JAKARTA, Berita HUKUM - Jaksa Agung, Basrief Arief akan mempertimbangkan melakukan eksaminasi atau mengevaluasi tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang hanya menuntut denda tanpa tuntutan pidana terhadap terdakwa kasus pencurian pulsa, Direktur Utama PT Colibri Network, Nirmal Hiroo Bharwani alias HB Naveen. Nirmal divonis bebas pidana dan hanya dijatuhi hukuman denda Rp750 juta sesuai tuntutan JPU.
"Nanti kita lihat itu (tuntutan JPU)," kata Basrief ketika ditanya apakah tuntutan JPU akan dieksaminasi kerena tidak menuntut dengan Undang-undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Jumat (13/12) di teras gedung Jampidum, komplek Kejaksaan Agung, Jakarta.
Terpisah, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Setia Untung Arimuladi mengungkapkan, proses eksaminasi adalah pemeriksaan terhadap berkas tuntutan JPU yang diduga terjadi pelanggaran. "Nanti yang diperiksa berkasnya," ujar Untung.
Kendati demikian, Untung menegaskan, dalam kasus pencurian tersebut, sejauh ini tidak ada pelanggaran dalam penyusunan tuntutan JPU. "Untuk ini tidak ada pelanggaran," ujarnya.
Diketahui sebelumnya dalam replik atau jawaban penuntut umum atas nota pembelaan penasihat hukum terdakwa HB Naveen terungkap kerjasama antara PT Telkomsel Tbk dengan PT Colibri Network terkait produk brief *933*33# telah merugikan konsumen. Kerjasama tersebut ditandatangani oleh Direktur Utama PT Telkomsel, Krisnawan Pribadi dengan Direktur Utama PT Colibri Network, Nirmal Hiroo Bharwani alias HB Naveen. HB Naveen telah dituntut denda Rp750 juta dalam kasus pencurian pulsa tersebut.
Conten *933*33# telah merugikan konsumen karena pulsa akan terpotong terus jika layanan tersebut tidak di deaktifasi (berhenti) oleh pelanggan. Sebab, tidak ada kejelasan mengenai cara berhenti langganan layanan tersebut. Berdasarkan alat bukti yang terungkap di persidangan terungkap fakta bahwa PT Colibri pada periode Februari hingga April tidak mencantumkan cara deaktivasi berlangganan layanan. Dari uraian terdakwa dan penasihat hukum terdakwa sudah terdapat perbedaan dan terlihat ketidakjelasan mengenai cara untuk berhenti langganan konten *933*33# milik PT Colibri.
Perbedaan tersebut adalah dalam nota pembelaan kuasa hukum terdakwa dalam tindak pidana pencurian pulsa dijelaskan untuk berhenti dari layanan tersebut yakni dengan cara mengetik *933*64# ok/yes. Sementara dalam pembelaan pribadi terdakwa cara berhenti dari layanan tersebut adalah ke 9133.
JANJI PALSU PARA PENCURI
Kemudian, dalam acara bisik-bisik PT Colibri juga menjanjikan sepuluh orang penelpon tercepat untuk mendapatkan hadiah voucher masing-masing Rp100 ribu, ini juga tidak terealisasi alias hanya janji palsu dari para pencuri, dengan alasan pemenang tidak bisa dihubungi. Padahal, seharusnya PT Colibri mengumumkan kepada para pelanggan. PT Colibri beralasan hadiah pemenang tersebut dipergunakan untuk memberikan sumbangan kepada masjid, panti asuhan dan anak yatim piatu serta keluarga yang tidak mampu.
Kasus ini bermula saat Feri Kuntoro melaporkan kehilangan pulsa setelah registrasi undian berhadiah lewat layanan SMS konten dengan short code 9133, yang disediakan oleh content provider milik PT Colibri Networks.
Atas kasus ini, terungkaplah skandal pencurian pulsa di berbagai operator seluler. Pemerintah kemudian menyetop berbagai layanan premium dan layanan pelanggan lainnya. Dan berkas perkara tersangka Vice President Digital Music and Content Management Telkomsel Krishnawan Pribadi dan Direktur Utama PT Mediaplay Windra Mai Haryanto belum lengkap. Dalam proses pembuktian, terdakwa berdamai dan mengembalikan kerugian korban. Padahal, Jenderal Sutarman saat menjabat Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) mengungkapkan, kerugian konsumen di setiap satu provider diduga mencapai Rp1 triliun.
PERAMPOKAN SECARA MASSAL
Anggota DPR RI Komisi I Tantowi Yahya juga telah mengatakan bahwa, seluruh Anggota Panitia Kerja (Panja) Pencurian Pulsa yang dibentuk oleh Komisi I DPR RI masih solid, dan berkomitmen menyelesaikan kasus pencurian pulsa masyarakat.
"Panja masih solid dan secara defacto sudah terjadi perampokan secara massal, masyarakat kan sudah dirampok. Inikan ada pembiaran, kasihan masyarakat," kata Tantowi (52Th), kelahiran Palembang yang juga terkenal sebagai seorang Pembawa Acara kepada BeritaHUKUM.com, Rabu (30/10) di Jakarta.
Dan perlu diketahui, menjadi hal sangat janggal adalah JPU hanya menuntut Nirmal dengan Pasal 62 juncto Pasal 10 huruf a dan d Undang-undang (UU) Nomor 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen. Padahal, dalam dakwaan pertama, JPU menjerat terdakwa dengan Pasal 45 ayat (2) juncto (jo) Pasal 28 ayat (1) UU Nomor 11/2008 tentang Imformasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan dalam dakwaan kedua dijerat dengan UU Perlindungan Konsumen.(bhc/mdb)
|