JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshidiqie menyatakan, banyak kejanggalan dalam proses peradilan dalam kasus Antasari Azhar. "Kasus yang dialami Antasari Azhar merupakan cerminan bobroknya sistem keadilan di Indonesia," kata Jimly dalam acara peluncuran buku testimony Antasari Azhar yang berlangsung di Jakarta, Kamis (15/9).
Jimly juga menegaskan bahwa kasus Antasari Azhar sudah terlanjur terjadi dan harus dihormati karena ditempuh melalui jalur formal yakni pengadilan. "Keputusan harus dihormati," ujarnya.
Namun, Jimly berpendapat bahwa suatu saat sistem keadilan Indonesia membaik. Kasus Antasari Azhar menurutnya harus menjadi pembelajaran bagi kalangan muda untuk memperbaiki sistem hukum yang telah carut-marut ini.
"Kasus yang menimpa Antasari Azhar sudah terlanjur terjadi. Harus ada Modernisasi yang sungguh-sungguh," imbuh Jimly.
Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres) ini juga mengritik Mahmakah Agung. Seharusnya sesame pejabat negara saling menghormati rekomendasi yang dibuat Komisi Yudisial (KY) atas ditemukannya pelanggaran kode etik yang dilakukan hakim yang menangani kasus Antasari itu. "Seharusnya Mahkamah Agung menghormati rekomendasi yang dibuat Komisi Yudisial suka ataupun tidak suka," ujarnya.
Menurut Jimly, Mahkamah Agung memiliki perbedaan persepsi dengan Komisi Yudisial dalam rekomendasi tersebut. Mahkamah Agung berpandangan bahwa Komisi Yudisial ikut campur dalam proses peradilan Antasari Azhar.
KY, lanjut dia, hanya melihat proses peradilan yang berjalan saja bagaimana hakim tidak obyektif dalam melihat saksi-saksi yang meringankan. "Mungkin Komisi Yudisial ada kekurangan, tapi tidak seharusnya sesama lembaga negara tidak menghormati," imbuhnya.
KY dalam rekomendasinya kepada MA menyebutkan, tiga hakim yang memproses kasus pembunuhan Nasruddin Zulkarnaen, yakni Herry Swantoro, Ibnu Prasetyo, dan Nugroho Setiadji terbukti telah melakukan pelanggaran kode etik dan KY pun merekomendasikan, agar MA menjatuhkan sanksi kepada ketiga hakim yakni tidak boleh menangani perkara selama enam bulan.(tnc/irw)
|