakan " pungkasnya.
Cegah Konflik.
Sebelumnya Kapolda Bengkulu Brigjen Pol Supratman angkat bicara. Dalam klarifikasinya yang dikutip dari media Tribratanewsbengkulu.com edisi Kamis (22/8/2019) Kapolda menjelaskan, bahwa pihaknya hanya sebatas mencegah terjadinya konflik.
"Kita tidak punya kepentingan apa-apa, supaya tidak terjadi bentrok ya kita lakukan seperti itu," ujar Kapolda.
Terkait pihak BMQ versi Nurul melaporkan Polda Bengkulu ke Mabes Polri, kapolda merespon bagus.
"Justru dari dulu kita minta itu jalur hukum, apa katanya proses tidak pas? Ya silahkan, kan itu ranahnya PTUNkan, apapun hasil itu nanti kita akan ikuti, justru dari dulu kita imbau seperti itu supaya polemik ini tidak berkepanjangan," tandasnya.(bh/ams)
|