JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Kejaksaan Agung (Kejagung) telah mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), terhadap kasus dugaan korupsi Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) di Kementrian Hukum dan HAM. Atas keluarnya surat ini, maka memberikan kepastian hukum kepada Yusril Ihza Mahendra, Hartono Tanoe Soedibjo dan Ali Amran Tana.
Salah satu nama yang tercantum yakni Hartono Tanoesoedibjo, melalui pengacaranya mengatakan penghentian ini buntut dari putusan Mahkamah Agung (MA) yang membebaskan terdakwa lainnya.
“Kami selaku kuasa hukum mengucapkan terima kasih dan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada institusi kejaksaan,” ujar kuasa hukum Hartono, Andi F Simangungsong dalam siaran persnya, Kamis (31/5/2012).
Menurut Andi, penghentian ini adalah bentuk pemberian kepastian hukum yang sudah lama dinanti nanti Hartono setelah bertahun-tahun ditetapkan sebagai tersangka bersama sama dengan Yusril Ihza Mahendra dan Ali Amran Tana.
“Ini bentuk penegakan hukum yang terintegrasi menyusul putusan-putusan MA atas beberapa terdakwa dalam kasus Sisminbakum yang pernah disidangkan dan pada akhirnya dibebaskan,” sambung Andi.
Sebelumnya, Kejagung telah mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) kasus dugaan korupsi pada proyek Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum). Kejagung mengatakan tidak memiliki cukup bukti untuk melanjutkan kasus tersebut.
“Karena tidak memiliki cukup bukti, maka kasus ini dihentikan. SP3 nomor 06 atas nama Yusril Ihza Mahendra, nomor 07 atas nama hartono Tanoesodibjo, dan nomor 08 atas nama Ali Amran Tana. Ketiga surat tersebut ditandatangani oleh Direktur penyidikan Kejagung, Arnould Angkouw,” ujar Kapuspenkum Kejagung, Adi Toegarisman di Gedung Kejagung.
Adi melanjutkan selama dalam penyelidikan yang dilakukan oleh penyidik, tidak diketemukan adanya tindak pidana melawan hukum dan menciptakan kerugian Negara. Proyek ini lanjut Adi adalah proyek resmi pemerintah sehingga kebijakan pemerintah tidak bisa dimasukan dalam tindak pidana.
“Jadi tidak ada kerugian negara yang diakibatkan oleh kebijakan tersebut. Sudah jelas dalam perbuatan tersebut, tidak ada perbuatan melawan hukum dan kerugian negara itu yang menjadi dasar dalam penghentian penyidikan itu," ujarnya.
Kasus Sisminbakum bermula dari kerja sama antara Departemen Kehakiman dengan PT SRD untuk mengadakan sistem pendaftaran Badan Hukum Usaha secara online pada 2002. Dari sistem ini, para pendaftar dikenai tarif akses sebesar Rp 1.350.000
Hasil dari pengenaan tarif ini dibagi antara PT SRD dengan Koperasi Pengayoman Depkumham dengan perbandingan 90 banding 10 persen. Kerugian negara dari pelaksanaan sistem ini menurut pihak kejaksaan sebesar Rp 420 miliar.
Tiga terdakwa Sisminbakum bebas yaitu mantan Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum dan HAM 2002-2006 Zulkarnain Yunus, Romli Atmasasmita dan Yohanes Waworuntu. (bhc/dit)
|